Minggu, 27 November 2011

siluman ular



Bukkk! Ular bersisik hijau keemasan itu masih menggelepar sebentar, matanya yang tajam itu seperti berusaha mengenali kami semua yang ada di situ. Dia mengeliat sebentar, sebelum akhirnya diam tidak bergerak sama sekali. Ular itu benar-benar mati.
        Aldi tertawa, puas. Tangannya masih menggenggam linggis yang berlepotan darah. Sadis. Sungguh aku ngeri dan jijik melihat pemandangan di depan kami… Seekor ular dengan diameter sebesar lengan manusia itu, tubuhnya berlumuran darah. Nggak jauh dari tempat ular itu mati, seekor kelinci setengah tercabik, hingga isi perutnya nyaris terburai keluar.
        Ribut-ribut subuh tadi, bikin aku terbangun. Kupikir ada pencuri yang tertangkap atau orang tawuran di halaman belakang. Tahunya, Aldi. Sepupuku itu memergoki kelinci peliharaannya, hampir dimangsa ular. Belum sempat dimakan sih…tapi kelincinya sudah mati, lukanya digigit ular menganga. Dia kehabisan darah. Aldi emosi, sekaligus panik mungkin…Refleks dia mengambil linggis yang selalu ada di deket halaman, lantas dihajarnya ular itu tanpa ampun.
        “Udah, Om.. Jangan diusik ularnya, biarin balik ke asalnya. Kasihan,” teriak Keisha, putriku semata mayang. Keisha memang orangnya nggak tegaan. Aku mau nimpuk kucing liar yang sudah mencuri ikan gorengku saja, dia belain sampai segitunya…
        “Biarin sayang, Om matiin. Ntar kalau dia masih hidup, trus gigit Keisha gimana..” kata Aldi, pas melihat mata Keisha berkaca-kaca. Keisha mendekati bangkai ular ini, memandangnya lama-lama, seperti memandang peliharaan kesayangannya mati…  Melihat kejadian ini, aku yang baru keluar dari kamar hanya bisa bengong…
        “Keshia, udah yuk…kamu mandi aja. Ntar kesiangan ke sekolah lho,” kataku mencoba mengalihkan perhatiannya. Untung Keshia mau mendengarkan kata-kataku. Kulihat sekilas, Aldi tengah memindahkan bangkai ular dan kelinci itu ke dalam kardus..
        Wajar mungkin, ada ular nyelonong masuk andai rumah kami berada di daerah laut, deket tambak atau sekelilingnya masih alami banget. Lha, kini kami tinggal di kompleks perumahan. Masa ada ular segitu gedenya bisa masuk rumah?  Kejadian hari itu, sebenarnya tidak ingin kuingat. Apalagi memikirkannya, kalau saja imbasnya tidak mengenai Keisha.
*******
        “Maafin kami ya Om…maafin kami… Jangan ganggu keluarga Keisha. Tolong Om..Tolong,” Keisha mengigau malamnya. Keringatnya membanjir, hingga bajunya basah. Tapi kuraba keningnya, nggak panas.
“Maaf ya Om…Om jangan marah…” katanya lagi, masih mengigau. Padahal aku sudah berusaha membangunkannya. Berulangkali aku goyang-goyang badannya. Untung, akhirnya Keisha bangun juga.. Dia langsung memelukku dan menangis.
“Mama, Om marah… Anaknya disakitin,” katanya sambil terisak-isak.
“Om siapa? Om Aldi? Kamu mimpi buruk ya..”
“Om ular yang pagi tadi dibunuh Om Aldi… Papanya marah. Mau balas dendam sama kita..”
Glek. Ular? Ingatanku langsung ke kejadian pagi tadi. Apa hubungannya dengan mimpi Keisha. Kasihan. Pasti dia kepikiran, sampai kebawa mimpi..
“Udah sayang, kamu itu terlalu mikirin ular tadi. Makanya sampai mimpi buruk..Nggak ada ular lagi kok di rumah. Udah dibersihin sama Om Aldi. “
“Tapi ma…papa ular itu, marah..”
Aku senyum. Bocah yang baru duduk di bangku kelas 1 sekolah dasar ini, memang sejak dulu sensitif banget perasaannya. Mirip aku, kata Mas Arsha, suamiku yang kini tengah dinas keluar kota.
“Udah sayang, nggak ada apa-apa. Nggak ada yang marah..Kamu kan masih ada mama dan Om Aldi di rumah. Kita semua jagain kamu, jagain seisi rumah ini…Okey? Tidur lagi ya..”
Keisha mengangguk, lemas. Setelah kuusap-usap kepalanya, baru dia bisa pulas lagi… Aku berniat kembali tidur, ketika kudengar suara aneh di luar sana.. Kelihatannya ada yang barusan lewat depan kamar, langkahnya diseret, berat. Mmm, paling juga Aldi, cari camilan di dapur.
Sepupuku yang tinggal menyelesaikan tugas akhir di kampusnya itu, memang baru sebulan ini tinggal bersama keluarga kecilku. Mas Arsha juga yang mengusulkan. Lumayan, buat menjaga rumah. Soalnya suamiku mulai sering memperoleh dinas ke luar kota.Artinya aku dan Keisha sendirian saja di rumah. Kata Mas Arsha, kalau butuh apa-apa, atau andai ada orang asing masuk, kan repot.
Aldi tadinya kost, keluarganya tinggal di Bandung. Kini, kuliahnya sudah tidak sepadat dulu. Makanya sayang juga, kalau kost. Biaya kost di Jakarta kan mahal. Belum lagi makannya… Kalau bareng aku, setidaknya meski seadanya, Aldi bisa makan bareng di rumah. Nggak perlu sering-sering jajan.
“Di..Lagi cari camilan ya? Tadi mbak beli mangga tuh di lemari es. Bagus-bagus. Kelihatannya manis,” kataku, sambil menyusul ke dapur. Lho, kok… Aldi nggak ada. Padahal jelas tadi kudengar suara-suara di dapur, seperti orang tengah mengambil atau memindahkan sesuatu.
Astagaaaa..Aku terkesiap, kaget. Kulihat, Aldi sudah tergeletak di lantai dapur. Wajahnya pucat, tapi matanya terbelalak ketakutan. Seperti habis melihat sesuatu.. Kugoncang-goncang badannya, untung dia nggak pingsan. Andai pingsan, pasti aku bingung gimana cara mengangkat atau menolongnya…
Aldi masih sadar, dia hanya bengong, seperti habis menyaksikan sesuatu yang begitu dahsyat. Kutepuk-tepuk pipinya, dia tak bereaksi. Kuambil segelas air, kucoba memaksanya minum, agar tenang dulu…Cowok itu akhirnya bisa duduk, dia kelihatan begitu lelah. Nafasnya sampai terdengar, memburu.
“Kamu sakit, Di? Ke kamar aja.. tidur. Kubikinin minuman panas, mau?”  Aldi menggeleng, lemas.
“Nggak usah, thanks ya… Gue istirahat saja di kamar…” Aldi langsung masuk ke kamar dengan langkah terhuyung-huyung. Wajahnya masih kelihatan sangat pucat. Syukur, kalau dia nggak kenapa-napa.  Malam itu kupikir, Aldi hanya masuk angin atau pusing saja makanya sampai jatuh di dapur.  Kenyataannya …
*******
Senin pagi, jalanan biasa macet.  Tapi tumben, Aldi yang biasanya paling pagi sudah muncul di meja makan, belum nongol juga sampai Keisha, sudah menyelesaikan sarapannya…
“Di, udah bangun belum? Kesiangan ya… Mbak jalan dulu ya, sarapan sudah ada di meja…” kataku, waktu lewat depan kamar Aldi… Aldi hanya melenguh, malas. Ya sudahlah, mungkin semalam dia benar-benar nggak enak badan, hingga tidurnya nggak nyenyak…
Bukkk! Nyaris aku melompat kaget, ketika tengah asyik memasak di dapur. Kupikir, aku tinggal di rumah sendiri. Aldi pasti sudah berangkat tadi, waktu aku nganterin Keisha, tapi kenapa ada suara berisik di kamar Aldi…
“Di, kamu di rumah?” tegurku dari balik pintunya…
“Ya mbak..Aku masih di rumah…” Oh, astagaaa… Lega aku dengernya. Bayangan pencuri yang tengah menyelinap masuk, langsung hilang.
“Kamu nggak ke kampus? Lagi ngerjain tugas ya.. Sarapan dulu gih, ntar masuk angin lho.”
Aldi nggak menjawab. Ya sudahlah, mungkin dia masuk ke kamar mandi. Karena kamarnya memang nyatu dengan kamar mandi..
Seharian, Aldi membuatku was-was. Soalnya tidak biasanya cowok itu mengurung diri di kamar, tanpa keluar sama sekali. Meskipun ada kamar mandi, tapi dia biasanya suka menyeduh kopi atau susu coklat, kadang malah mencari-cari snack yang biasa kusimpan di dapur. Tapi kok, hari ini, dia nggak menampakkan batang hidungnya sama sekali…
Kesibukanku memasak, menjemput Keisha pulang sekolah, dan beberes rumah, membuatku sejenak melupakan Aldi. Apalagi Bik Imah pembantu kami nggak masuk pula hari ini…Lengkap! Super mom, ledek Mas Arsha waktu aku bbm-an dengannya.
Malam ini, belum sempat tidur pulas, kembali aku dikagetkan Keisha yang mengigau.. Dia berulangkali memanggil-manggil seseorang, Om… Tapi Om siapa, nggak jelas…Sampai aku musti menenangkannya. Keisha masih menganggap mimpinya itu benar-benar nyata. Dia bilang Om itu marah, anaknya dibunuh…
Capek. Pegal seharian, baru terasa malam ini. Ingin buru-buru pulas, nggak bisa. Sejak tadi aku hanya bolak balik badan di kasur. Apalagi kurasakan malam ini, nggak seperti biasanya. Lebih dingin… Sampai-sampai tengkukku rasanya merinding…
Buuukk! Astaga. Apalagi itu…suaranya berasal dari arah dapur, seperti orang jatuh. Jangan…jangan… Buru-buru aku ke arah suara itu berasal. Bener. Aldi sudah tergeletak di lantai. Wajahnya pucat, bibirnya membiru dan matanya nyalang, seperti orang ketakutan…
“Di, kamu kenapa? Pusing ya…Sampai jatuh?” tanyaku panik. Kugenggam tangannya, begitu dingin. Bibirnya kelihatan gemetar, giginya gemeretuk seperti menahan sesuatu… Tatapannya nanar ke satu arah…
“Ampun, saya minta maaf. Ampunnn…” Buggg! Aldi pingsan. Panik. Aku nggak pernah membayangkan seorang diri, musti mengurus cowok segede Aldi yang nggak sadarkan diri. Kutarik dia sebisanya, kuberi bantalan sofa di kepalanya. Lantas buru-buru kutelpon tetangga yang kebetulan dokter.
Entah, berapa kali aku musti bilang maaf sama itu dokter. Tengah malam kubangunin, minta ke rumah. Untung beliau baik, bahkan ditemani istrinya kami akhirnya membawa Aldi ke rumah sakit, karena membutuhkan bantuan alat medis yang lebih lengkap.
Bingung. Aku musti memikirkan Keisha, juga Aldi. Untung, Bik Imah yang rumahnya di kampung belakang kompleks rumahku, bisa kutelpon dan kuminta datang, buat menemani Keisha. Aku nungguin Aldi di rumah sakit, sampai dia sadar.
Dokter belum bisa mendiagnosa sakitnya apa. Hanya tekanan darahnya tinggi sekali. Katanya bahaya, bisa stroke. Aku bingung, benar-benar panik malam itu… Sepanjang malam, dokter dan perawat jaga juga melaporkan, Aldi tidurnya gelisah. Seperti mengingau dan menyebut-nyebut seseorang, tapi tidak jelas siapa…
 Keluarga Aldi langsung datang dari Bandung, termasuk Pakde Marzuki, paman Aldi yang kukenal beliau memiliki padepokan dan biasa membantu penyembuhan. Niat kami semua, mungkin dengan didoakan, Aldi bisa cepat pulih.
Bener. Kondisi Aldi makin stabil. Meski awalnya dia sempat mengamuk, meracau nggak jelas, sampai bikin perawat kebingungan dan stress. Lega rasanya, melihat cowok itu balik ke rumah dalam keadaan bugar. Nggak kelihatan sedikit pun kalau dia pernah kolaps. Hanya herannya, dia minta pindah ke kostnya kembali. Entah, apa alasannya, begitu dia keluar dari rumah sakit, Aldi langsung mengemasi barang-barangnya, lantas dibantuin keluarganya pindahan ke kost lama.
*******
        Malam Minggu, semustinya aku bahagia melihat Mas Asha pulang dari luar kota. Bertiga dengan Keisha, kami makan malam di kafe tempat pertama kalinya, aku ditembak mantan pacarku itu… Tapi perasaan bersalah dan nggak enak masih mengganggu pikiranku. Kepindahan Aldi, pasti karena dia tidak suka dengan sikapku atau rumah kami tidak cukup nyaman? Jangan-jangan juga karena menu yang kupilih, membosankan…
        Mas Arsha yang dengar ceritaku, hanya tertawa.
        “Lha, orang sedih, malah diketawain…” protesku, kesal…
        “Ya iyalah…kamu tuh sensitif orangnya. Aldi pindah, bukan karena kamu atau rumah kita. Nggak ada masalah di rumah..”
        “Trussss…. Kenapa dia pindahan gitu? Nggak kasih waktu pula, langsung dari rumah sakit angkut-angkut barang…Kayak kita musuh bebuyutan…”
        Mas Arsha terdiam, kali ini tatapan matanya kelihatan menyembunyikan sesuatu. Wah, jangan-jangan bener. Aldi selama ini sebel banget sama aku?
        “Masalahnya bukan sama kamu.. “
        “Trus..kenapa dong…” Aku mulai hilang kesabaran… Untung Keisha lagi main permainan anak-anak yang ada di halaman depan kafe, tidak memperhatikan aku.
        “Aldi pernah salah. Bunuh ular yang nungguin halaman belakang rumah kita. Bukan ular sembarang ular.. Dia ketulah, selalu dikejar bayangan kerabat  ular itu..Untung Pakde kan tahu begituan, kemarin pas nengokin langsung diberesin. Aldi trauma tinggal di tempat kita, selain itu juga untuk menghindari masalah ke depannya, dia pindah..”
        Glek. Tanganku mendadak terasa begitu dingin. Berarti, Keisha kemarin nggak murni mengigau? (Ft:berbagai sumber)

Tidak ada komentar: