Selasa, 07 Juni 2011

MISTERI PENUNGGU KAMAR HOTEL

             
           Percaya atau tidak, setiap orang memiliki indra keenam. Jangan sesekali meremehkan saran orang lain. Mitos yang mengatakan, kamar kosong terlalu lama biasanya disukai makhluk halus bisa jadi ada benarnya. 
            Road show lagi? Asyikkk! Artinya aku bisa jalan lagi bersama teman satu kantor, sambil berburu kuliner baru. Sebagai orang yang bekerja di sebuah production house, memang banyak kegiatan off air seperti jumpa fans di radio, show ke daerah dan jadwal shooting di berbagai tempat. Salah satu kegiatan yang kusukai ya…road show ke daerah. Ya, hitung-hitung  traveling-lah…mencari udara segar, daripada setiap hari dihajar kemacetan dan polusi di Jakarta.
            Sempurna. Seperti rencana semula, siang itu kami sudah tiba di Tasikmalaya. Lumayan, setelah sempat mabuk di perjalanan. Bayangkan saja, jalanan berkelok-kelok. Banyak tikungan tajam. Boro-boro bisa tidur di mobil. Mabuk laut, iya! Wajar, begitu masuk ke kamar hotel, rasanya surga banget. Sampai-sampai aku hanya sempat meletakkan traveling bag di sudut kamar, lantas terduduk lemas di kursi sambil menyelonjorkan kaki. Pegal banget…
             “Hooiii… kamar siapa ini?” tiba-tiba dua wajah polos, seperti tanpa dosa muncul dari balik pintu yang sengaja masih kubiarkan terbuka. Arga dan Armand… Dua cowok yang terbilang anggota “pasukan” termuda kami itu pun nyelonong masuk, seperti biasa…Mereka memang layaknya anggota keluarga besar kami…
            “Mau absen ya? Bawa apa ke sini?” tanyaku becandain mereka yang sudah menggelesot, duduk di lantai.
            “Mbak sekamar sama siapa?” tanya Arga, si cungkring berambut kriwil itu sembari membuka-buka brosur menu hotel. “Aku sama Armand, sekamar lagi. Heran ya, kemana-mana dapatnya sama dia lagi…” cerocos Arga, tanpa memberi kesempatan aku bicara.
            “Trus, kenapa? Rugi gitu sama aku? Ntar biar kuusulkan, kamu sekamar dengan Pak Darko yang hobinya ngomel dan komplain,  rasain lho!” Armand ikutan komen.
            Aku menggeleng-gelengkan kepala. Denyut di kepala, mendadak makin menjadi. Huh! Mereka nggak nyadar ya…aku masih tepar begini?
            “Udah sono, balik ke kamar. Ntar sore terlambat bangun, ditinggal deh…” kataku, sambil beranjak bangun. Kalau nggak digituin, mereka nggak bakalan buru-buru bubar. Tapi mendadak, Arga pandangannya tertuju ke arah kamar mandi. Seperti ada yang dia pikirkan…
            “Mmm….sebentar, mbak…”
            “Apalagi? Udahlah, balik sono. Mbak sendirian di sini, sementara nungguin Irma dan Netha yang besok nyusul. Waktunya istirahat…”
            “Nggak, aku mau ngomong serius mbak..Sebentar saja..” protes Arga, ketika aku membuka pintu kamar lebar-lebar, tanda minta mereka segera keluar.
            “Ya, Ga? Ntar sore, kita bahas lagi…”
            “Bukan soal kerjaan…Ini soal keamanan mbak.. Mbak sebaiknya berhati-hati…”
            “Hah???” Aku terkikik geli. Ada-ada saja, bocah satu ini. Masa cewek tomboy seperti aku, dia pesan supaya berhati-hati di kamar sendiri. Lagipula, kamar sebelah kan teman satu rombongan juga…
            “Serius mbak!” Arga menatapku, tajam. Waduh, kayaknya bocah ini memang nggak main-main.
            “Arga ngerasa ada yang tinggal di kamar ini, sebelum mbak masuk. Dia tidak mau pergi…”
            “Tinggal? Siapa? Kamar ini dibooking orang?” Aku makin nggak ngerti maksud omongan Arga.
            “Maksud Arga, kamar ini ada penunggunya mbak… Tapi dia tidak akan mengganggu mbak sementara waktu, asal mbak berjaga-jaga.” Deg! Jantungku seperti mau lepas dari tempatnya. Armand yang sejak tadi asyik menguyah snack, juga langsung tersedak. Kaget.
            “Tenang, mbak… Tolong semua lampu di kamar dan kamar mandi jangan dimatiin. Biarkan terang. Mbak juga kalau tidur, baca doa dulu. Apa saja yang mbak ingat dan biasa baca…Dia nggak akan kemana-mana…Posisinya saat ini di kamar mandi…”
            “Aduh! Lha, kalau aku mau ke toilet, bagaimana Ga? Jangan nakut-nakutin dong…”
            Arga terdiam. Tatapannya seakan ingin memeriksa seluruh sudut ruangan. Dia nyaris tak berkedip, sebelum akhirnya menghembuskan nafas panjang. Serem juga aku melihat ekspresinya. Bocah yang pernah berguru di sebuah padepokan ini, memang soal makhluk halus tidak bisa dianggap bercanda. Soalnya pernah seorang kru kerasukan, dia juga yang membantu menyadarkan korban.
            “Santai, mbak… Nggak apa-apa, mandi atau ke toilet. Asal jangan dimatiin lampunya. Kalau mbak sendirian di kamar, lebih baik lagi pintu kamar mandi tetap terbuka…”
            Selera tidur siangku, langsung hilang. Begitu Armand dan Arga balik ke kamar mereka, aku terbengong-bengong sendiri di kamar. Televisi sengaja kunyalakan, meski konsentrasiku tidak pada tayangan yang ada. Ya ampun, nggak lagi deh terjebak dalam situasi menegangkan begini. Sudah tahu akunya penakut banget, malah dapat cerita menakutkan…Ingin rasanya aku tidak percaya dengan cerita Arga, tapi hati kecilku juga takut, andai benar-benar aku digangguin gara-gara melanggar pesan cowok itu.
            Benar-benar tersiksa. Sore itu aku kelihatan kusut masai, ketika semua anggota rombongan ngumpul buat makan malam. Armand yang melihatku duduk di sudut resto hotel, langsung mendatangiku.
            “Kok kusut banget mbak? Nggak istirahat tadi?”
            “Gimana mau tidur….Dengar cerita Arga, stress…”
            “Sudahlah mbak, santai saja seperti pesan dia. Kan mbak nggak digangguin. Asal semua lampu dinyalakan dan mbak baca doa…”
            Hingga acara malam itu berakhir, pikiranku lari kemana-mana. Nggak fokus. Sampai-sampai Pak Darko, ketua rombongan menegurku. Mmm, malu! Tapi takutku belum juga hilang…Rencanaku mengajak salah satu teman buat pindah ke kamarku juga sia-sia. Masing-masing malas harus pindahin barang-barangnya lagi ke kamarku.
            Nasib! Semalaman musti tidur dengan bersembunyi di bawah selimut, sambil membaca doa dengan nafas memburu dan gemetar. Keringat membanjir. Padahal ac di kamar begitu dingin… Mata pun akhirnya baru bisa benar-benar terpejam, ketika hari hampir pagi…
******
            Thanks God! Pagi yang sangat aku harapkan… Biasanya aku selalu malas buru-buru mandi dan keluar kamar hotel, buat sarapan. Tapi kali ini, aku langsung mandi dan turun ke lantai dasar buat makan pagi…
            “Waaahhh…pagi bener, mbak! Semalam, nggak terjadi apa-apa kan?” tegur Arga, nggak lama setelah aku duduk dan menyantap sebagian sarapan pagiku. Cowok itu menarik kursi di depanku, lantas duduk tanpa kuminta…
            “Nggak ada apa-apa. Tapi semalaman nggak bisa tidur nih, gara-gara gosip kamu…Lihat saja, mata masih cekung dan hitam gini…” cerocosku, setengah kesal. Arga tersenyum, lantas tertawa lebar. Waduh! Jangan-jangan nih bocah hanya mau ngerjain aku saja kemarin…
            “Nggak lucu ah, becandaan kamu… Awas ya, ntar kita jalan lagi kuberi kamu teman sekamar yang nggak seru…”
            Arga mengangkat kedua tangannya, lantas menyilangkannya di dada…
            “Beneran mbak…Aku nggak bercanda. Syukur, mbak baik-baik saja…” katanya, sambil buru-buru kabur, ketika melihat aku sudah siap menceramahi dia lagi…
            Masalah Arga, nyaris kulupakan. Balik dari sarapan, langsung kuharus pindah ke kamar sebelah, karena kamarku akan digunakan Irma dan Netha yang baru saja tiba dari Jakarta. Kasihan banget, mereka pasti sama mabuknya seperti aku kemarin. Lantas, hampir seharian aku langsung berada di lokasi tempat acara akan berlangsung. Hingga akhirnya, aku baru sempat ngumpul bareng sebagian tim di tempat makan siang…
            “Ssst, mbak… udah sempat ngobrol lagi nggak dengan Mbak Netha? Rencananya selesai acara, dia langsung pulang duluan. Ngambek…” lapor Armand, begitu melihatku duduk satu meja dengannya.
            “Hah? Kenapa? Masa pakai ngambek segala? Apa hubungannya sama  mbak?”
            “Gini mbak…Jangan kaget ya! Ternyata Mbak Netha kan begitu check in ke kamar bekas mbak, dia langsung tidur. Mbak Irma malah jalan ke luar cari camilan. Katanya nih, Mbak Netha ngerasa kasurnya bergoyang-goyang, seperti bergelombang…”
            Aku melotot, nyaris tersedak. Suapanku terhenti…Kuperhatikan, Armand kelihatan tidak berbohong. Wajahnya serius. Sangat serius, malah!
            “Mbak Netha pikir, dia masih mabuk dalam perjalanan jauh. Dia cuek. Tahunya dia ngerasa, ada langkah-langkah berat, seperti orang berjalan di atas kasur, melewati tubuhnya. Seremnya lagi, sosoknya seperti laki-laki, raksasa, tinggi sekali, berambut gimbal dan panjang….Untung, dia bisa kabur…Meski sempat sesak nafas, seperti lagi dicekik orang…”
            Glek. Astaga! Andaikan itu terjadi padaku…Jangan-jangan Arga benar. Pengganggunya itu tidak lain adalah penunggu kamar tempat kami menginap. Tapi mengapa dia mengganggu Netha, sedangkan aku aman-aman saja? Belakangan baru kutahu,  ternyata begitu masuk kamar pagi itu, Netha menutup semua korden kamar, mematikan lampu, karena ingin istirahat. Saat itulah, dia diganggu. Sedangkan aku yang “berjaga-jaga” dengan menyalakan semua lampu dan membaca doa, masih bisa selamat.
Percaya atau tidak, ternyata sejak kejadian itu aku merasa lebih “aman” bila selalu menyalakan semua penerangan dan membaca doa lebih dahulu, sebelum tidur di tempat yang sering lama tidak ditinggali, seperti kamar hotel yang tidak setiap hari selalu ada penghuninya.(Ft: berbagai sumber / Thanks to IB & AW yang sudah "menyelamatkan" saya dari makhluk halus di hotel!)

1 komentar:

Sundari mengatakan...

dem!
ini serem! asli... mana aku sering liputan keluar kota nginep sendirian di hotel lagi -___-*

serem!
keren...