Selasa, 06 September 2011

MISTERI SEEKOR KUCING HITAM


           Kucing hitam itu lagi? Bulu kudukku meremang. Dingin, tengkuk ini.  Lamat-lamat, suara langkah kaki yang diseret, kembali terdengar, bertepatan dengan bayangan kucing hitam yang terlihat di balik korden jendela. Kalau tidak salah, sumber suaranya berasal dari kamar sebelah. Ruang kosong yang baru kusiapkan, untuk dijadikan ruang kerja dan perpustakaan pribadi.
            Tak…tok…tak…tok…Lagi-lagi suara ketukan itu, jelas terdengar. Nada-nadanya ada orang sengaja, mengetuk-ngetuk pintu. Belum sempat kubangkit dari duduk, bretttt…prangggg! Ampun, apalagi tuh? Buru-buru, aku ke ruang sebelah. Jangan-jangan, pencuri? Dugaanku salah. Begitu pintu dibuka, tak ada siapa-siapa di sana. Hanya bingkai foto yang baru dipasang di dinding siang tadi, hancur. Pecah berantakan di lantai. Seluruh ruangan, masih seperti kemarin. Kosong. Hanya ada tumpukan kardus, berisi buku-buku koleksiku yang belum ditata di rak-nya.
            Bbbbrrrr! Entah kenapa, lagi-lagi bulu romaku berdiri. Dingin begitu menggigit, padahal ruangan ini jelas-jelas pengab, tanpa ac dan semua jendela terkunci rapat. Aroma cendana, terasa begitu menyengat tiba-tiba, bersamaan dengan pintu kamar yang seperti dibanting, menutup sendiri! Belum sadar, apa yang tengah terjadi, kurasa ada sesuatu yang menahan kakiku begitu kuat.  Astaga, tangan…tangan itu….? Brukkk! Detik berikutnya, aku pingsan!
            Pagi ini, badan seperti terbelah dua. Sakit semua. Persendian, tulang-tulang, seakan copot. Linu. Gimana nggak sakit, semalaman tertidur di lantai. Yup! Bangun-bangun aku masih meringkuk di lantai, ruang sebelah kamar tidurku. Entah, apa yang terjadi semalam. Terakhir yang kuingat hanya, ada seseorang yang memegang kakiku begitu kuat. Hingga aku terjerembab ke lantai… Setelah itu, kesadaranku hilang.
            Waduh, jangan-jangan pencuri? Tapi nggak tuh…Selesai mandi dan menghabiskan sarapanku, kupastikan di setiap sudut rumah, tak ada tanda-tanda orang memaksa masuk semalam. Barang-barang berharga, seperti DVD, laptop, LCD TV, semuanya…utuh di tempatnya. Lantas, siapa orang yang iseng, menggangguku?
******
            Banyak orang bilang, I don’t like Monday. Ya, iyalah…secara, baru saja beristirahat di akhir pekan, musti buru-buru ngantor lagi pagi-pagi. Belum lagi, jalanan macet di mana-mana. Nyaris, aku terlambat sampai ke kantor. Untung saja, hari ini nggak ada jadwal meeting atau jalan ke tempat klien. Kalau nggak, bisa-bisa tewas di jalan. Ngantuk nggak bisa ditahan, hingga kopi yang di mejaku ini sudah merupakan gelas yang kedua…
            “Lembur ya semalam? Kucel banget!” Andes, cowok berambut kriting yang mengingatkanku pada vokalis Nidji itu, sudah duduk di depan mejaku, tanpa kusadari kapan datangnya. Bener-bener nih, lagi nggak fokus…
            “Nggak lembur, tidur cepet kok…”
            “Kok mata kamu cekung banget ghitu…Nggak seger!” celetuk cowok itu lagi, sambil nyodorin dua map, berisi berkas-berkas yang musti aku periksa. “Jangan kebanyakan kopi, nggak baik…”
            Begitulah, Andes. Kelihatannya paling cuek dan slengean di kantor. Tapi ngomongin soal perhatian sama teman, dia nomer satu. Padahal kami baru dekat, setahun belakangan ini, setelah sebelumnya dia bertugas di kantor cabang yang ada di Yogyakarta.
            “Heiiii…Jane! Kamu sakit? Jangan dipaksain kerja…” tegur Andes, mengejutkan.
            “Soriiii…..memang badan sakit semua, tidurnya nggak bener.”
            “Nggak bener? Kamu jumpalitan ya…atau kebanyakan mimpi?” Pemilik mata kecoklatan yang berdarah blasteran Belanda Jawa itu tergelak.
            “Ngaco! Ketiduran di lantai, tahu! Makanya, bangun-bangun, badan sakit semua…”
            “Lha, lagian kok sampai segitunya tidur di lantai? Keasyikan baca?”
“Nggak… Nggak banget! Aku ngerasa ada yang aneh di ruang sebelah. Pas dicek, tiba-tiba aku hilang kesadaran. Bangun-bangun udah pagi dan aku benar-benar tertidur di lantai.”
 Andes yang semula becandain aku, mendadak terdiam, sepertinya dia ngerasa bersalah.
“Maaf, Jane.  Tahunya serius, masalah kamu. Jangan-jangan, memang ada orang asing di rumah kamu? Lagian kan sudah kupesan wanti-wanti, jangan nekad pindah kontrakan duluan sendiri. Tunggu, adik kamu Juna balik dari studinya di Surabaya.
            “Udah kuperiksa, semua pintu dan jendela terkunci. Nggak ada orang lain di rumah selain aku. Barang-barang juga utuh kok…”
            “Lantas, siapa dong? Masa hantu? Wah, kamu perlu selametan dulu tuh…Butuh kupanggilin Pak Ustad, kenalan baik keluargaku? Istilahnya, tiap masuk rumah yang baru akan didiami, musti diselametin dulu…”
            Aku tergelak. Dasar, kejawen banget cowok ini. Wajahnya saja yang kebule-bulean, tapi adat istiadat Jawa dari mamanya, masih dia pegang banget.
            “Husss! Malah ngetawain. Ya, okelah kamu nggak pernah mau percaya begituan…Gini aja, kamu ijin setengah hari? Istirahat. Lagian hari ini, kita nggak ada meeting. Bilang saja sama Pak Ferry. Pasti dia ngertiin kok….”
            It’s okey…Thank you banget perhatiannya ya… Cuma pegal biasa. Masuk angin kali. Ntar juga baikan. Kalau ijin tengah hari, numpuk kerjaan besok. Lebih males lagi…”
            Andes menggeleng-gelengkan kepala. Dia tahu, aku paling keras kepala kalau soal ijin kantor. Nggak suka kabur-kaburan, kalau nggak benar-benar tepar.
            Untung, kerjaan hari ini masih bisa kuselesaikan tepat waktu. Yah, meski sesekali disamperin Andes. Soalnya ada beberapa point yang butuh dikoreksi. Kulirik jam di dinding, kelihatannya lima belas menit lagi bisa pulang nih…
            “Udah, pulang saja….Lagian, Pak Ferry udah nggak ditempat kok…” ledek Andes yang muncul tiba-tiba di samping meja kerjaku. Sambil mengerling nakal, dia sodorkan semangkok ronde.
            “Kutahu, kamu nggak enak badan. Masuk angin…Ronde, bagus lho buat menghangatkan badan. Tadi beli di jalan, sepulang dari kantor klien,” jelas cowok bermata bulat dengan hidung bangir dan sebuah tahi lalat kecil di atas bibir itu.
            “Ampunnnn…baik bener sih? Sogokan ya?”
            Dia tertawa, ngakak.
            “Benerrrr….Sogokan, biar kamu bisa diajak becandaan lagi. Nggak diam, lemes, diam seharian, seperti hari ini…” Mmm, andai ada cermin, pasti bisa kulihat kedua pipiku memerah, karena tersipu malu dapat perhatian seperti ini.
**********
            Kreeeetttttt….kreeetttttttt…. Suara itu?  Baru saja terlelap, aku seperti mendengar suara kuku yang beradu dengan dinding kayu. Suaranya begitu berisik dan menggiriskan hati, sampai-sampai membuatku terbangun. Mimpi? Nggak juga…Nyata kok, kedengarannya.
            Lamat-lamat, suara langkah seperti diseret itu terdengar. Begitu jelas dan dekat…Aduh! Bukankah asalnya dari depan pintu kamarku? Sepertinya, “dia” lewat di depan kamar??? Bulu kudukku tiba-tiba meremang. Tangan dan tengkukku terasa dingin, tapi keringat di kening tak bisa kubendung. Bersamaan dengan suara gaduh di ruang sebelah, seperti ada orang membongkar sesuatu, kubisa mencium aroma cendana itu lagi….
            Nggak, nggak boleh takut! Meski gemetaran, kupaksakan diri bangun dari tempat tidur. Sebelum keluar kamar, kuambil raket tennis. Buat jaga-jaga. Andaikan dia maling, setidaknya aku bisa menghajarnya.
            Satu…dua….tiga….Aku melangkah mengendap-endap ke ruang sebelah, setelah kupastikan di ruang tengah kosong. Gila! Makin dekat, suaranya makin jelas. Berisik, gaduh. Jangan-jangan, perampok yang kecewa karena tidak menemukan benda berharga? Tapi…. Blassss! Pintu terbuka dan kosong! Tak ada siapa-siapa. Kardus-kardusku yang berisi buku, jungkir balik nggak keruan. Sebagian buku yang sudah kutumpuk di atas meja juga, jatuh berserakan di lantai. Kerjaan siapa sih?
            Entah kenapa, bulu kudukku merinding. Dingin itu kembali terasa ditengkuk, bersamaan dengan aroma cendana menyengat. Sampai baunya membuatku mual dan terbatuk-batuk.
            Kuperiksa kembali jendela kamar, masih sama! Terkunci rapat. Lamat-lamat, terdengar suara kucing mengeong. Lirih. Hah, malam-malam gini ada kucing? Jangan-jangan kucing hitam yang sering kulihat bayangannya, melintas di samping kamar tidur? Perasaanku jadi gamang. Mau nggak mau, aku inget cerita eyang putriku dulu. Ibu dari mama yang mengatakan, kucing hitam pertanda buruk.
            Bau itu…Huueeekkk! Nyaris, aku muntah. Cendananya lebih kuat dari aroma parfum yang kukenal. Sangat memabukkan dan bikin mual! Aku terhuyung-huyung, pusing. Migrainku mendadak kambuh. Soal bau-bauan aku memang paling anti, apalagi yang begitu menyengat.
            Belum juga kesadaranku pulih, tiba-tiba kurasakan seperti ada seseorang yang menggeram, melenguh berat. Nadanya mirip orang menahan marah, lantas…Bukkk! Kakiku…Entah darimana datangnya, kaki ini seperti ada yang mencengkeram. Dingin, sangat dingin dan kuat, sampai-sampai badanku limbung dan nggak sempat lagi melihat siapa pelakunya…. Gelap! Aku pingsan!
**********
            Capek. Kesal. Marah. Tetapi juga takut, bercampur aduk menjadi satu.  Belum genap dua minggu tinggal di kontrakan baru, badanku sudah sakit semua. Kalau nggak ketiduran di lantai ruang sebelah, sampai pagi, pasti aku ditemukan Bik Surti pembantu rumah yang datang pagi, tengah tergeletak di depan kamar dalam posisi seperti orang tertidur lelap. Padahal seingatku, aku bukan tipe orang yang bisa mimpi, sambil berjalan, lantas tidur di sembarang tempat.
            Ketakutanku juga makin menjadi, karena jelas-jelas kulihat bekas telapak tangan di dinding ruang kerjaku. Seperti tapak orang, entah laki-laki atau perempuan…tapi kuingat banget, tanda itu tak pernah ada sebelumnya. Belum lagi, kejadian aneh yang selalu menghantui… Seperti kemunculan kucing hitam, suara-suara berisik di tengah malam, bahkan barang-barangku yang diberantakin.
            “Gangguan tidur lagi? Ada yang bisa kubantu?” Andes, lagi-lagi cowok itu paling bisa ngebaca pikiranku. Segelas kopi dia sodorkan di meja, tepat di depanku.
            “Pusing saja, selalu terganggu kalau tidur. Padahal kuyakin, nggak ada siapa-siapa di rumah…Tapi masa sih, hari gini masih percaya yang aneh-aneh dan nggak masuk logika?”
            Andes mengerutkan dahi, serius. Lantas dia menarik kursinya, hingga duduk begitu dekat denganku.
            “Bener ya…Ada masalah di rumah baru kamu? Kubantuin ya… Sabtu besok, kuajak ustad kenalanku buat ke rumah kamu. Boleh? Ya, minimal buat didoakan, biar kamu lebih tenang….”
            Aku mengangguk lemah. Ya, pikir-pikir tidak ada salahnya cowok itu mengajak seorang ustad ke rumah. Sudah lama juga, aku tidak menerima siraman rohani. Kebanyakan mikirin kerjaan dan pindahan rumah.
*********
            Sabtu Malam Minggu, entah mengapa perasaanku lebih adem. Mungkin juga karena siang tadi, kusudah menerima siraman rohani dari ustad yang diajak Andes ke rumah. Nggak hanya itu saja, beliau juga ikut mendoakan keselamatanku di rumah baru ini….
            Tok…tok..tok….Suara orang mengetuk pintu? Aku menggeleng-gelengkan kepala. Mungkinkah halusinasi? Jam segini, masih saja ada orang bertamu? Tapi ketukannya itu tak berhenti juga, hingga kuputuskan untuk membukanya. Kupastikan, dia bukan orang jahat, lewat jendela kulihat seorang laki-laki tua renta, berpakaian lusuh dengan kepala plontos.        
            “Malam…cari siapa, Pak?” tanyaku, begitu pintu kubuka. Laki-laki tua itu tidak berkata apa-apa, hanya menatapku dengan tatapan dingin dan sedih. Tangannya yang keriput dan tinggal tulang itu, memegang tanganku….ggggrrhhh, dingin!
            “Maaf, bapak mencari siapa? Ada yang bisa saya bantu?” tanyaku lagi….
            Laki-laki tua itu menggeleng, lantas tertunduk. Air mata mengalir deras dari kedua matanya….Duh, kenapa nih bapak? Jangan-jangan dia korban perampokan atau kelaparan karena tidak punya tempat tinggal?
            Bulu kudukku entah kenapa, tiba-tiba meremang. Dingin di tengkuk, terasa begitu jelas. Belum lagi, aroma cendana….Dan, astaga…Kucing hitam! Seekor kucing hitam, duduk tak jauh dari tempat kami berdiri. Matanya yang kehijauan berkilau tertimpa cahaya lampu, seperti menatapku dalam-dalam….
            Duh, kenapa perasaanku jadi nggak enak gini ya? Bukannya tadi, sudah tenang karena didoain? Kucoba membaca doa sebisanya dalam hati, meski sebenarnya jantungku serasa mau copot….
            Bapak tua itu kembali menggenggam tanganku, erat. Lantas di luar dugaan, dia mencium tanganku…. Ampun, nggak semustinya orang setua itu mencium tanganku. Belum hilang kagetku, dia sudah berbalik pergi dan menghilang di kegelapan malam. Laki-laki tua yang aneh!
**********
            I Like Monday! Boleh dikatakan, begitu sekarang….Tidurku jauh lebih nyenyak dari biasanya, hingga ke kantor pun semangat. Sengaja, kubawakan sekotak brownies bikinan sendiri buat Andes. Tanda terima kasih….Mungkin juga, karena didoakan, aku jadi lebih tenang….
            “Udah baikan, Jane? Nggak ada masalah lagi kan?” tanya Andes, begitu melihat aku muncul di depan meja kerjanya.
            “Nggak…Aku bisa tidur lelap, gangguan apa pun nggak muncul. Kecuali semalam, bapak tua datang ke rumah. Tapi nggak ganggu sih…”
            “Trus???” Andes menghentikan suapan browniesnya…
            “Dia hanya mencium tanganku, trus pergi…”
            “Syukurlah….Tandanya, dia minta maaf dan pamit. “
            “Pamit?? Beliau siapa? Kenal aku ghitu?” tanyaku nggak ngerti.
            “Gangguan yang kamu alami itu, asalnya memang dari pemilik rumah lama. Seorang kakek meninggal di kamar sebelah kamar tidurmu. Entah siapa yang mencelakainya, tapi dia meninggal dengan dendam kesumat. Dia nggak mau pergi dari situ, apalagi tempatnya diusik orang asing…..”
            Deg! Jantungku serasa berhenti, tiba-tiba. Jadi, kakek tua semalam?
            “Ya, mungkin saja kakek itu mau pamitan, minta maaf sama kamu yang digangguin….Kudengar ceritanya ini juga dari sahabatku yang tinggal di kompleks itu. Tetangga di sekitarmu, suka gosipin macam-macam. Tadinya dipikir main-main. Makanya aku kaget, kamu pindah ke situ. Apalagi dengar digangguin….”
            Fiiiuhhh! Kuseka keringat yang tiba-tiba menitik di kening. Ya, semoga saja benar kesimpulan Andes. Kakek itu tidak muncul dan menggangguku lagi…(ft: berbagai sumber)

Tidak ada komentar: