Minggu, 21 Agustus 2011

surat



            Masalah Nasaruddin “curhat” melalui surat kepada SBY, lagi  diomongin minggu ini. Khususnya sejak kepulangan dia di Indonesia. Meski orang nomor satu di negeri itu sudah menjawab dengan mengatakan, tidak akan mencampuri masalah hukum yang tengah membelitnya, tapi efektif juga kan…Nasruddin bisa menyampaikan unek-uneknya.
            Ngomongin surat, kangen juga ngerasain romantismenya surat menyurat. Inget banget, gimana gw bisa curhat berlembar-lembar dengan sahabat waktu kuliah, setelah kami terpisah kota karena pekerjaan. Berantem, selisih paham dengan kawan, juga bisa diluruskan melalui surat. Biasa…kalau ngomong langsung, bawaannya emosi. Suka nggak terkontrol apa aja yang diomongin dan dipikirin. Tapi kalau dengan tulisan,  kita bisa baca dengan hati lebih adem. Minimal lebih bisa “disimak”.
            Jujur aja, gw ngerasa kehilangan romantisme itu. Berburu kartu lebaran,  kartu natal, jelang hari raya.  Bikin surat, nempelin perangko sampai ngeposin. Kini, semua terjawab dengan teknologi. Ngucapin selamat saja bisa dengan twitter, facebook, sms, bb’m, ym… Undangan juga bisa di share lewat situs internet. Nggak perlu repot menulis panjang lebar, nempelin perangko atau cari-cari amplop. Hanya dalam hitungan detik ucapan sampai. Bahkan kalau twitter atau facebook, dibaca banyak orang.
            Sayang. Bagi gw, emosinya tetap lain. Nggak bisa meletup-letup, seperti surat. Nggak bisa terlalu dalam mengekspresikan yang kita rasakan.  But it’s ok  lah.. mungkin gw yang terlalu sentimentil, suka ngoceh panjang lebar, jadi merindukan masa-masa itu. Karena satu sisi, gw juga sadar teknologi membuat komunikasi lebih simple, praktis, hemat tenaga, biaya, dan jauh lebih cepat…Nggak tunggu hari, jam, tapi bisa detik itu juga…jadi ya lagi-lagi gw  hanya bisa bilang, enjoy saja…(ft:berbagai sumber)

1 komentar:

Resto Music 25 mengatakan...

Surat itu seperti jembatan hati