Rabu, 08 Desember 2010

PACKAGING...


  Irfan Bachdim, pemain sepakbola bernomor punggung 17 itu, ngedadak ngejebol twitter, facebook, hingga infotainmen. Bukan gara-gara Timnas Indonesia mengalahkan Malaysia, Laos dan Thailand dengan angka spektakuler di piala AFF Suzuki, but karena ganteng…(kata puluhan ribu followernya). Nggak beda jauh dengan nama Jack Hanafie peserta Indonesia Mencari Bakat2 di Trans TV yang tiba-tiba diomongin di twitter. Meski sebenarnya permainan gitar dan vokalnya memang layak diperhitungnya, followernya lebih dahulu “jatuh hati” karena he’s so cute. Mmm…dua cowok ini mengingatkan saya, pentingnya “packaging” atau kemasan. Everything looks good di luar, meski we don’t know…seperti apa isinya.
            My ex boss, sekaligus guru saya pernah mengajarkan, bagaimana menarik our reader, serta membuat mereka menghargai karya kita. Beliau mengibaratkan, buah kesemek yang disusun sedemikian rupa dalam mangkuk kristal, dibanding buah kesemek yang berada dalam mangkuk biasa. Nilai buah menjadi “plus”, berkelas. Meski intinya, sama-sama kesemek. That’s it...Ide kita bisa luar biasa brilyan, karya kita spektakuler, namun ketika kita tidak mampu mengemasnya dengan sempurna, nggak akan ada yang memberi nilai lebih. Boro-boro, ngelirik…
            Soal karya, bolehlah…Memang kita tidak bisa asal, mengerjakan apa pun. Musti detail, jelas, serta tuntas. Menurunkan sebuah tulisan di media cetak yang pernah membesarkan nama saya misalnya, saya musti detail, lengkap, hingga lay out akhirnya pun ikut mengawal. Bukan sok mencampuri departemen lain (produksi), namun kita juga musti bertanggungjawab dengan kemasan yang kita buat. Tulisan sebagus apa pun, percuma. Bila tampilan lay out di majalah, asal. Atau…foto tidak mendukung, huruf banyak yang salah cetak…Namun, bagaimana soal relationship? Soal profesionalisme kerja? Hubungan antar manusia? Mustikah kita melihat dari sisi packaging dahulu?
Nggak fair? Yup! Saya sering bersinggungan dengan mereka yang punya kacamata sempit. Seorang manager group band yang lagi naik daun (kala itu), menganggap saya main-main. Bahkan dengan pongahnya, dia minta KTP saya…Namun saat dia membaca status saya mahasiswa…mmm, dia langsung berubah sikap. (**** mungkin dia beranggapan, saya tidak sekolah? Atau…hanya pemburu artis yang suka minta foto bareng dan ngerecokin?)
 Suatu siang, ketika makan di sebuah foodcourt langganan saya…tiba-tiba waitress yang “biasanya” cuek, bahkan saya perlu berulangkali order, begitu ramah menyapa. Mereka dengan semangat bolak balik ke meja saya, menawarkan menu baru atau bantuan yang lain. Mengapa mereka sangat berbeda hari ini? Pikir saya… Ouch! Gara-gara, kemarin profil saya muncul di edisi minggu sebuah harian di kota kelahiran saya itu. Dasar!
Panas. Ketika teman saya diterima bekerja di sebuah majalah remaja (long time ago), sementara lamaran saya tidak diterima. Jam terbang saya dan dia, jauh. Saya sudah bertahun-tahun menulis di beberapa media cetak. Usia kami sama…status kesarjanaan kami, sama. So what? Kemasan lagi? Ops…saya langsung berpikir negatif saat itu…Ya, iyalah…dia memang proporsional badannya dibanding saya yang “nggak jelas”.
Yup…itu masa lalu. Saya beri dua ibu jari saya, buat orang yang mau menerima saya bukan dari kemasan yang kelihatan pertama kali, tapi dari isi yang saya bawa. But, packaging memang penting. Lepas dari fair atau unfair…Justru dengan tantangan soal kemasan ini pula yang bikin saya makin though, makin kebal…hehehehe…
It’s up to you, gals…Mau menilai seseorang dari packagingnya duluan, atau isinya…(special thanks to everyone yang menerima gw seperti apa adanya gw…)

Tidak ada komentar: