Rock Music Concert
Prang!
Booom…Blarrr! Detik berikutnya, kaca-kaca pintu masuk, pecah berhamburan. Botol
minuman, batu, kayu, berterbangan. Gaduh. Beberapa kali, massa yang ada di luar
pagar stadion berteriak-teriak, mereka juga mendorong dan memukul-mukul pintu
masuk berlapis seng. Suaranya menakutkan. Badan saya bergetar hebat.
Benar-benar, tidak tahu harus lari (tepatnya berlindung…) ke mana. Saya lihat,
beberapa laki-laki berlarian, berusaha menyelamatkan motornya di sudut
lapangan. Sementara saya benar-benar seorang diri… Peluh membanjir, tangan
gemetar. Ampun Tuhan, sumpah…saya janji tidak liputan malam-malam lagi…bisik
hati saya saat itu.
Siapa sangka, rencana meliput konser musik
rock malam itu berakhir bencana. Hujan yang tiba-tiba mengguyur arena, membuat
sound system korslet. Musisinya memutuskan batal manggung, satu jam sebelum
acara dimulai. Gila! Sementara, penonton yang rata-rata laki-laki, berambut
gondrong dan bertato, sudah berdesakan di luar sana…Jelas saja, mereka kecewa.
Meski janji uang tiket dikembalikan dan konser ditunda, dua minggu kemudian,
mereka tetap sudah menanggung kecewa…
Saya
tidak membayangkan, kejadiannya separah itu. Sore itu, selesai ikut melihat
check sound, saya hanya pulang untuk mandi dan balik lagi ke lokasi. Agar dapat
wawancara eksklusif..Panitia pun sudah memberikan kaos berlabel acara, agar
akses keluar masuk mudah. Asyik kan? Siapa sangka, kaos itu pun menjadi
bumerang.
Kerusuhan
di luar dugaan. Saya sudah terlanjur berada di dalam stadion, sementara
penonton marah di luar sana. Pintu stadion pun hanya satu…So? Saya berpikir
cepat…Bayangan saya, andai mereka melihat saya dengan kaos panitia, pasti bisa
main timpuk. Andaikan tidak pun, saya bisa kegencet orang-orang, terkena
lemparan botol nyasar atau batu…Oh my
God!
Saya
berusaha mempelajari situasi. Ternyata ada satu bangunan, berlantai dua di sisi
lapangan. Spontan saya masuk ke sana, naik ke lantai dua, langsung belok ke
kiri. Blarrr!!! Ampun! Salah..tahunya belok ke kiri, langsung posisi ada di
teras depan stadion. Batu, botol, berhamburan…Astagaaaa! Saya buru-buru putar
haluan, ke ujung yang di kanan. Trus lari sebisanya…ternyata tempat itu terdiri
dari beberapa kamar yang pintunya terbuka. Isinya? Cowok-cowok bertelanjang
dada, bercelana pendek, berbadan kekar…Yahhhh! Ibarat dari mulut buaya, masuk
mulut singa deh…
Baru kutahu
belakangan, itu mess atlit tinju yang lagi siap kompetisi. Duh Tuhan, bayangan
yang seram langsung bermain lagi di otak saya. Bagaimana andai mereka bermaksud
negatif? Saya kabur ke ujung gang di lorong itu juga, ….kamar mandi! Akhirnya,
tak tahan dengar suara ribut-ribut itu, saya masuk ke kamar mandi dan
menguncinya dari dalam. Saking takutnya, sengaja lampu dalam kamar mandi tidak
dinyalakan, tujuannya tak ada yang tahu ada orang di dalamnya. Beberapa kali
ada orang yang menggedor, bahkan berusaha membuka pintu kamar mandi, tapi saya
diam, tak bersuara.
Entah berapa lama
saya ada di dalam kamar mandi. Gelap. Kotor. Bau…Saya baru berani keluar dari
persembunyian sekitar pukul 12 malam. Saat keamanan terkendali. Polisi datang. Swear,
saat itu saya berjanji tidak liputan musik rock lagi, di lapangan terbuka,
malam-malam. Tapi ya…itulah saya. Tiga minggu setelah kejadian, saya menonton
dan meliput konser lagi di tempat yang sama. Kalau memang cinta dengan profesi
itu, mau gimana lagi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar