Selasa, 03 Januari 2012

namaku CINTA



            Gubrakkkk! Buset dah. Bener-bener ceroboh sih, tukang yang mengerjakan renovasi apartemen ini.. Masa meletakkan alat-alat yang habis digunakan, sembarangan. Nggak dirapiin kembali dalam kotaknya. Giliran ada orang lewat, bisa tersandung jatuh. Kan bahaya banget.  Untung saja di gedung yang sudah cukup lama aku tinggali ini, penghuninya nggak suka kelayapan. Pulang dari bepergian, mereka langsung masuk apartemen masing-masing.
            Kuingat jaman aku masih anak-anak, lagi bandel-bandelnya, suka banget berlarian, kejar-kejaran di lorong yang menghubungkan antar apartemen satu dengan yang lain, bareng anak-anak yang tinggalnya di bangunan ini ini. Kadang, kami main petak umpet.  Paling nekad dan bandel ya, aku… Mereka semua gampang sekali ketahuan, sembunyinya di mana. Giliran aku? Mmm…Pasti susah banget nemuin. Soalnya, aku doyan banget sembunyi di tempat yang mereka takutin. Seperti gudang penyimpanan alat kebersihan atau tukang yang ada di pojok lorong, kadang juga di teras lobi atas.
            Kabarnya nih, gudang di pojokan itu ada penunggunya. Jiaaahhh, hari gini masih percaya begituan. Meski aku masih kecil, nyaliku gede. Soalnya sudah kebiasaan  dihukum papa, dikunciin di kamar atau gudang. Yup. Kecilku memang bandel banget. Maklum, anak perempuan, satu-satunya.
            Meski namaku cewek banget, Cinta, aku terbilang tomboi dan nggak pernah takut apa pun. Kalau sahabat-sahabatku di apartemen, takut gelap,  aku? Nggak tuh. Bahkan listrik mati pun, aku masih nyantai, ngelongok ke luar lorong, nungguin papa atau mama yang belum pulang, hanya dengan bantuan senter atau lampu emergency. Pernah juga, kami bermain di bawah, dekat kolam renang apartemen. Karena keasyikan,  sampai lewat magrib dan langit mendung pula…Kayaknya mau hujan. Teman-temanku langsung teriak, panik dan histeris, waktu denger suara gledek, lantas mereka berlarian pulang. Tapi aku malah melanjutkan main di sana sendiri…Sampai  mama yang panik, mencariku ke mana-mana, menemukan aku di situ.
            Tanpa sengaja, aku pernah denger obrolan mama dan papa tentang aku. Kata papa, beliau bangga dan tidak menyangka, putrinya mewarisi bakat ibunya.. alias eyangku. Tapi aku masih bingung, bakat apaan? Baru kutahu jawabannya, seminggu sebelum papa meninggal, atau tepatnya ketika aku bertemu dengan eyang putri untuk pertamakalinya, katanya indra keenamku tajam. Aku juga memiliki kepekaan lebih dibanding manusia normal lainnya, makanya tidak mudah di”ganggu”.
             Selama ini, hubungan eyang putri dengan kedua orangtuaku buruk. Bahkan mama dan papa menikah, tanpa restu eyang putri. Makanya, sampai aku umur 6 tahunan, aku belum pernah bertemu beliau. Baru ketika papa sakit keras, eyang putri muncul dan nengokin papa, sekaligus mau melihat aku. Cucunya.
            Papa meninggal, seminggu kemudian setelah menceritakan semuanya padaku. Ya, meski aku masih terlalu kecil untuk memahami semua yang beliau ceritakan, setidaknya aku bisa ngerti…ternyata, bandelku ini ada sebabnya. Kuingat waktu kecil, ketika aku lagi main di lorong apartemen, lantai atas bersama anak-anak sebayaku.. Tiba-tiba mereka berteriak, ketakutan, berlarian mau buru-buru turun ke bawah.. Seorang nenek dengan rambut panjang terurai, langkahnya terseok-seok, memandangi kami dari sudut lorong. Heran. Baru ketemuan dengan nenek gitu saja, mereka kok sudah lari ketakutan sih? Aku masih nggak ngeh… Bahkan tuh nenek, aku ajak senyum dan kusapa… “Sendirian nek? Tinggalnya di lantai berapa?” tanyaku, cuek. Tuh nenek hanya senyum, sambil nunjuk ke atas… Aku melambaikan tangan, pamitan. Trus menyusul temanku, pulang…
            Baru sampai di lantai bawah, teman-teman mengerubuti aku. Ada yang pegang jidatku, ada yang nowel-nowel pipi, bahkan ada yang menarik-narik jaketku, seperti girang karena barusan menemukan aku kembali…
            “Kok berani sih, kamu… Kalau diculik, nggak bisa pulang gimana?” tanya Rio yang badannya tambun. Pipi chubinya yang kayak bakpao itu, makin gembung. Dia terheran-heran melihatku cengar cengir doang…
            “Iyaaa….kamu bikin kami jantungan. Diajakin lari, malah nongkrongin di situ. Nggak takut diapa-apain ya??” Irine yang blasteran Sunda Jerman itu, ikutan bicara.
            “Apaan sih ngomongnya? Siapa mau nyulik dan ngapa-ngapain aku? Lagian kalian aneh, main lari dan teriak-teriak panik gitu…:”
            “Ya ampunnn, Cinta! Kamu nggak sadar apa… tuh nenek-nenek kan hantuuu..”
            Aku melotot, kaget. Abis itu tertawa ngakak-lah.. Biar pun masih kecil, aku nggak pernah denger hantu itu beneran..Paling juga setan-setanan yang dibuat di film-film horor.
            “Ngaco ah…. Nenek tadi dibilang hantu. Dia mau balik ke apartemennya tuh, nyasar kali di lorong…” Aku masih nggak percaya.
            “Balik gimanaa??! Nggak lihat ya, kakinya nggak napak… Jalannya kayak terbang gitu, trus bulu kuduk kita berdiri semua…”
            “Ah, ngacoooo… Bohong! Fitnah!” Aku tersedak, kaget.
            “Beneran Cintaaaa… Kalo nggak, ngapain kami segitu takutnya.. Coba pake akal deh. Tuh nenek tadinya nggak ada di situ. Gimana coba, dia bisa tiba-tiba nongol? Kan musti lewat lift dulu.. Pojokan situ kan pas gudang, buntu… Apa kamu pikir, nenek itu masuk-masuk ke gudang???!” Rio kayaknya gemes, melihat aku masih cuek…
            “Ya, Cintaaa… Tuh nenek tiba-tiba aja ngejogrok di situ. Trus kamu lihat, jalannya tuh nggak napakkk.. Kakinya ngegantung gituuuu..”
            Aku masih nggak percaya. Aku geleng-geleng kepala, selanjutnya ngakak abis. Lha iya kan… kok kayak cerita di bioskop. Jalannya terbang-terbang, nggak menapak kakinya. Mana ada sihhh?
            Kejadian hari itu, nyaris aku lupakan. Hingga suatu hari, ketika aku sudah beranjak gede, ya belasan tahun gitu deh…abg… Aku mau masuk ke lift, tiba-tiba  seorang nenek yang rambut putihnya dibiarkan tergerai, sudah berdiri dekat denganku. Entah, kapan dia munculnya. Dia menatapku, sambil senyum…
            “Mau ke lantai berapa, Nek…”
            Perempuan tua itu nggak menjawab. Dia hanya menunjuk ke atas… Kuperhatiin, ohh, kali dia tinggal di lantai atas…
            Binggg! Pintu lift kebuka. 
            “Yuk Nek, sama-sama…” kataku pas masuk, trus balik badan… Duengg! Nenek itu sudah nggak ada.
            “Bentar-bentar, Pak…Tunggu nenek itu dulu…” kataku, sambil clingak clinguk ke lorong kanan dan kiri lift. Tapi sepi, nggak ada siapa-siapa!
            Security apartemen yang bertugas di lift itu terheran-heran, melihat tingkahku.  Dia jadi ikutan ngelongok ke lorong yang menghubungkan antara apartemen satu dengan lainnya…
            “Cari siapa, dik?”
            “Itu nenek yang tadi bersama saya, nungguin depan lift!”
            “Nenek? Nggak ada tuh… Begitu lift terbuka, saya hanya melihat adiknya sendirian. Nggak ada siapa-siapa….” Tuh security langsung meraba tengkuknya. Kelihatannya dia ngerasa nggak enak, begitu dia bicara…
            “Mari dik, buruan masuk.”
            Kami berdua di lift, sama-sama terdiam. Kuperhatiin beberapa kali tuh petugas meraba tengkuknya, kayak orang ketakutan. Aneh. Sampai balik lagi ke lantai atas dan bertemu dengan petugas itu, dia menatapku seperti orang takut-takut.. Ah, bodoh amat. Kupikir, perasaanku saja kaliii…
            Nyatanya, nggak. Baru kudengar cerita Irine teman masa kecilku yang kini pindah di building sebelah. Katanya, dia dengar cerita kalau apartemen kami memang ada penghuninya. Ya, penghuni bukan sembarang penghuni lho… Alias makhluk halus..  Wajar kali, soalnya tempat gelap, lembab, trus suka lama ditinggalin alias nggak dihuni kan merupakan tempat favoritnya mereka.
            “Tau nggak, Cinta… wujudnya bisa apa saja.  Nenek-nenek tuh yang paling sering… Waktu kita masih kecil, suka main petak umpet inget nggak… Ya itu dia yang bikin kita tunggang langgang ketakutan, soalnya ngelihat nenek itu serem. Nggak kayak biasanya orang…”
            “Kita? Kalian kaliii yang lari terbirit-birit..” ledekku, sambil ngikik geli. Irine gemes. Dia menimpukku dengan bantal sofa..
            “Kamuuu ya! Nggak ada takut-takutnya.. Ntar deh, giliran yang nongol serem, baru kebuka matanya…”
**********
            Kata-kata Irine, nggak kumasukin ke hati. Sampai dia pulang sore itu, aku masih nyantai, balik ke kamar di lantai atas sendiri. Pas mau ke lift, tiba-tiba…. Duengg! Seorang nenek yang biasanya aku temui sudah berdiri di sana… Dia senyum, melihatku muncul. Mmm, kalo gini mah bukan hantuuu.. Dasar tuh teman-temanku, rumpi semua…
            “Mau barengan Nek… Yuk…” kataku, begitu lift kebuka…
            Aku masuk, sambil tanganku masih memencet tombol, menahan agar pintunya nggak buru-buru menutup.
            “Mari Nek…” kataku, sambil senyum…”Lantai berapa??”
            Nenek itu menunjuk angka 1…
            “Samaan ya Nek. Saya juga ke bawah… “ kataku lagi, sambil mengecek isi tasku. Perasaan tadi ada yang kelupaan nggak ya? Ohh, lengkap ternyata buku yang kubawa.
            Bing! Pintu lift kebuka, aku keluar, pas balik badan… Duenggg! Tuh nenek nggak ada… Glekkk… Padahal jelas-jelas tadi dia kan bersamaku dalam lift??? Aku masih bengong di depan lift, ketika petugas yang berdiri di situ menghampiri…
            “Kenapa dik? Ada yang ketinggalan? Mau naik lagi?”
            Aku menggeleng…. “Tadi, saya keluar sendiri Pak? Ada orang lain nggak??”
            “Orang laiinn? Nggak ada tuh, dik.. Tadi saya lihat, pintu kebuka adik sendirian. Memangnya tadi sama siapa??”
            Aku nggak menjawab pertanyaannya, karena langsung buru-buru ngacir. Kaburrrr! Nggak, nggak mungkin…. Masa hari gini ada hantu? Penampakan? Tapi ya, kenyataannya aku ngerasain sendiri.
            Gara-gara kejadian itu, aku mulai makin peka sama sekelilingku. Dan makin teliti, makin kusadar, memang banyak banget “penghuni” di apartemen ini, selain kami-kami, manusia… Gudang, pojokan lorong, dekat lift di lantai 8, atau… lorong di dekat apartemenku ..ya, si nenek itulah…
            Seperti yang papa bilang, aku peka tetapi juga punya pegangan dari eyang putri, makanya aku bisa merasakan, tapi juga nggak takut-takut amat. Karena aku lumayan aman, nggak digangguin… Kupikir selama kita nggak “ganggu” mereka, sebenarnya kita semua juga nggak bakal diusik… Mereka toh hanya “sekedar” pengen menampakkan diri …hahahaha…
            Dueerr! Glondangggg… Tuh kan!  Sebuah balok kayu yang disandarkan di dinding,  jatuh, menimpa gerobak yang berisi alat pertukangan. Gerobaknya terbalik, isinya yang berhamburan. Padahal tuh ada boor listrik, tembakan paku, macam-macam. Gila nih, kayak nonton film Final Destination saja.. Gimana coba, kalau tukang itu kepleset trus nimpa semua perkakas itu?
            Aku geleng-geleng kepala.  Kayaknya lebih baik, balik lagi ke apartemenku dah, daripada memperhatikan bagian bangunan yang lagi direnovasi ini… Kulihat belum terlalu larut. Biasanya tukang-tukang itu, kerjanya shift-shift’an. Malam pun mereka masih jalan… Ngejar target, pasti..
            Bener. Beberapa pekerja sudah datang. Mereka langsung ke posisi masing-masing. Kulihat alat yang jatuh berantakan tadi, belum juga dibenahi. Padahal kan itu penting, bahaya…
            “Mas…Itu barang-barangnya, beresin dulu.. Bahaya tuhhh..” kataku, sama seorang cowok yang badannya berotot , tinggi besar. Cowok itu nggak peduli. Bahkan melihat aku yang mengajak dia bicara pun, nggakkk! Dasar. Kulihat cowok satunya yang bodinya lebih kurusan…
            “Mas… Itu lho, barang-barang yang tajam, serem itu dirapiin duluuuu..”
            Eh, si cungkring itu diam. Nggak peduli. Bikin aku sewot…
            “Susah banget sih dikasih saran…Gini nih yang bikin sering kejadian, kecelakaan di tempat kerja…” kataku, duerrrr!!! Belum selesai aku bicara, sebilah kayu yang disandarkan di dinding, terguling  trus menimpa beberapa batang pipa. Semua pipa itu jatuh berhamburan, nimpa kaleng cat atau vernis entahlahlah, tapi yang pasti cairannya langsung tumpah menyiram cowok yang lagi jongkok… byuur!
            Deggg! Jantungku mau copot… Tuh kan! Masih untung, hanya ketumpahan gitu. Kalau ketimpa yang lain?? Aku nggak mau jantungku copot betulan, melihat mereka bekerja. Buru-buru aku balik badan, mau meninggalkan tempat itu… ketika, seorang cowok yang kutebak koordinator mereka, kelihatan sewot. Sama sepertiku tadi..
            “Hati-hatiii! Tuh barang di lantai, beresin dulu…  “
            “Bener mas..tadi juga saya ingetin, mereka cuek…” kataku, pada tuh cowok. Eh, giling… Cowok ini juga nggak peduli. Bahkan bilang terima kasih kek…
            Masa bodoh, ah.. Buru-buru aku menuju lift, mau balik ke kamar… Sambil menunggu, kulihat dua orang tukang mau masuk lift juga bersamaku. Salah satunya kelihatan cemas, sambil bolak balik meraba tengkuknya…
            “Perasaanku nggak enak deh, Win. Sejak kita renovasi apartemen ini…banyak kejadian.. “
            “Huussss! Jangan ngomong gituan! Aku juga merinding nih…” kata cowok yang pake topi hitam, sambil clingak-clinguk kanan kiri. Aku senyum. Nih cowok kok nyalinya ciut. Aku aja cuek… lift kebuka, kami masuk…Bertiga kami di dalam, dua cowok ini makin aneh kelakuannya.
            Si cungkring ngomong lagi, kok perasaannya nggak enak..
            “Udahlah, nggak usah dipikirin. Makin parno kita, “ kata cowok satunya lagi.
            “Ya nih, sejak diceritain ada cewek yang suka mondar mandir di sini, perasaan jadi nggak tenang..”
            “Cewek? Mondar mandir  di mana mas?” tanyaku. Eh dua cowok ini nggak jawab. Bahkan melihatku pun, nggakk!
            “Iya tuh..sejak kecelakaan yang bikin seorang cewek mati di lantai kita bekerja itu, kabarnya memang suka ada penampakan…”
            “Meninggal di mana?? Cewek? Penghuni apartemen lantai berapa?” tanyaku lagi. Eh, dua cowok itu masih nggak peduli. Kurang ajar banget siiih!
            “Iya, cewek itu masih suka nongol. Dia hanya merhatiin orang kerja..gara-gara dia meninggalnya kepalanya bocor, kejatuhan alat pertukangan..”
            Aku mengeryitkan dahi, ketika kurasa kepalaku basah dan dingin. Tanganku meraba rambutku yang terasa lepek, basah. Waktu kulihat lagi, jari-jari yang tadi meraba rambutku, merahhhh… Darah. Kepalaku berdarahhhh??? Kenapa dua cowok itu, masih nggak perduli ya.. Aku masih nggak ngerti, ketika pintu lift kebuka, dua cowok itu keluar tanpa memperdulikanku yang berdarah-darah ini… Pas ada sepasang suami istri mau masuk lift, sebelum aku sempat keluar… Mereka tercengang, sedetik kemudian lari terbirit-birit…
            “Hanttuuuuu!!!!” kata mereka…. Aku bingung. Ngapain mereka ketakutan gitu? Aku menoleh… Nenek tua yang sering kulihat sejak kecil itu senyum.
            “Udahlah..dunia kita sudah beda sama mereka..” katanya… Jadi??!(Ft:berbagai sumber)

Penjaga Warung Ronde


          
             Auuuuuu!!! Lagi-lagi anjing tetangga melolong. Suaranya memilukan,  bikin hati giris. Entah kenapa peliharaan tetangga depan rumah, akhir-akhir ini sering banget melolong.  Nggak siang, nggak malam… Paling nyebelin kalau aku lagi begadang, mengejar deadline sendirian sampai tengah malam… tiba-tiba suara lolongannya kedengeran. Soalnya bukan hanya kaget saja, tapi bulu kudukku langsung berdiri.
            Kabarnya, anjing yang melolong tiba-tiba itu kan karena dia melihat atau merasakan ada makhluk halus di dekatnya. Benar atau tidaknya, aku nggak mau memikirkan hal itu.  Jelas-jelas aku ini penakut. Lihat film horor sama, males…Masa disuruh membayangkan, ada makhluk halus lewat. Bbbrrr! Yang bener saja…Amit-amit.
            Malam ini tidak berbeda dari hari-hari sebelumnya. Masih ada beberapa catatan, koreksian kantor yang musti aku kerjakan. Sendirian.  Selesai menyeduh segelas kopi,  membuka laptop dan memutar CD penyanyi kesukaanku, aku menghempaskan diri di kursi, tepat di depan meja ruang tengah yang biasa aku gunakan buat bekerja…
            Bing! Beberapa SMS masuk. Biasa Wahyu dan Retno, dua kakakku yang super perhatian itu, selalu nanyain kabar. Ngingetin macam-macam, sampai terakhirnya, kapan kamu segera melamar Siska? Wadowww… Kalau sudah sampai pertanyaan terakhir, aku nggak bakal bisa menjawab.
            Perempuan asal Jawa Timur yang sudah tiga tahun berstatus pacar itu, masih tenang-tenang saja kok belum dilamar. Dia bilang, ingin konsentrasi dulu di pekerjaannya sekarang. Maklum, dia kan baru enak-enaknya dapat promosi jabatan baru. Ntar giliran dia menikah, pasti nggak lama lagi disibukkan dengan momongan, urus suami, bla..bla..bla… kasihan. Aku sendiri masih merasa, sangat muda… Belum genap 27 tahun. Hari gini, nggak ada istilah bujang lapuk atau perawan tua. Karier, keluarga mapan, lebih penting dipikirkan. Menikah buru-buru, kalau ekonomi masih Senin Kamis, trus pribadi keduanya masih labil, buat apa…
            Auuuuuuuu! Aduh anjing itu melolong lagiii. Buyar lamunanku, berganti dengan perasaan gamang. Bulu kuduk ini seperti ditiup, berdiri. Baru nyadar, jam di dinding sudah menunjukkan pukul 12 lewat sedikit… Sementara koreksianku belum banyak, masih ada yang harus dibenerin…
            Aku mengeliat malas, sambil membuka jendela…berharap udara masuk, nggak pengap… Bbbbbrrr! Mataku yang masih sehat, belum pernah memakai kacamata ini menangkap bayangan… Astaga! Nggak salah tuh??! Seorang perempuan  separuh baya dengan badan terbungkuk-bungkuk, jalannya kelihatan susah banget, lewat di depan rumah, bersamaan dengan anjing tetangga yang melolong…
            Wanita itu kelihatan kepayahan jalannya. Mungkin kakinya sakit atau badannya yang sudah renta itu, nggak sanggup dihajar angin malam yang pastinya dingin di luar sana..Srreeett..Sreetttt! Langkahnya yang diseret, sampai-sampai seperti terdengar di telingaku. Padahal sih, nggak mungkin… Masa dia di seberang situ, suaranya bisa kedengeran jelas.. Halusinasi.  Tangan ini sudah mau menutup jendela, tapi isi kepalaku malah mendorongku untuk tetap terjaga di situ, melihat apa yang akan terjadi kemudian.
            Sreeeetttt. Srreeetttt! Suara itu lagi. Perempuan tua itu masih menyeret langkahnya, jalannya memang super lambat seperti keong. Kurasa tengkukku dingin. Perasaan nggak enak menyergap, pas bersamaan dengan lolongan anjing yang kesekian kalinya…
            Auuuuuuu!!! Aku merinding. Perempuan tua itu mendadak menghentikan langkahnya. Dia menoleh, pas menatapku! Duenggg! Ya Tuhan. Remote CD yang tadi nggak sadar kupegang terus dengan tangan kiriku itu, sampai terlepas. Prakkk! Hancur deh bisa-bisa remoteku itu… Aku nggak peduli, karena sekarang jelas-jelas perempuan itu menatapku, nyaris nggak berkedip.
            Aduuuh! Jangan-jangan dia tau, sejak tadi aku memperhatikan jalannya? Atau jangan-jangan, dia bukan manusia… ini yang disebut penampakan? Tubuhku menggigil. Perempuan itu bukannya menjauh, lewat, eh malah mendekati rumahku. Dengan langkah terseok-seok dia mendekati halaman rumahku yang hanya sepetak, cuma sekian ratus meter saja dari jendela kamar, tempat aku memperhatikan gerak geriknya sekarang.
            Waduuuh! Dia membuka pagar.. Lantas masuk halaman… Sendi-sendiku rasanya mau copot. Perasaan nggak enak ini, membuat akal sehatku kacau. Tapi masa sih, cowok penakut? Jelas-jelas itu kan kepercayaan orang saja yang mengatakan, lolongan anjing menandakan makhluk halus lewat.. Kalau nenek ini jadi-jadian ya, nasib apes saja kaliii…
            Aku merapatkan kembali jendela kamar. Lantas,  keluar. Ibaratnya, kalau mau hancur, bonyok, sekalian hancur saja deh. Hadapi. Daripada aku ngeringkel di kamar, sembunyi karena ketakutan? Siapa tau, nenek ini memang beneran manusia yang butuh pertolongan?
            Pintu depan, kubuka setelah sebelumnya lampu ruang tamu yang semula kecil, kuganti dengan menyalakan yang besar. Biar terang, jelas… Bbbbrrrr! Dingin. Klekkkk! Kunci kuputar, pintu berhasil dibuka… Nenek yang tadi masih di halaman luar itu, sekarang sudah berdiri tepat di depan pintu  rumahku! Jaraknya kini nggak lebih dari setengah meter di depanku… Astagaaa! Aku sampai terbatuk-batuk, tersedak, saking kagetnya.
            Bau wangi bunga atau rempah-rempah, langsung menusuk indra penciumanku.  Perempuan itu menatapku dalam-dalam. Baru kusadar, dia sebenarnya cantik. Meski sudah keriput, sisa kecantikannya masih jelas terlihat. Wah, waktu mudahnya pasti jadi kembang kampus tuh…
            “Boleh minta minumnya, nak??” Glekkk. Suaranya yang serak dan parau itu, mengejutkan. Dia bicara! Ya iyalah…manusia. Ingin rasanya menertawakan kebodohanku sendiri. Kalau dia bisa bicara, pasti manusia. Lagian, ngapai aku musti percaya cerita di film-film horor…
            “Oh, ada-ada nek… Masuk dulu, duduk? Saya ambilin ya?” tawarku, sambil ngebuka pintu lebar-lebar. Perempuan itu menggeleng. Isyarat matanya mengatakan, dia di situ saja nungguin minum…
            “Nggak dingin nek, berdiri di situ? Nenek duduk saja, masuk. Nggak apa.. Saya ambilin minum dulu ya…” kataku, lantas meninggalkannya dia sendirian di sana. Aku ingat, masih punya beberapa gelas air mineral dalam kemasan. Aku mengambil paper bag di meja, lantas aku masukkan kemasan air mineral itu dalam tas karton itu. Lumayan. Buat bekal nenek itu…
            Aku keluar, berharap wanita tua itu sudah duduk di ruang tamu. Nyatanya, nggak. Dia masih berdiri di depan pintu, sambil tangannya berpegangan dinding. Kayaknya menahan tubuhnya yang sudah kelelahan… Kasihan.
            “Nek, istirahat dulu di dalam… Nenek mau kemana sih, malam-malam gini?” tanyaku, sambil memegang pundaknya. Bbbrrr. Dingin. Aroma rempah pandan yang wangi banget itu lagi-lagi menusuk indra penciumanku.
            Wanita tua itu menggeleng. Dan aku ingat..Bukannya masih ada sisa kue yang sore tadi dikasih Dita, teman sekantorku? Malam ini juga pasti nggak bakal kumakan, karena itu artinya bikin badanku yang sudah nggak ramping lagi ini makin melebar…
            “Sebentar ya, Nek… Tunggu dulu di sini, jangan kemana-mana. Tunggu. Sebentarrr saja…” kataku, lantas buru-buru ke dapur. Pintu lemari es kubuka. Bener. Masih ada seperempat kue tart, pemberian Dita yang siang tadi merayakan ultah di kantor dengan potong kue.
            Kue kuambil, kumasukkan dalam wadah makanan dari plastik. Lantas, aku balik lagi ke depan. Jrengg! Wanita tua itu sudah nggak ada di sana. Bingung. Aku cari-cari di teras depan atau halaman, sama saja hasilnya. Dia sudah nggak ada di sana… Sementara itu, lolongan anjing  kembali terdengar. Bulu kudukku meremang. Buru-buru aku menutup pintu depan, mematikan lampu utama dan balik ke meja kerjaku, buat menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai. Jantungku berdegup kencang. Pasrah saja lah.. Wanita tua itu tadi manusia atau jadi-jadian...asal dia tidak mencelakaiku saja, cukup.
********
            Bau bangkai??!!! Pusing. Selesai mandi, aku mencium bau tak sedap yang sumbernya dari teras depan. Bau bangetttt! Seperti bau bangkai atau sesuatu yang membusuk. Gggrhhh. Jangan-jangan,  sampah di depan rumah diacak-acak kucing, hingga baunya kemana-mana? Malas banget, aku keluar buat mencari sumber aroma tak sedap ini… Pas pintu depan kubuka…
            Astagaaaa! Bangkai tikus itu tergeletak di depan, tepat di depan pintu. Kepalanya sudah hilang! Sebagian badannya tercabik-cabik, sampai isi perutnya terburai. Hampir saja aku muntah, jijik dan mual dengan baunya… Lalat sudah mengerubutinya… Astagaaa! Masa sih kucing sadis banget, sampai mencabik-cabik korbannya seperti ini?
            Bener-bener sial. Pagi-pagi sudah dapat “hadiah” bangkai tikus. Terpaksa aku musti bersihkan bekasnya dengan karbon dan menyiramnya dengan air sebanyak-banyaknya, agar bakteri dan baunya nggak menyebar ke mana-mana. Bangkainya kumasukkan plastik, lalu kumasukkan tempat sampah. Selesai. Aku mandi dan bergegas ke kantor.
            Bayangan tikus mati, darah di mana-mana tadi pagi, nyaris aku lupakan. Balik dari kantor, baru kuingat bola lampu kamar belakang, mati. Aku mampir dulu ke toko kelontong  kecil yang menyatu dengan warung ronde, di ujung gang dekat rumah, buat beli bola lampu.
            Duuuh! Wanita tua itu lagiiii?? Aku mengerjapkan mata, berusaha meyakinkan dengan penglihatanku.. Perempuan yang semalam kutemui di rumah, ternyata ada di warung ronde ini. Dia mondar mandir di balik meja, tapi tidak melakukan apa-apa. Hanya melihat kesibukan seorang perempuan muda yang lagi menghitung-hitung sesuatu. Oooh, mungkin belum ada pembeli. Mereka masih nyantai..
            Entah kenapa, perasaan nggak enak kembali menyergap. Apalagi pas perempuan tua itu tiba-tiba sadar, aku memperhatikannya dari tadi. Dia menatapku, tajam… Aku senyum. Ya, setidaknya dia kan inget aku tetangganya, bahkan dia pernah ke rumah. Wuusss! Tapi dia diam saja… Tanpa ekspresi. Seolah-olah, kami tidak pernah bertemu sebelumnya.
            Bbbbr,…Bulu kudukku kembali meremang. Aneh. Kok bersamaan dengan anjing tetangga yang melolong, menggiriskan suaranya. Wanita tua itu masih memperhatikan aku dengan dahi berkernyit…. Sementara perempuan muda yang bersamanya, ketika melihatku malah senyum, sambil menganggukkan kepala… “Mampir masss…” katanya.
            Aku menggeleng, senyum.
            “Makasih Mbak…Saya buru-buru, masih capek abis pulang kantor,” kataku lagi, sambil menerima uang kembalian dari penjaga toko. Penjaga toko kelontong itu mengerutkan keningnya, seperti terheran-heran melihat aku memperhatikan warung ronde itu…
            “Ngomong sama siapa mas?” tanyanya… Aku senyum sambil menunjuk perempuan muda itu… Penjaga toko itu masih mengeryitkan dahi. Mmm, pasti sebentar lagi aku digosipin deh.  Cowok kecentilan menggoda penjaga warung ronde hahahahaha…
*******
            Dua malam berturut-turut, tidurku nggak pernah bisa nyenyak. Gimana mau lelap, kalau lolongan anjing itu selalu saja terdengar, bersamaan dengan udara dingin di tengkuk. Sampai bulu romaku berdiri. Kalau kuintip, aku sering melihat wanita tua itu tengah jalan sendirian, sambil mengepit tas lusuhnya yang terbuat dari anyaman daun pandan.
            Paling membetekannya lagi, selalu kutemukan ceceran darah di teras. Bangkai tikus yang dicabik-cabik. Astaga. Seperti diteror saja… Tiap pagi musti membersihkan bangkai tikus yang badannya sudah nggak utuh lagi…
            Malam ini, lagi-lagi badanku menggigil. Pas kulihat dari jendela, wanita tua itu jalan terhuyung-huyung sendirian. Astaga tuh nenek. Masa selalu jalan tengah malam gini. Atau jangan-jangan, dia bukan manusia beneran? Alias hantuuuuu??
            Badanku lagi-lagi menggigil, bersamaan dengan ketukan di pintu. Tamu? Aku ke depan dengan ragu.. Salah alamat atau memang tamu iseng, tengah malam begini? Aku membuka pintu… Andaikan dia orang jahat, aku sudah berjaga-jaga. Biar begini kan aku bisa bela diri… Dulu pernah ikut padepokan pencak silat…
            Dugggg! Pintu terbuka. Wanita tua itu sudah berdiri di situ… Aku menggigil, takut sendiri… Inget gimana dia suka jalan malam-malam sendiri… Inget gimana dia tiba-tiba menghilang, ketika aku tengah mengambilkan kue ….
            “Boleh minta air minumnya nak???” Aku tergagap, nggak menjawab. Sampai wanita tua itu memandangku dengan tatapan heran…
            “Nak…”
            “Oohhh… iya…iya Nek, sebentar ya… Saya ambilkan. Nenek duduk saja dulu di dalam…” kataku, sambil buru-buru ke belakang. Aku nggak mau basa basi lama-lama. Perasaanku mengatakan, ada yang nggak bener sama wanita ini…
            Betul kan! Pas aku balik wanita tua itu sudah nggak ada di sana. Hanya baunya yang semerbak pandan itu tercium. Aku menggigil. Pintu ruang tamu masih terbuka lebar. Pas aku mau tutup, seorang perempuan cantik  kulihat berdiri di deket pagar rumah. Ohhh, penjaga warung ronde itu. Berarti tadi dia mencari ibunya kali…
            “Mbak, cariin Ibu yang sama mbak di warung itu ya?” tanyaku, sambil keluar menghampiri tuh cewek. Perempuan ini senyum, mengangguk.
            “Ya, saya cari Ibu.. Bu Ijah, ibu saya..Biasanya lewat sini…” katanya, sambil meremas-remas dompet yang dia pegang. Sepertinya dia gelisah. Kasihan. Aku senyum, lantas kutunjukkan arah itu itu biasa pergi..
            “Tadi mampir ke sini, entah kok tiba-tiba menghilang..Kayaknya ke sana deh,” kataku. Dia senyum, tanpa banyak bicara trus meninggalkanku sendiri. Aku menggeleng-gelengkan kepala, pas anjing tetangga kembali melolong. Lama-lama kutimpuk juga tuh anjing…Bikin jantungan aja!
***********
            Sore ini, sepulang kantor sengaja aku jajan wedang ronde bareng Dito, tetangga samping rumah. Kami memang berteman baik. Kalau nggak jogging pagi bersama, kadang juga nonton bioskop bareng… Tepatnya sejak aku pindah kompleks sini, tiga bulan yang lalu. Mungkin karena dia sebayaku… Jadi kami nyambung.
            Aku senyum, pas melihat perempuan muda itu mondar mandir di dapurnya yang terbuka, jadi kelihatan sama tamu yang beli ronde. Sementara wanita tua yang biasa kulihat malam-malam, nggak henti menatapku. Aneh nih ibu..Perasaanku makin nggak enak… Sementara seorang cowok yang kutebak usianya nggak lebih dari 20 tahunan, sibuk meladeni pembeli.
            “Ngapain lo senyum-senyum?” tanya Dito. Aku tertawa.
            “Perempuan itu cantik juga ya…” Dito mengerutkan kening.
            “Sakit jiwa ya?!! Nenek tua diisengin…”
            Aku melotot. Dito ngaco juga becandanya. Masa aku dibilang naksir yang nenek-nenek itu??? Aku menendang kakinya. Trus kubisikin…takut ada yang denger, kan malu..
            “Cewek itu yang mondar mandir di dapur..” kataku lagi.. “Anak ibu warung kali ya?”
            Dito mendadak pucat. Dia buru-buru menyelesaikan makannya, trus mengajakku pergi dari situ… Pas memang mangkokku sudah kosong.
            “Apaan sih loooo??! Masih enak-enaknya nongkrong di situ, main tarik aja!”
            Dito nafasnya memburu, seperti orang habis dikejar maling.
            “Jadiiii…ja..jadiiiii lo bisa ngeliat juga ya???”
            Aku masih nggak ngerti….
            “Sebagian orang bisa ngelihat memang, suka digangguin ..Amit-amit, jangan sampai aku juga bisa melihatnya….”
            Aku masih nggak ngerti. Kutepiskan tangannya yang mencengkeram kerah kemejaku. Astaga. Baru nyadar, dia kok sepertinya takut banget sih????
            Dito menenggak habis air putih yang kukasih, setelah kami sampai di rumah.
            “Ndra! Warung ronde itu… pemiliknya ibu tua dan anak laki-laki yang ngeladenin kita itu saja… “
            “Trus cewek itu? Pembantunya????”
            Dito menggeleng. “Anak perempuannya yang sering kamu lihat itu, sudah lama meninggal! Dia ditemukan mati, gantung diri di warungnya. Gara-gara sebelum kejadian itu, dia diperkosa sama sejumlah berandalan anak kampung sebelah.. Pelakunya belum tertangkap. Dia mungkin nggak sanggup nanggung malu, trus bunuh diri… Memang beberapa penduduk masih sering diliatin, cewek itu…”
            Duuukkk!!! Mataku berkunang-kunang. Kepalaku pusing…. Jadi nenek yang serem itu ibu kandung perempuan yang justru sudah mati, karena bunuh diri???(Foto: berbagai sumber)

Jam Warisan Eyang



            Teng…Teng…Teng… ggggrhhh, bulu kudukku kembali berdiri. Sumpah. Andai eyang putri tidak pernah meninggalkan wasiat, buat merawat dan menyimpan jam yang ada di ruang utama rumah kami itu…sudah kujual atau bahkan, kuberikan saja pada pemulung. Kalau diperhatiin, sebenarnya bagus sih… Jam tempo dulu yang masih memakai gerendel rantai dan bandul bulat. Hanya aku nggak suka dengar bunyinya…Apalagi lewat tengah malam… Hih! Aku yang lagi pulas tidur saja, bisa tiba-tiba terbangun gara-gara mendengar suaranya. Dentangnya bikin hati nggak nyaman…
            “Udahlah, Ma…Kita jual saja atau kasih ke siapa kek tuh jam… “ kataku sama mama, ketika beliau lagi membetulkan rantainya. Karena tua dan antik kali ya… jam itu suka macet. Rantainya musti ditarik lagi, diseimbangkan. Pengen rasanya, sabotase jam itu… biar seterusnya mati dan nggak bisa digunakan lagi. Lantas mama bakal menyingkirkannya dari sini. Nyatanya, tiap aku tarik rantainya, biar nyangkut dan macet trus aku tinggalkan begitu saja… tetap saja, jamnya jalan. Heran kan! Padahal jelas-jelas aku sudah bikin rantai-rantainya kusut dan mama nggak tau soal itu, karena mama sedang pergi atau tidur di dalam. Tetap saja…jam itu kembali “hidup”!
            Bicara soal umur, memang warisan eyang putri ini umurnya jauh lebih tua dari umurku. Bayangin saja, katanya nih alat penunjuk waktu itu dulunya milik eyangnya, eyang putri. Waduuuh! Bisa dibayangkan dong, silsilahnya ribet banget. Dari eyangnya diwariskan ke eyang putri… Celakanya sekarang jatuh ke tanganku…
            Jaman dulu, barang beginian pasti berarti banget. Bahkan boleh dibilang, termasuk barang mewah. Nggak semua rumah bisa memajangnya. Tapi sekarang? Ketika orang-orang sudah pegang IPhone4, Ipad, BB, ….jam seperti ini sudah masuk kategori barang antik. Coba saja cari yang barunya, pasti nggak ada. Andai pengen beli, musti ke toko barang antik atau kolektor khusus.
            Bbbbrrr…. Dingin. Perasaan nggak lagi hujan di luar sana, kenapa kamar rasanya dingin banget ya… aku rapatkan baju tidurku, sambil membuka beberapa pesan yang masuk ke handphone. Sekilas kulihat, jam di dinding sudah lewat jam 12 malam… ketika hp yang kupegang, tiba-tiba bunyi. Nomornya masih asing…Siapa pula orang yang nelpon jam segini… Iseng banget!
            “Ya, halooo….siapa nih?” tanyaku dengan nada berat, begitu mengangkat HP.
            Tik…tik…tik…. Aneh. Hanya suara tetesan air saja yang kedengaran, tidak ada siapa-siapa di seberang. “Halooo..siapa ya???” tanyaku, sekali lagi… Sunyi… tetesan air itu saja yang terus terdengar. Artinya nih orang sengaja membuka line telphone, dengerin suaraku, tapi dia nggak ngomong sama sekali. Kurang ajar banget. HP kumatiin, bersamaan dengan air dingin yang meniup tengkuk dan kulit tubuhku yang tidak tertutup baju tidur membuatku berjingkat…kedinginan. Bbbbrrr…
            Bing! Hpku bunyi lagi. Nomor yang sama. Mmm, maunya apa sih nih orang. Jangan-jangan tadi dia mau bicara, tapi sinyalnya nggak bener? Kenapa suara tetes airnya malah kedengaran begitu jelas?? Aku berusaha cuek, sampai akhirnya entah ke berapa kalinya HP bunyi, baru kuangkat.
            “Ya, haloooo…Malemmm…Siapa ya?”
            Sepi. Tik…tik…tikk…. Suara air yang menetes itu lagi. Huh! HP kumatiin, kulempar begitu saja ke atas tempat tidur. Sementara aku turun dari kasur, lantas pindah duduk di kursi. Kulihat bayangan wajahku di cermin, aduhhh sudah mulai berantakan nih rambut. Belum sempat ke salon, buat dirapiin…
            Sambil menyisir, aku memeriksa beberapa perlengkapan kosmetik di meja rias yang mulai habis. Ketika sisirku tiba-tiba jatuh. Malas, aku menunduk, mengambilnya, ketika aku balik melihat cermin… Dueerr! Astagaaa! Seorang wanita bergaun ala nyonya-nyonya Belanda kelihatan jelas banget di cermin… Rambutnya blonde, ikal, digelung sebagian, trus wajahnya yang tirus menatapku dengan tatapan dingin… Glek… Berarti dia sekarang ada di belakangku???  
            Tubuhku bergetar hebat. Berulangkali aku mengerjapkan mata, berharap apa yang kulihat di cermin itu hanya halusinasi. Nyatanya nggak… Wanita berkulit putih, hidung mancung dengan rambut blonde itu masih jelas-jelas berdiri di sana….
            Jantungku berdebar nggak beraturan. Ingin teriak, suara rasanya tercekat di tenggorokan. Lidah ini kelu. Bahkan buat mengecap saja, rasanya nggak sanggup… Lamat-lamat kudengar musik jaman dulu itu mengalun.. Lagu buat orang-orang berdansa.  Lantas masih melalui cermin di depanku, kulihat wanita itu tersenyum lebar lantas dia mulai menggoyangkan badannya ngikutin irama… Ayun kiri, ayun kanan… Gila! Bisa mati berdiri aku kalau gini caranya.. Leher  dan punggung ini sampai rasanya kaku, saking tegangnya…
            Sssrrrr…. Angin kembali bertiup. Kulihat korden di kamar juga bergerak, melambai seperti kena angin. Meski sebenarnya, jendela kamar sudah ditutup sejak sore tadi…perlahan-lahan, aku mulai bisa menguasai keadaan. Berusaha tenang, meski jelas-jelas mataku melihat ada orang lain di kamar ini melalui cermin…Hanya dalam satu kali sentakan, aku langsung balik badan. Biarlah, kalau memang wanita itu benar-benar manusia, aku akan hadapi. Kalau bukan….
            “Maaf, siapa…. “ Duenggg! Nggak ada siapa-siapa! Pas balik badan, perempuan itu sudah tidak ada!
            Lamat-lamat alunan musik buat berdansa itu, masih terdengar. Kayaknya lagu Belanda deh. Soalnya aku pernah denger liriknya seperti kalau Eyang Putri bicara sama Mama… Ya, maklum , eyang kan dulu pernah sekolah bareng noni-noni Belanda. Karena eyangnya eyang putri, waduhhh ribet banget ya nyebutnya.. pemilik perkebunan tebu dan cengkeh yang berbisnis sama orang-orang Belanda. Bahkan katanya nih, generasi terdahulunya juga membeli rumah ini langsung dari orang Belanda. Sampai sekarang bisa kelihatan kan, arsitekturnya asli kayak rumah-rumah Belanda, belum lagi sebagian furniturenya. Sampai aku pernah bilang sama mama, ini rumah atau museum sih?
            Fiiuhhh! Aku buru-buru ke kamar mandi, membasuh muka dengan air. Lantas, kembali  sembunyi dalam kasur, berusaha untuk tidur. 
*************
            Teng…teng…teng…. Nah lho, bunyi lagi deh. Perasaan nggak enak, langsung menyergap, bersamaan dengan perut yang melilit. Kayaknya musti ke kamar kecil. Bete. Kamar kecil kan di belakang…Jam segini, aku paling malas ke belakang. Musti buka pintu pembatas antara ruang tengah dan belakang, pula. Maklum, rumah peninggalan Belanda. Masih kuno, luas dan banyak pintu serta jendelanya yang . Biar gede juga, aku malas…
            Aduuhh, perut. Tega banget sih, jam segini tiba-tiba protes. Nggak tau, orang lagi setengah ngantuk plus takut.. Salahku juga, sore tadi ngerujak bareng sama Sita, Gangga dan Vika sepulang dari kantor. Udah super pedes sambelnya ditutup dengan minum es dogger pula. Jelas aja kali, sekarang berontak..
            Malas-malasan, aku turun dari tempat tidur. Perasaan gamang dan nggak enak ini berusaha dibuang jauh-jauh. Nggak boleh cemen! Kemarin itu halusinasi, karena keseringan nonton film dan baca novel… Lamat-lamat, aku menajamkan pendengaranku. Sepi kok! Nggak ada siapa-siapa. Mama memang lagi tidur di rumah Bu Lik Tika, adik bungsu mama di Tebet.
            Teng…teng…teng… Yaellahhh itu jam, kenapa bunyi pula siiihh! Glondanggg! Astaganaga.. aku sampai lompat, mau balik ke kamar pas sampai di ruang tengah. Suara apaan lagi! Kulihat kotak berisi koran dan buku yang diletakkan dekat televisi ruang tengah, terbalik. Seekor kucing warna hitam, duduk di sana! Matanya yang berkilat-kilat ketika ketimpa cahaya lampu itu menatapku, seperti mengendus sesuatu..
            Bulu kudukku kembali meremang. Tangan ini gemetaran, nggak bisa dikendalikan lagi, menyusur dari belakangku kurasakan angin begitu dingin. Tengkukku seperti ada yang ngelewatin, udara dingin sedingin isi freezer…dan lagi-lagi, lagu itu terdengar… Awalnya sayup-sayup saja suaranya, lama-lama makin jelas.. Ya, kalau nggak salah kudengar..Monalisa, Monalisa…astaga, itu kan lagu yang sering diputar sama eyang putri dulu…
            Aku sampai nggak inget lagi, alasanku  keluar dari kamar…Apalagi ketika wanita separoh baya dengan dandanan ala nyonya-nyonya Belanda  itu tiba-tiba sudah berdiri, nggak jauh dari tempatku berada. Hanya berjarak nggak lebih dari dua meter di sampingku! Dia menatap dengan pandangan sama, seperti kemarin. Dingin. Tanpa ekspresi. Seperti tatapan seorang guru, ibu, atau pengawas yang lagi menghakimi anak didiknya..
            Glek lidahku kelu. Langkahku surut mundur,  ketika tiba-tiba perempuan itu bergerak…Astaga! Dia mau nyamperin? Oh nggak.. ternyata dia hanya menggoyangkan badannya, lambat-lambat, kelihatan begitu menikmati.. Badanku bener-bener kaku. Sulit digerakkan…Antara takut, bingung, stress, campur aduk menjadi satu…
            Pelan-pelan aku beringsut mundur, kayaknya lebih baik balik ke kamar. Perut yang tadinya mules, sampai sembuh dengan sendirinya.  Tapi lagi-lagi… degggg! Seorang lelaki separuh baya, sudah berdiri di sana. Tepat di belakangku! Bajunya rapi, kayak meneer-meneer Belanda dulu.. Wajahnya tirus. Meski sisa-sisa kegantengannya di masa muda masih kelihatan jelas… tapi kulitnya sudah keriput. Langkahnya juga gontai, seperti mau jatuh..
            Laki-laki itu menatapku. Bola matanya yang kebiru-biruan, bagus itu, nggak lepas menatapku dalam-dalam. Sampai rasanya tersihir, aku nggak bergeming dari situ..sama-sama menatapnya… Tengkukku dingin, seperti ada angin bertiup di sana, ketika aku mengoleh. Ampuuuuun! Wanita Belanda tadi sudah di sampingku!! Tepat hanya beberapa senti saja, wajahnya dari wajahku. Sampai-sampai deru nafasnya itu terdengar, aroma nafasnya yang begitu wangi dan manis, seperti vanila itu langsung tercium…
            Dia kelihatan nggak suka, matanya berkilat marah… Aduh! Masa sih, aku dicemburuin? Gara-gara cowok itu merhatiin dan mendekati aku ya? Lagipula dia kan seumuran eyang aku, ngapain coba aku mau dan godain lakinya?? Jalan saja sudah repot….
            Gila! Meski ketakutan level 10, aku masih saja bisa berpikir seperti itu. Ah, bodo! Aku nggak boleh kalah dan diperbudak halusinasiku sendiri. Kupastikan siapa pun yang kulihat ini boongan. Pasti aku mimpi, kecapekan dan mikir nggak-nggak…
            Aku berusaha cuek, terus saja balik badan mau ke kamar, berusaha menganggap apa yang kulihat ini nggak nyata. Ketika sebuah tangan terasa menepuk pundakku. Tangan yang jari-jarinya lentik itu menepuk bahuku,  hingga membuatku terpaku. Lantas nekad, aku tarik nafas trus jalan!  Buuuukkkkkk! Sentakan itu terasa di pundak. Kayaknya tuh perempuan benar-benar menarikku dari belakang dan dalam satu sentakan saja, aku sudah jatuh, terpelanting ke belakang. Aku sempat melihat wanita dan laki-laki itu menghampiriku yang terkapar di lantai, sebelum akhirnya semuanya gelap. Aku pingsan.
            Heran. Nggak tau, apa arti bayangan yang kulihat semalam. Karena esok paginya, aku sudah berada di tempat tidur. Seolah, nggak pernah terjadi apa-apa. Berarti aku mimpi dong, berada di ruang tengah, melihat laki-laki dan wanita Belanda itu???
            Kenyataannya? Beberapa kali, aku masih saja ngerasa ada orang lain selain aku dan mama di rumah… Kalau malam, terutama ketika jam itu berdentang lewat pukul 12 malam, aku selalu merasakan keganjilan.. Entah denger lagu buat dansa, ngerasa suhu udara tiba-tiba begitu dingin, dengar suara orang mondar-mandir di ruang tengah, bahkan…. pernah kulihat, wanita Belanda itu duduk sendiri di kursi ruang tengah sambil menangis lirih, menyayat hati suaranya….
            Semua itu berusaha aku abaikan, karena pasrah. Kalau pun aku hadapi, samperin atau aku utak atik, akunya sendiri ntar yang stress.. Lebih baik, pura-pura nggak tau, pura-pura nggak lihat. Asal dia nggak mengusikku, cukup. Sengaja, aku tidak pernah menceritakan kejadian ini sama mama… Karena kupikir juga baru-baru ini saja aku rasakan, tepatnya sejak eyang putri meninggal …Kasihan. Ntar mama malah mengaitkannya sama meninggalnya eyang putri..
            Malam ini, kata Sita malam Jum’at Kliwon. Kata orang, lagi serem-seremnya. Aku sih, nggak mau percaya gituan. Makanya ketika banyak tugas kantor kubawa ke rumah, nyantai aja aku lembur sampai malam…
            Sreeeettttt… Suara itu datang dari ruang tengah. Lantas lagu dansa itu mengalun. Kupikir, ah pasti tuh “temanku” yang lagi di ruang tengah, muncul. Aku kembali menyelesaikan pekerjaanku, ketika tiba-tiba teringat, kalau aku belum masukin sisa sayur ke dalam kulkas. Aduh, pasti besok sepanci besar sayur lodeh masakan mama bisa basi kalau nggak masuk kulkas…
            Sambil merapatkan baju tidurku, kubawa botol minumku yang sudah kosong, aku beranjak keluar kamar. Niatnya ke dapur… Teng…teng…teng… Pas pintu kamar kubuka, astagaaa… Kulihat perempuan tua yang biasa berdua dengan pasangannya itu, nggak sendiri.  Beberapa anak kecil dan seorang wanita muda bersamanya… Mereka kelihatan menikmati lagu yang tengah diputar, kalau di Jawa seperti kumpul-kumpul keluarga… Aku tersentak, kaget. Meski biasa melihat wanitua tua Belanda itu, tapi aku nggak pernah membayangkan bakal nambah “teman”  di sini…
            Herannya, mereka juga nggak peduli ketika aku muncul. Seolah nggak ada aku di situ. Aku menarik nafas, lega. Ah, tenang-tenang…. Nggak boleh panik. Andaikan itu yang suka dibilang makhluk halus, biarlah…asal jangan gangguin aku! Degggg! Aku habis ngebatin begitu, tiba-tiba seorang bocah perempuan yang rambutnya dikucir dua, berpita menghampiriku.. Tangan mungilnya itu memegang tanganku…Dingin!
            Astaga.. Aku belum sepenuhnya sadar, apa yang terjadi, ketika tiba-tiba perempuan tua yang biasa kulihat itu menghampiriku. Dia kelihatan begitu marah, ketika bocah perempuan ini mengenggam tanganku dan berusaha menarikku, ikut bermain bersamanya.
            Aku belum sempat berkata apa-apa, ketika perempuan tua itu sudah berada tepat di depanku. Nafasnya yang wangi dan dingin itu terasa begitu jelas tercium, dan bisa kurasakan.. “Maaa….maaaffff….Anda…” Aku belum menyelesaikan ucapanku, ketika dia sudah mendorongku dengan kekuatan luar biasa, hingga aku terdorong ke belakang, punggungku sampai nabrak pintu kamar dan aku jatuh terjajar di lantai. Gelap!
********
            Minggu pagi, kulihat sebuah mobil dengan bak terbuka datang dan membawa jam tua itu pergi. Mama kelihatan berat sekali melepaskannya, sampai aku nggak tega. Memang mama pernah cerita, dia begitu sayang sama jam itu karena waktu kecilnya suka main-main rantai dan bandul jam itu bersama eyang putri…
            Mama bilang, lebih baik jam itu dilepas saja ke toko barang antik yang mau membelinya. Ternyata, sejak eyang meninggal, mama tau ada yang nggak bener dengan jam itu… Beliau juga suka melihat yang aneh-aneh, tapi nggak pernah cerita ke aku… Puncaknya malam Jum’at kemarin, ketika mama menemukan aku pingsan di depan kamar dengan kepala memar. Dokter yang memeriksaku bilang, aku gegar otak ringan. Mama menyesal, karena sebenarnya beliau pernah membaca diari eyang putri yang mengatakan, jam itu musti “dirawat” atau kalau mulai mengganggu, boleh dijual atau diserahkan kepada orang lain.
            Beberapa robekan surat yang sudah sangat lusuh, dan tulisan eyang menjelaskan, rumah kami dari dulu kan ditinggali oleh orang Belanda. Suatu ketika, pemilik rumah kerampokan. Seluruh keluarganya dibantai. Sepasang kakek nenek, putri perempuan dan cucu-cucunya… Menurut mereka yang percaya, pas jam itu berdentang… energi korban terperangkap di sana. Energi dari rohnya masih tetap tinggal di situ.. Makanya sampai detik ini, bayangan aneh, gangguan suara-suara itu suka muncul… 
            Satu-satunya cara, berikan jam itu ke orang lain… Entah kisah itu benar atau tidak,  tapi sejak jam itu nggak ada lagi di rumah, aku tidak lagi mengalami gangguan apa-apa.(Foto: berbagai sumber)