Minggu, 06 November 2011

si keling MAURA



          Bocah perempuan berkulit hitam, legam dengan rambut kriwil itu, mengendap-endap di bawah jendela. Entah, apa yang tengah dia cari atau…jangan-jangan dia sengaja. Sembunyi di bawah jendela, depan kamarku? Mmm, instinkku mengatakan pasti dia memiliki maksud jahat. Bisa saja, sejak tadi mengamati isi rumah ini. Lantas berharap, pada saat yang tepat, dia bisa melompat masuk lewat jendela dan mencuri…
          Nggak! Nggak akan kubiarkan, rumah kami kemalingan lagi. Yup, beberapa bulan yang lalu, pencuri berhasil menggasak DVD player, laptop dan handphone. Gara-gara teledor juga sih, akunya. Ninggalin ruang depan dalam keadaan terbuka, buat ke toilet dan ngececk masakan Mbak Siti, pembantu rumah di dapur. Padahal jelas, ninggalinnya hanya sebentar dan pagar dalam keadaan terkunci. Eh niat dan cepat banget ya, malingnya lompat pagar segala. Ingat kejadian itu, nyesek banget. Soalnya berkas kantor yang sudah kuselesaikan, pakai lembur segala, semua ada di laptop. Dan handphone? Jelas, musti mengumpulkan lagi semua data klien, termasuk konfirmasi ulang mereka.
          So, wajar…kali ini aku jauh lebih hati-hati dan sensitif. Lagipula, ngapain malam-malam tuh bocah ada di situ? Kalau ingin bertamu atau butuh sesuatu, pasti dia bisa ketok pintu dan bicara baik-baik.
          “Hei, ngapain di situ dik?” tegurku, langsung dari dalam kamar. Bocah itu tersentak, kaget. Tatapannya yang liar mencari-cari ke arah suara yang menegurnya. Maklum saja, kamarku dalam keadaan gelap. Pasti dia tidak sadar, aku mengamatinya sejak dia berada di sana tadi… But entah kenapa, matanya seperti menghujam begitu bertemu pandang denganku. Serem. Bulu kudukku tiba-tiba merinding. Kurasakan, bocah ini seperti pernah kukenal, tapi lupa kapan kita pernah bertemu dan di mana.
          “Dik…Ngapain di situ?” ulangku, kali ini dengan nada bergetar. Soalnya, bocah ini bukannya merunduk takut, ekspresinya malah seperti orang menahan marah. Buas. Hih! Kok, aneh? Belum sadar apa yang tengah kuhadapi, cewek ini sudah berkelebat, pergi. Hanya dalam hitungan detik saja.. Duh! Keringatku mengucur deras. Amit-amit, moga-moga bukan penampakan atau sejenisnya…
          “Penakutttt! Chicken! Gayanya aja suka nonton film horor, baru melihat bocah kecil item nggak jelas saja, sudah takut penampakan…” ledek Gusti yang tertawa terpingkal-pingkal, begitu mendengar storiku. Ya, memang sih. Mana ada sih, jaman gadjet gini menghubungkan segala hal dengan hal mistis gitu? Belum ada bukti, masalahnya.
          “Gue kan hanya cerita, kok feeling langsung nggak enak. Mrinding gimana ghitu. Apalagi tuh bocah, bukannya takut atau gimana, malah natap gue. Cara natapnya itu lho… Sadisss! Sepertinya dia marah atau benci banget sama gue…”
          “Ah, kamu aja tuh kebawa cerita sinetron dan film horor. Nggak lah, paling juga dia marahnya karena mau maling, kok ketahuan…wakakakaka…” Gusti tertawa terbahak-bahak lagi, pas melihat wajahku merah marun. Antara kesal dan malu sendiri.
          Ya sudahlah. Ngomongin bocah keling itu, juga tidak ada gunanya. Kupikir, kejadian malam itu sebuah kebetulan saja. Bisa saja bocah ini memang mau mencuri, tapi keburu ketahuan dan dia marah, lantas kabur.
**********
          Malam Jum’at ini, pekerjaan kantor yang kubawa pulang, menggunung. Bukan kebiasaan baik sih, bawa pekerjaan ke rumah. Gusti, sahabat sekaligus partner terbaikku di kantor selalu bilang, biasakan menyelesaikan semua masalah kantor ya..di kantor. Agar kehidupan pribadiku pun masih bisa dipikirin. Salah satunya, punya pacar dan …married. Nyatanya, aku masih sering bawa peer ke rumah. Nanggung! Nggak sabar, kalau musti ngerjainnya besok dan besok lagi. Apalagi di rumah juga paling waktuku habis buat nonton DVD, berita di televisi atau dengerin lagu…
          Mama memang sudah satu bukan ini, pindah sementara ke rumah Kak Nia, kakakku yang tengah hamil tua. Nunggu lahiran… Sebagai anak bontot, aku terima saja tinggal sendiri sementara bersama Mbak Ijah, pembantu yang sudah bekerja hampir sepuluh tahun di sini.
          “Mbak, tidur saja dulu. Ntar saja yang matiin lampu belakang,” kataku, ketika melihat Mbak Ijah masih mondar-mandir di dapur. Kelihatannya dia sudah ngantuk, tapi sungkan melihatku masih bekerja di ruang tengah.
          Mmm, ternyata tidak semudah yang kubayangkan. Koreksian banyak bangettt di berkas yang kubawa. Kesal juga, lama-lama. Buat menghilangkan bete, sebaiknya ngetik sambil dengerin lagu dari Ipod. Buru-buru aku beranjak ke kamar….
          Deg! Lagi-lagi bocah keling itu, duduk di bawah jendela kamarku! Jendela kamarku memang selalu terbuka, hanya dibatasi dengan teralis, ram nyamuk dan korden tipis. Tujuannya biar udara masuk, sehingga tidak selalu mengandalkan ac. Makanya, begitu kumasuk kamar yang masih dalam keadaan gelap, aku bisa melihat dengan jelas ada bocah keling, berambut kriwil tengah duduk di bawah jendela kamar…
          Antara kaget dan penasaran, aku mendekat ke jendela. Berusaha mengenali cewek ini, lebih dekat lagi. Kecil, kerempeng, hitam legam, rambutnya ikal dan disisir seadanya.. Kuku-kuku tangannya kelihatan kotor. Kulihat jelas, saat kedua tangannya dia dekap di depan dada dengan bertumpu pada lutut. Mmm, kelihatannya, dia menunggu sesuatu… Penghuni rumah ini tidur kali ya? Lantas dia bisa masuk, mencuri?
          Tanpa sadar, aku jadi ikutan duduk, jongkok, dekat dia di balik jendela, Penasaran saja, apa yang bakal terjadi selanjutnya. Kok dia betah-betahnya duduk dengan lutut dilipat di situ…Nggak kesemutan apa? Kakiku aja mulai pegel. Satu hal yang bikin aku nggak tahan; baunya!
          Glek. Beberapa kali aku musti menelan ludah, mual. Entah berapa lama bocah itu nggak mandi. Busuk. Baunya bikin mual. Wajar saja, kulihat juga baju yang dia kenakan, sudah nggak jelas model dan warna aslinya. Saking kusam dan dekilnya, kali.
          Huuuhh! Astaga. Nggak sadar, aku menghela nafas sampai kedengeran. Tuh bocah langsung menoleh, seakan dia bisa melihat aku yang sembunyi dalam gelapnya kamar…Tatapannya, tajam menusuk. Sebelum kusadar apa yang terjadi, dia sudah berdiri, lantar kabur. Hilang begitu saja!
          Bulu kudukku langsung berdiri. Entah kenapa, tiba-tiba aku merasa tidak sedang sendirian di kamar ini! Om Tatang, adik mama yang memiliki indra keenam sering bilang, manusia punya instink alami. Ketika ada energi dari makhluk halus di dekatnya, kita bisa merasakan tanpa sadar. Seperti terciumnya aroma wangi kembang atau malah bau bangkai, lantas sekeliling rasanya begitu dingin dan sunyi, plus… bulu roma berdiri. Hiiihhh! Aku buru-buru berdiri, sekilas memang kurasakan udara yang berhembus di tengkuk jauh lebih dingin dari biasanya.. Sebelum aku memencet saklar lampu, sempat kulihat sekilas bayangan di jendela. Seorang wanita, berkulit gelap dengan rambut ikal sepinggang tengah berdiri di sana!
*******
          Benar kan, ceritaku menjadi bahan tertawaan Gusti lagi. Pagi ini, bukannya dia prihatin melihat aku tergopoh-gopoh datang ke mejanya buat ceritain kejadian semalam, eh, malah ketawa.
          “Halusinasi sayangku… Nggak adalah, hantu-hantuan di rumah kamu. Lagian, sudah berapa lama kamu tinggal di sana? Suka digangguin? Nggak kan?”
          “Ya, tapi semalam aku yakin benar apa yang kulihat. Apalagi bulu kudukku udah berdiri, sejak melihat bocah itu…Kata Om Tatang….”
          “Yaelllahhh, kata Om kamu itu lagi…Lama-lama parno tauk! Udah deh, jangan berpikir negatif. Ntar kejadian beneran lho, kalau kamu bayangin yang tidak-tidak. Mau?”
          “Ya, jangan dongggg. Kok malah nyumpahin jelek…”
          “Nggak, bukan nyumpahin jelek…Kamunya aja, dikasih tau susah,” kata Gusti, sambil nyodorin setoples kecil kacang. “Nih buat dopping, sambil kerja. Ntar juga lupa kejadian semalam, begitu lihat setumpuk berkas baru di meja ha…ha…ha….”
          Aku balik ke meja, sambil menenteng toples berisi kacang pemberian Gusti. Tapi sungguh, seharian pikiranku nggak bisa fokus. Masih teringat kejadian di rumah. Bocah keling berambut kriwil itu siapa ya?
          Beda Gusti, Beda Ando. Teman sekantor yang pegang tanggungjawab di bagian personalia itu, malah tertarik waktu kami nggak sengaja ngobrol bertiga di kafe lantai dasar, building tempat kami bekerja saat jam makan siang.
          “Mustinya kamu bersyukur, mereka kan nggak gangguin. Hanya menampakkan wujudnya saja…” kata Ando, mengejutkan.
          “Maksudmu, bisa juga dia penampakan?” Gusti menyela, penasaran. Meski detik berikutnya, tanggapannya sama. Ketawa ngakak!
          “Serius nih, gue… “ Gusti langsung diam, lantas kami berpandang-pandangan. Kulihat mimik mukanya berubah pucat…Kayaknya, Gusti tertawa hanya buat ngalihin perhatian kalau sebenernya dia juga takut.
          “Bisa saja, apa pun yang kamu lihat itu penampakan, makhluk halus atau apalah. Tapi selama mereka nggak gangguin kamu, ya biarin saja. Jangan dipancing atau diusik…” kata Ando, sambil mengaduk es teh manis pesanannya.
          “Jadi maksud kamu, bocah itu hantu?? Trus wanita serem yang tiba-tiba nongolin diri juga? Kok banyak bangetttt?” Suaraku bergetar. Aneh. Kenapa tiba-tiba aku dikasih lihat penampakan sih? Padahal selama ini baik-baik saja, nggak pernah ada rasa takut atau was-was di rumah sendiri…
          “Ehhh, jangan salah… Sebenarnya di sekitar kita, banyak. Hanya saja waktunya, buat menunjukkan diri sama kita. Soalnya nggak gampang juga, buat mereka. Dimensi kita beda…”
          Ah, teori yang dikemukakan Ando hanya bikin migrainku kambuh. Lebih baik, aku nggak dengerin Ando. Kerja…kerja…fokus kerja saja!
          Sebenarnya, aku sudah melupakan obrolanku dengan Ando dan Gusti siang tadi. Pekerjaan yang numpuk, bikin aku nggak sempat berpikir macam-macam. Tapi lagi-lagi, malam ini ketika aku terbangun tengah malam karena ingin ke kamar kecil…
          Kletek…Suara itu terdengar jelas, dekat jendela. Refleks, ku beringsut mendekat,…bocah keling berambut kriwil itu lagi! Aku hampir tersedak, ketika bau busuknya langsung menyengat, menusuk indra penciuman…Tapi kutahan, rasa penasaranku mengalahkan ketakutan ini. Kali ini nggak boleh kelewat, musti kutahu siapa bocah ini…
          Perlahan-lahan aku mengendap-endap keluar dari pintu samping, lantas mendekat ke arah jendela kamar. Samar-samar dari kejauhan, masih kulihat badan bocah itu duduk di bawah jendela. Sedikit lagi, pasti aku bisa menangkapnya.. Biar kutanya, sebenarnya apa yang dia cari di sini..
          Sedikit lagi, aku mendekat..makin dekat, hingga …duh! Bocah itu sadar, aku sudah begitu dekat di belakangnya. Dia balik badan, tatapannya…tajam menusuk. Tubuhku bergetar, bulu romaku kembali berdiri dan rasanya sekelilingku begitu sunyi…Nekad, kuberanikan diri meraih tangan bocah ini. Yess! Berhasil kutangkap, tangannya begitu dingin…
Cewek bertubuh kerempeng ini, meronta, tanpa bersuara. Entah dia ketakutan atau marah, hanya dingin dan baunya saja yang kurasakan, sampai tiba-tiba bayangan itu muncul..Yah! Perempuan berambut ikal, panjang sampai ke pinggang itu sudah berdiri tak jauh dari bocah cilik itu jongkok. Tatapannya sama. Dingin. Dia kelihatan tidak suka, melihatku ada di sana... Bruukkk! Aku pingsan.
*****************
         
          Aroma minyak angin, terasa menusuk indra penciumanku. Hidung ini panas, kayaknya ada yang mengoleskannya kebanyakan di bawah hidung. Sampai terbakar rasanya. Samar-samar, kulihat… Gusti, mama…? Ngapain mama sampai datang?
          “Syukur kamu nggak apa-apa, San. Kami khawatir, kamu pingsan lama banget,” kata mama sambil membesut air matanya. Duh, segitu seriusnya aku pingsan? Baru kuingat, kejadian terakhir sebelum semuanya gelap…. Bocah keling, kriwil dan wanita berambut sepinggang itu….
          “Udah, jangan mikir macam-macam dulu. Ntar malam, gue nginap di rumah kamu ya..Gue temenin tidur,” kata Gusti, membuatku terheran-heran. Ada apa ini?
          Siang itu, setelah kesadaranku benar-benar pulih, baru kusadar kok ada keributan di rumah sebelah. Beberapa petugas keamanan lalu lalang, lantas pembantu-pembantu tetangga yang tuannya pada kerja, ikutan kasak kusuk, nongkrongin di depan rumah…
          Baru kutahu, beberapa hari yang lalu penghuni rumah sebelah berantem dengan istrinya, gara-gara pulang dalam keadaan mabuk. Memang, tetangga sebelah yang barusan ngontrak itu, nggak harmonis rumah tangganya. Mungkin karena berada di bawah pengaruh alkohol, laki-laki itu lepas kendali. Istri dan anaknya, tewas dihajar. Parahnya, mayat sang istri masih dibiarkan teronggok seperti barang, dalam koper yang dia simpan di kamar. Mungkin karena panik, belum tahu gimana cara membuang atau menyembunyikannya. Putrinya, cewek keling berambut kriwil itu, mayatnya ditemukan setengah membusuk di bawah tumpukan kardus, kayu dan barang bekas yang numpuk di samping gang sempit semacam tanah kosong yang menjadi pembatas antara rumahku dengan rumahnya…
          Dugaan sementara, bocah itu terluka parah, lantas kabur ingin mencari pertolongan, lantas keburu pingsan dan jatuh di sana. Atau…bisa juga, dia kabur, sembunyi dari kejarang ayahnya yang tengah mata gelap, sembunyi di sana, sampai meninggal, karena luka-lukanya. Entahlah, aku tak ingin dengar kelanjutan hasil interogasi polisi. Yang jelas, sejak ditemukannya dua jenasah mereka dan dikebumikan dengan layak, aku nggak pernah lagi melihat bocah keling, berambut kriwil yang belakangan kutahu bernama Maura itu, di bawah jendela kamar.  (ft:berbagai sumber)

Tidak ada komentar: