Gemuruh
ombak yang menghajar karang-karang, terdengar begitu jelas. Seakan ingin
berlomba dengan gemuruh dalam hatiku… ketika, mataku menatap satu bayangan.
Seorang perempuan muda, mungil dengan rambut sebatas bahu, tengah menggendong
seorang bayi. Hanya dengan bertelanjang kaki, dia menyusuri pantai. Baju
putihnya, menjuntai menyapu pasir pantai, hingga ujung-ujungnya kotor. Tapi
kelihatannya, dia tidak perduli…
Lamat-lamat
kudengar, bayi dalam gendongannya menangis. Suaranya kenceng banget dan
menggiriskan hati. Lagi-lagi perempuan itu masa bodoh. Dia tidak berusaha
menenangkan bayi dalam gendongannya atau berhenti berjalan, langkahnya malah
semakin ke tengah..
Astagaaaa… Aku
terpana dari tadi, sampai nggak nyadar kalau air laut sudah mencapai pinggang
tuh cewek. Lidahku kelu. Ingin teriak, tapi
tidak ada kekuatan sama sekali. Apalagi buat lari, menolongnya.
Persendianku lemas. Kaki-kaki ini seakan terpaku di tempatnya. Samar-samar
kulihat cewek itu tanpa ekspresi,
melepaskan bayi dalam gendongannya. Nyemplung, masuk dalam laut! Aku
tersedak, apalagi pas dia balik badan, lantas menatapku dengan pandangan tajam
menusuk. Byuuurrr! Gelap!
Mimpi yang
sama. Perempuan dengan bayi dalam gendongannya. Heran. Padahal sama sekali, aku
tidak pernah jalan sendirian ke pantai atau mengenal cewek dalam mimpiku itu.
Tapi kenapa akhir-akhir ini, bayangannya sering muncul?
Dingin. Gelap.
Bau bangkai. Tiga hal yang sangat tidak
aku sukai. Celakanya, malam ini lagi-lagi terperangkap dalam kondisi yang sama.
Terbangun dari mimpi buruk, rumah dalam keadaan gelap gulita. Tidak
menguntungkan. Listrik mati. Udara malam yang begitu dingin, membekukan. Plus
bau bangkai yang aku sendiri nggak tahu, darimana asalnya. Padahal siang tadi,
biasa-biasa saja. Selalu aja jelang tengah malam, aroma itu tercium menyengat..
Giliran pagi-pagi kucari ke sekeliling rumah, nol besar. Nggak kutemukan
apa-apa.
Mungkin ini
ulah tetangga yang suka kasih racun tikus. Giliran mati, bangkainya nyelip di
mana-mana. Repot. Masih lumayan, bisa langsung ditemukan dan dibuang. Kalau
nggak, berhari-hari ya begini… Herannya, pagi-pagi tukang sampah yang kumintain
tolong menyisir halaman depan, mengaku tidak ada bangkai apa pun. Lantas,
darimana aroma busuk ini berasal.
Sambil meraba
dalam gelap, kucoba mencari handphone dan senter di meja kerja yang ada di
ruang depan.. Memang tadi aku baru saja ke toilet, waktu listrik tiba-tiba
mati. Bbbrrr… angin dingin terasa di tengkuk. Perasaan nggak enak kembali
begitu mengganggu.. Karena kurasakan kini, aku tidak tengah sendirian dalam
ruangan ini! Gamang… Nggak boleh takut! Masa lampu mati saja panik? Lagian mana
mungkin ada orang lain masuk, menyusup dalam rumah? Aku yakin, semua pintu dan
jendela sudah terkunci rapat.
Nyatanya,
perasaanku mengatakan memang ada seseorang bersamaku saat ini! Langkahku
berjingkat, pendengaran kutajamkan, berusaha mengenali apakah benar ada orang
lain selain aku di sini… Sepi… Hanya bunyi gerendel jendela yang tertiup
angin.Aku meraba-raba lagi, sebentar lagi sampai ke mejaku..tapi rasanya jauh
dan lamaaa..Ingin buru-buru, takut nabrak guci pemberian mama atau malah kejedot
lemari… Glek. Lagi-lagi aroma busuk itu begitu menusuk. Kurasakan tengkuk ini
dingin, begitu kurasakan seperti ada seseorang yang menjamah pundakku! Aku
terkesiap kaget, refleks balik badan.. Sia-sia, karena hanya kegelapan yang
ada. Tapi bersamaan dengan itu, aku yakin… ada orang lain yang kini posisinya
berhadap-hadapan denganku… Nafasnya memburu, bau busuknya bikin perutku
diaduk-aduk, mual…
“Siapa
ya….Siapa yang lagi di situ?” tanyaku dengan nada bergetar. Meski sebenarnya,
aku tidak berharap akan ada jawabannya. Moga-moga nafas berat yang kudengar itu
hanya halusinasi…
Pranggg!
Astaga, aku pasti sudah menyenggol vas bunga atau apa pun itu, hingga pecah
berantakan.. Keringat menetes di kening, tapi tengkukku begitu dingin.
“Siapa kamu?
Siapa yang lagi di situ?” tanyaku, gamang. Nafas memburu itu terasa makin
dekat, aroma busuknya juga makin santer tercium, sampai-sampai membuatku sulit
bernafas… Hingga tiba-tiba, kurasakan sesuatu yang dingin dan busuk baunya,
begitu dekat dengan wajahku! Detik berikutnya, aku ambruk. Pingsan.
***********
Susah, bicara
dengan orang yang teknologi addict. Alias apa pun selalu dikaitkan dengan
teknologi. Kejadian yang sering kualami akhir-akhir ini, dianggap halusinasi
oleh Tristan. Sahabatku di kantor. Padahal jelas, semua rentetan peristiwa yang
hampir menjadi “makanan malam” ku dua minggu belakangan ini, bukan kebetulan
menurutku. Bolehlah kita mimpi buruk atau berkhayal yang tidak-tidak, tapi
kalau selalu sama dan berulang?
Trauma
sebenernya. Ingat masa kecilku yang tidak menyenangkan. Omaku yang masih
berdarah Belanda asli pernah bilang, keluarga besar kami memiliki gift, bakat
atau karunia turunan. Sehingga kami punya perasaan lebih “peka” dibandingkan
orang awam lainnya. Jelas, aku masih nggak tahu apa artinya indra keenam kita
lebih sensitif dibanding orang lain. Mungkin karena aku masih begitu kecil…
Pernah aku
lagi berlibur dengan papa dan mama di kawasan Baturaden… Tempat pemandian umum.
Waktu itu, aku tengah bermain ayunan,
sementara papa ngobrol dengan oma di
taman, dekat aku bermain.. Tiba-tiba, cerita oma… aku turun dari ayunan,
berlari ke arah mama yang tengah pesan makanan cepat saji, di sebuah kafe
tenda… Padahal jalanku belum bagus benar, masih sering dituntun atau
terhuyung-huyung. Tapi waktu kejadian itu, papa dan oma terkejut melihatku
setengah berlari. Lantas kutarik-tarik tangan mama, sambil menjerit-jerit,
seperti marah atau menangis… Mama sempat membujukku, supaya menunggu,
makanannya matang…Tapi aku ngotot, sampai rok mama kutarik dan aku menjerit
kuat-kuat. Histeris.
Mama senyum,
melihat kelakuanku yang aneh. Lantas buru-buru mama ngikutin permintaanku yang
menariknya, supaya gabung duduk, bersama oma dan papa. Bertepatan dengan mama
dan aku meninggalkan kafe tenda itu, kompor mereka meledak… Terjadi kebakaran
hebat.. Yang mengerikan, kata oma petugas yang tengah bikinin mama makanan. Dia
luka bakar parah dan tidak tertolong. Alias meninggal di tempat itu juga….Andai
mama tidak kutarik, kami tetap di sana..Pasti, mama juga menjadi salah satu
korbannya…
Kejadian yang
hampir serupa, waktu aku duduk di bangku playgroup. Pelajaran olahraga, paling
kami sukai. Maklum anak-anak, pasti menganggap olahraga itu seperti
bermain. It’s a lot of fun.. Kami diajak
membuat lingkaran, lantas melempar bola bergantian di satu ring. Sabar, kami begitu
tertib berbaris, menunggu giliran. Namanya juga anak-anak, meski sebagian fokus
main bola, masih ada juga temanku yang main ayunan. Made tengah asyik
berayun-ayun, ketika aku tiba-tiba datang dan mengajaknya dia gabung main bola.
Made ngotot nggak mau, masih bilang…Ntar dulu! Tapi aku menariknya keras-keras,
sampai Made hampir terjerembab. Dia menangis kenceng.. Guru datang menengahi.
Kami berdua ditarik, diajak menyingkir dari tempat itu. Nggak lewat berapa
detik, ayunan yang tadi digunakan Made, roboh!
Guru kami
terkesima, aku dan Made yang masih kecil, cuek saja. Tapi lewat penuturan oma,
andai saja aku tidak menarik Made, bahkan sampe bikin dia menangis, pasti Made
sudah celaka…
Nyaris aku
sudah melupakan talenta yang kumiliki. Kelebihan mampu merasakan sesuatu yang
bakal terjadi, nggak lagi aku pikirin. Soalnya, serem. Bikin stress. Kadang aku
lagi ngobrol sama teman-teman kantor di kantin, aku bisa tiba-tiba sedih pas
melihat Wina, temen satu ruangan…Nggak tahu, rasanya aku pengen nangis saja. Malamnya,
aku dapat bbm…Wina kecelakaan. Motornya terseret kereta api, sekian meter dan
dia tewas di tempat, sepulang dari kantor.
Pernah,
bersama beberapa teman di kantor lagi merayakan tahun baru. Ngumpul di rumah
Tasya, anak bagian iklan, sambil bikin barbeque, kami main kembang api. Aku
sudah merasa tidak nyaman, begitu masuk ke rumah Tasya. Bayangan api yang
berkobar dan suhu begitu panas, terasa begitu dekat denganku. Padahal udara
malam itu dingin dan aku yang awalnya paling semangat, mengadakan acara ini…
Acara makan-makan sudah berlangsung, beberapa makanan ringan, mulai
dikeluarkan, ketika Ridho temanku yang lain mulai mengeluarkan kembang api dan
petasan…tiba-tiba.. Sebuah petasan
meledak, Ridho yang tengah menyiapkan pesta kembang api dan petasan, langsung
terkapar dan musti dilarikan ke rumah sakit. Untung, nyawanya masih tertolong,
tapi luka bakarnya parah.
“Udahlah,
nggak perlu kamu pikirin hal begituan..Pasti karena kamu suka nonton film
horor, trus ngobrolin masalah klenik, kebawa deh ke alam mimpi..” kata Tristan,
membuyarkan lamunanku.
“Enak aja,
klenik… Emang aku cenayang, dukun, ahli nujum?”
Tristan
ngakak… “Ya sudahlah, enjoy saja dengan mimpimu. Jangan dimasukin ke hati.
Malah kan bisa kamu jadiin bahan ceritamu kan… Gue denger, kamu kan nulis juga
di majalah…Ya udah, jadiin cerita aja, kirim deh…Ntar kalau dimuat, traktir aku
ya…”
“Nggak lucu
ah…” Kesal juga, akunya. Dimintain pendapat beneran, malah ngaco bicaranya.
Balik ke meja kerjaku, bayangan seseorang yang nggak jelas siapa itu makin
mengganggu. Kalau bener ada orang lain di rumah, selain aku…Siapa? Kenapa juga,
mimpi yang sama selalu menggangguku belakangan ini….
“Please Oma…
Andai oma masih ada…” Ya, Oma yang sering membantuku “membaca” apa yang
kurasakan, ketika aku sudah beranjak dewasa. Sayangnya, beliau meninggalkan
kami selamanya, pas aku masuk kuliah…
***********
Wanita berambut
panjang, menjuntai sampai ke pinggang itu menatapku tajam. Kelihatan dia tidak
suka dengan kehadiranku di situ. Bajunya yang putih, menjuntai hingga ke tanah,
tidak dia perdulikan…Meski air pantai mulai membasahi kaki kami… Lantas, dia
kembali memunggungiku…
Aku tersedak,
ketika sadar kakiku begitu dingin… Entah dimana aku sekarang, tapi yang
jelas…aku sudah berada di bibir pantai. Air laut yang dingin terasa menyapu
kakiku yang telanjang.. Butiran pasir dan pecahan baju karang, sesekali membuat
telapak kakiku pedih. Wanita itu berdiri di depanku, jaraknya hanya sekian
meter saja dariku. Air laut sudah sampai sebatas lututnya, tapi kelihatannya
dia masih mau terus maju…
“Tunggu… Kamu
bisa tenggelammm.. Jangan nekad, Semua masalah bisa diselesaikan..” teriakku
parau. Bau busuk, kembali tercium. Kudengar lamat-lamat, suara orang tengah
menyanyi lirih…Mirip seperti orang bergumam.. Wanita itu! Wanita itu terus
berjalan, sambil bersenandung lirih…
“Tunggu,
heiiii!” Aku tercekat, ketika wanita itu kembali balik badan…Dia menatapku
tajam. Baru kusadar, tangannya menggendong seorang bayi mungil yang masih
merah… Darahnya, mengotori baju putih perempuan itu…Tanpa bicara, wanita itu
kini berbalik maju ke arahku.. Aku terhenyak, nggak menyangka menghadapinya
langsung. Tadinya kupikir, aku bisa menolong perempuan yang tengah putus asa.
Tapi melihat ekspresinya, aku yakin..dia bukan perempuan biasa…
Wanita itu
terus merangsak maju… Tangannya kini menyodorkan bayi merah, masih dengan tali
putar dan darah di mana-mana.. Bau anyir itu, menusuk. Perutku terasa
diaduk-aduk. Kepalaku pusing. Dan, wajah perempuan itu kini sudah tepat di
depanku! Hanya sekian centi saja, sampai-sampai nafasnya yang memburu terdengar
begitu jelas dan terasa hembusannya di wajahku…
Aku mau mundur,
tapi tangannya yang satu, mencengkeram kemejaku.. Sekali sentakan saja, aku
terbanting jatuh di pasir…Pingsan.
Stress.
Sumpah! Teror mimpi yang sama, tapi rasanya itu semua begitu nyata. Buktinya,
aku terbangun dengan badan sakit. Tulang-tulang rasanya mau patah. Belum lagi,
posisi tidurku bisa pindah ke lantai?
“Nonsens! Mana
adalah kamu nemuin hantu… yang ada kamu mimpi.. Cantik nggak tuh cewek. Ntar
kalau mimpi lagi, salam dari aku ya…” Tristan ngakak. Kesal. Kali ini aku diam
seribu bahasa, menanggapi ledekannya.
Pekerjaan
kantor yang menggunung, lumayan. Bisa mengalihkan pikiranku dari mimpi yang
menerorku belakangan ini. Sampai-sampai, Tristan sudah ada di depan mejaku, aku
nggak menyadarinya…
“Do, papa kamu
datang tuh. Nungguin di lobi…Katanya mau bicara sama kamu, penting…” Aku
bengong. Papa? Kapan Papa balik Jakarta setelah dua minggu berlibur ke kampung
halaman oma? Ngapain cari aku sampai ke kantor, kan kami bisa bicara di rumah?
Papa
mengajakku pulang, saat itu juga. Meski kelimpungan, karena harus ijin mendadak
sama kantor, aku turuti saja kemauan papa. Kelihatannya beliau terpukul dan
panik, sampai-sampai tangannya yang kugenggam pun gemetaran…
Kami sudah
duduk berdua saja di kamar, ketika papa kelihatan mulai tenang, habis minum teh
yang kubikinkan barusan…
“Papa mau
kasih kabar, mama kandung kamu ditemukan sudah meninggal.” Mama kandung aku?
Kepalaku mendadak pusing…
Lewat cerita
papa, kutahu, papa menikah dua kali… Tapi pernikahannya dengan mama, pernikahan
siri dan tidak diakui keluarga besar kami. Ketika aku lahir, oma mengambilku.
Mama yang selama ini kukenal sebenarnya, istri kedua papa. Bukan mama
kandungku..Tapi karena beliau begitu mencintaiku seperti putranya sendiri, aku
sama sekali tidak pernah tahu…
Jenasah
mama ditemukan setengah membusuk, karena terlalu lama terendam air.. Diduga,
mama bunuh diri, terjun ke laut. Herannya lagi, mama meninggal dalam keadaan
hamil muda… Tak diketahui calon bayi itu, anak dari siapa… Atau kenapa mama
musti bunuh diri? Apakah tidak mungkin, mama sebenarnya kecelakaan atau
dibunuh? Baru kali ini, kulihat potret
mama kandungku. Dan kutahu…wajah perempuan yang ada dalam foto itu, persis
wajah perempuan dalam mimpiku!(ft: berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar