Rabu, 15 Juni 2011

AKIBAT SUMPAH PENAGIH HUTANG



            “Sumpah! Sampai mati pun, aku tagih!” Busyet dah! Pagi-pagi tetangga kamar, berisik banget. Suara cemprengnya sampai bisa membangunkan seluruh penghuni rumah kost-kostan ini. Terlalu. Padahal jam di dinding masih menunjukkan pukul enam pagi. Dia nggak tahu apa, aku baru menyelesaikan tugas kampus pukul empat dini hari tadi? Artinya, tidurku masih belum nyenyak betul.
            “Heiii…Jangan ngeles lagi ya. Pokoknya aku nggak mau tahu, bayar sekarang juga. Kalau nggak, sampai kamu mati pun nggak bakal aku lepasin…” teriaknya lagi. Beeuuhh! Mau nggak mau, aku bangun juga lantas buru-buru mandi.
            Keributan kecil pagi ini, ternyata belum juga berakhir. Sampai aku menyeduh kopi di dapur, ceracauan Linda teman kostku yang terkenal jutek itu masih terdengar. Nina yang baru saja muncul di dapur, malah senyum-senyum saja ketika melihat wajahku mirip kepiting rebus. Antara kesal dan masih ngantuk…
            “Pusing ya, Ta? Biasalah tetangga kamar… Linda memang nggak beri ampun, kalau sudah menyangkut duit. “
            “Memang siapa lagi yang pinjam uang sama dia? Sudah tahu, dianya galak minta ampun. Kata-katanya suka nyakitin telinga, juga hati,” tanyaku, sembari menyeruput kopi hangat hasil seduhan sendiri. Nina menarik sebuah kursi, lantas duduk di depanku.
            “Safira yang tinggal di lantai bawah… Kasihan juga. Kudengar, dia juga pinjam uang karena terpaksa. Ayahnya masuk rumah sakit, sehingga dia musti kirim uang buat bantuin biaya pengobatan.”
            Pahit. Bukan karena kopiku kurang gula, tapi aku jadi inget keluargaku di rumah. Dulu aku pernah menganggap enteng mereka, sampai-sampai kuliahku pun berantakan. Kupikir, kapan pun aku butuh uang tinggal sms atau telpon. Hingga akhirnya, usaha papa bangkrut. Mama musti ikutan banting tulang, membiayai aku putri tunggalnya. Kuliahku pun sempat terhenti… Untung, salah satu teman bisnis papa yang membuka cabang perusahaan di Yogyakarta, memberiku pekerjaan. Hingga sambil kuliah, aku bisa mencari uang buat menghidupi diriku sendiri di kota ini. 
            “Hei…kok malah ngelamun… Sedih ya?” Lamunanku buyar seketika. Nina menyodorkan piring berisi setangkup roti bakar.
            “Wah, makasih banget Nin! Pagi-pagi dapat rejeki… “
            “Makanya jangan ngelamun…Ntar rejeki kabur…”
            “Nggak, aku hanya inget orang rumah… Kebayang gimana bingungnya Safira. Tega ya, Linda ngatain sampai segitunya. Kalau ada duit, pasti kan dibayar…”
            “Ya gitulah Ta! Aku juga pernah ingetin. Takutnya omongan dia kena tulah. Ntar dia kuwalat…Kan suka tuh, nyumpahin orang seenaknya…”
            Bener juga. Linda memang anak kost “termakmur” di rumah ini. Selain orangtuanya pengusaha kaya, dia juga mempunyai bisnis kecil-kecilan. Jualan baju dan asesoris lewat jaringan internet. Pantas, banyak yang “terpaksa” minta pertolongannya. Misalnya: kiriman transfer dari rumah terlambat. Asal ingat saja, cewek berambut cepak itu tidak suka jika kita terlambat mengembalikannya.
            “Bener juga, Nin. Aku suka ngeri, denger dia nyumpahin orang. Kata orangtua dulu, omongan kita itu bisa beneran kejadian lho, andai diamini sama yang kuasa…”
            “Atau mungkin pas setan lewat, iseng ngerjain coba…” Nina terkekeh geli, melihat aku nyaris tersedak gara-gara omongan konyolnya itu. Dia tahu banget tuh, akunya penakut…
            “Jangan mancing ah, pagi-pagi gini… Aku balik kamar ya, mau siap-siap ke kampus. Yuk ah…” kataku, sambil beranjak pergi. Masih terdengar suara Linda sayup-sayup, entah kali ini dia menyumpahi siapa lagi…
*****
            Minggu pagi, kesempatan buat memanjakan diri. Rencananya hari ini, aku mau ke salon. Potong rambut. Sekalian membeli bahan pokok, seperti kopi, mie instan, susu coklat…Maklum, anak kost. Musti bikin stok sendiri, kalau tengah malam lagi lembur tiba-tiba lapar,  nggak keliyengan, musti keluar rumah lagi buat cari makan.
            “Nggak kemana-mana, Ta?” Suara cempreng itu, mengejutkan. Astaga. Linda yang muncul di depan kamarku, kelihatan begitu kusut. Matanya cekung, seperti nggak tidur semalaman…
            “Kamu sakit? Ada yang bisa aku bantuin?”
            “Boleh main ke kamarmu? Aku sendirian, takut… “
            Takut? Mau tidak mau, keningku berkerut. Heran. Tumben, cewek ini mau juga curhat ke kamarku. Biasanya dia paling cuek… Boro-boro curhat, negur saja kalau perlu-perlu saja. Cewek ini selain lebih “berada” dibanding anak kost lain, dia juga sombongnya selangit…
            “Memang anak-anak lain kemana? Pergi semua ya…” tanyaku, tanpa basa-basi. Linda tertunduk, lesu. Belum sempat kuminta dia duduk, dia sudah langsung masuk kamarku dan duduk di kursi, depan tempat tidur…
            “Pergi semua, kelihatannya. Sepi. Kulihat hanya kamu yang ada, makanya aku ke sini…Perasaanku nggak enak, butuh temen…”
            Gila. Giliran butuh teman saja dia main ke kamarku. Giliran aku lagi bermasalah, mungkin nggak dia juga sempet mikirin. Nyamperin, minimal? Tapi ya sudahlah, kulihat dari wajahnya dia seperti orang yang bener-bener lagi banyak masalah. Nolongin orang, nggak ada salahnya…
            “Dua hari ini, aku nggak bisa tidur Ta… Mimpi buruk terus. Rasanya ada yang mengejar-ngejar aku. Nggak jelas, siapa…”
            “Ah,  sudah tahu mimpi itu bunga tidur. Ngapain dipikirin, Linda…Biasanya kamu yang berpikir paling rasional di sini…”
            “Ya sih, tapi rasanya mimpi itu nyata banget. Ada seseorang mencari-cari aku…tapi waktu aku temui, dia mendadak wajahnya berubah sangat menakutkan…Nggak jelas, kok bisa dimimpiin gitu…”
            Kasihan. Kulihat Linda nggak main-main dengan ceritanya. Dia takut beneran. Kuhibur dengan sebisaku, selanjutnya ya kembali ke dia sendiri. Nggak mungkin aku menemani dia seharian di rumah.
            “Aku ikut kamu ya…Kamu mau ke mall kan? Nggak mau sendirian di rumah…Takut…”
            Ya ampun… Apes deh. Niat menghibur diri sendiri, batal. Entah kenapa, Linda begitu stress sampai-sampai aku pergi pun, dia mau ikutan. Jelas-jelas selera kami beda. Andai ke salon pun, dia pasti memilih salon mahal. Beda denganku yang berprinsip, asal potongannya rapi dan nyaman.
            Baru kutahu, Linda benar-benar lagi stress mikirin mimpi-mimpinya. Dia juga ngerasa, dua harian ini pintu kamarnya sering diketuk orang. Tapi ketika dibuka, nggak ada siapa-siapa. Lorong kost, sepi. Tidur pun, dia merasa dikejar-kejar seseorang yang tidak jelas bentuk wajahnya. Seperti ada yang mau diomongin, katanya.
            “Jangan-jangan ada yang main guna-guna ya? Dia nggak suka, lantas santet aku?” tanya Linda tiba-tiba. Aku tersedak. Permen yang tengah kukulum, nyaris tertelan. Gila nih cewek, masih saja berpikiran negatif sama orang lain… 
            “Ah, sudahlah Linda…Jangan negative thinking. Nggak baik…Banyak baca doa saja, sebelum tidur. Nggak ada apa-apa kok….Pikiran kamu saja yang lagi kalut, banyak tugas kali. Sampai-sampai kebawa alam bawah sadar kamu…”
            Obrolan kami pun terhenti sampai disitu. Aku bahkan nyaris melupakan, kami pernah ngomongin hal ini. Namun entah malam ke berapa, tiba-tiba satu kost gaduh… Aku yang tengah menyelesaikan tugas kampus, mau tak mau ikutan keluar dari kamar…
            “Linda, Ta! Linda….” Kulihat Nina tergopoh-gopoh muncul di depan kamarku masih menenteng boneka teddy bear kesayangannya.
            “Linda seperti orang kerasukan…Dia teriak-teriak ketakutan di kamarnya…Anak-anak yang terpaksa mendobrak pintu kamar, ngelihat dia seperti orang nggak waras…” Aku tertegun. Kenapa lagi cewek satu itu? Untung kegaduhan, berakhir. Ketika  Pak Haji yang biasa memberi siraman rohani di kompleks rumah kami datang dan membacakan doa untuknya…
****
            Kisah Linda yang kesurupan, langsung menjadi omongan seisi rumah esok harinya. Lewat pengakuannya kepada Pak Haji, terbongkar sudah masalahnya selama ini. Cewek bermata bulat dan hidung mancung dengan kulit sawo matang itu, memang dihantui Risty yang baru saja meninggal dunia, ketika mudik ke rumah orangtuanya. Gara-gara sumpah serapahnya Linda, Risty tidak tenang di alamnya. Dia mencari-cari Linda dengan maksud, “membayar” hutang-hutangnya. Masalahnya, siapa yang berani ditemui arwah orang mati?
Pelajaran berharga buat cewek itu… Nggak sembarangan menyumpahin orang. Karena tanpa sadar, apa yang kita ucapkan bisa berarti doa buat orang-orang itu. Baik atau buruk.(Ft:berbagai sumber)

1 komentar:

Sundari mengatakan...

weh! ini keren.. aku pikir, linda yang metong terus kejarkejar yang dia utangin hehe..

sayaaang..
pendek banget ceritanya wkwk..

tapi aku suka!