Selasa, 03 Januari 2012

Penjaga Warung Ronde


          
             Auuuuuu!!! Lagi-lagi anjing tetangga melolong. Suaranya memilukan,  bikin hati giris. Entah kenapa peliharaan tetangga depan rumah, akhir-akhir ini sering banget melolong.  Nggak siang, nggak malam… Paling nyebelin kalau aku lagi begadang, mengejar deadline sendirian sampai tengah malam… tiba-tiba suara lolongannya kedengeran. Soalnya bukan hanya kaget saja, tapi bulu kudukku langsung berdiri.
            Kabarnya, anjing yang melolong tiba-tiba itu kan karena dia melihat atau merasakan ada makhluk halus di dekatnya. Benar atau tidaknya, aku nggak mau memikirkan hal itu.  Jelas-jelas aku ini penakut. Lihat film horor sama, males…Masa disuruh membayangkan, ada makhluk halus lewat. Bbbrrr! Yang bener saja…Amit-amit.
            Malam ini tidak berbeda dari hari-hari sebelumnya. Masih ada beberapa catatan, koreksian kantor yang musti aku kerjakan. Sendirian.  Selesai menyeduh segelas kopi,  membuka laptop dan memutar CD penyanyi kesukaanku, aku menghempaskan diri di kursi, tepat di depan meja ruang tengah yang biasa aku gunakan buat bekerja…
            Bing! Beberapa SMS masuk. Biasa Wahyu dan Retno, dua kakakku yang super perhatian itu, selalu nanyain kabar. Ngingetin macam-macam, sampai terakhirnya, kapan kamu segera melamar Siska? Wadowww… Kalau sudah sampai pertanyaan terakhir, aku nggak bakal bisa menjawab.
            Perempuan asal Jawa Timur yang sudah tiga tahun berstatus pacar itu, masih tenang-tenang saja kok belum dilamar. Dia bilang, ingin konsentrasi dulu di pekerjaannya sekarang. Maklum, dia kan baru enak-enaknya dapat promosi jabatan baru. Ntar giliran dia menikah, pasti nggak lama lagi disibukkan dengan momongan, urus suami, bla..bla..bla… kasihan. Aku sendiri masih merasa, sangat muda… Belum genap 27 tahun. Hari gini, nggak ada istilah bujang lapuk atau perawan tua. Karier, keluarga mapan, lebih penting dipikirkan. Menikah buru-buru, kalau ekonomi masih Senin Kamis, trus pribadi keduanya masih labil, buat apa…
            Auuuuuuuu! Aduh anjing itu melolong lagiii. Buyar lamunanku, berganti dengan perasaan gamang. Bulu kuduk ini seperti ditiup, berdiri. Baru nyadar, jam di dinding sudah menunjukkan pukul 12 lewat sedikit… Sementara koreksianku belum banyak, masih ada yang harus dibenerin…
            Aku mengeliat malas, sambil membuka jendela…berharap udara masuk, nggak pengap… Bbbbbrrr! Mataku yang masih sehat, belum pernah memakai kacamata ini menangkap bayangan… Astaga! Nggak salah tuh??! Seorang perempuan  separuh baya dengan badan terbungkuk-bungkuk, jalannya kelihatan susah banget, lewat di depan rumah, bersamaan dengan anjing tetangga yang melolong…
            Wanita itu kelihatan kepayahan jalannya. Mungkin kakinya sakit atau badannya yang sudah renta itu, nggak sanggup dihajar angin malam yang pastinya dingin di luar sana..Srreeett..Sreetttt! Langkahnya yang diseret, sampai-sampai seperti terdengar di telingaku. Padahal sih, nggak mungkin… Masa dia di seberang situ, suaranya bisa kedengeran jelas.. Halusinasi.  Tangan ini sudah mau menutup jendela, tapi isi kepalaku malah mendorongku untuk tetap terjaga di situ, melihat apa yang akan terjadi kemudian.
            Sreeeetttt. Srreeetttt! Suara itu lagi. Perempuan tua itu masih menyeret langkahnya, jalannya memang super lambat seperti keong. Kurasa tengkukku dingin. Perasaan nggak enak menyergap, pas bersamaan dengan lolongan anjing yang kesekian kalinya…
            Auuuuuuu!!! Aku merinding. Perempuan tua itu mendadak menghentikan langkahnya. Dia menoleh, pas menatapku! Duenggg! Ya Tuhan. Remote CD yang tadi nggak sadar kupegang terus dengan tangan kiriku itu, sampai terlepas. Prakkk! Hancur deh bisa-bisa remoteku itu… Aku nggak peduli, karena sekarang jelas-jelas perempuan itu menatapku, nyaris nggak berkedip.
            Aduuuh! Jangan-jangan dia tau, sejak tadi aku memperhatikan jalannya? Atau jangan-jangan, dia bukan manusia… ini yang disebut penampakan? Tubuhku menggigil. Perempuan itu bukannya menjauh, lewat, eh malah mendekati rumahku. Dengan langkah terseok-seok dia mendekati halaman rumahku yang hanya sepetak, cuma sekian ratus meter saja dari jendela kamar, tempat aku memperhatikan gerak geriknya sekarang.
            Waduuuh! Dia membuka pagar.. Lantas masuk halaman… Sendi-sendiku rasanya mau copot. Perasaan nggak enak ini, membuat akal sehatku kacau. Tapi masa sih, cowok penakut? Jelas-jelas itu kan kepercayaan orang saja yang mengatakan, lolongan anjing menandakan makhluk halus lewat.. Kalau nenek ini jadi-jadian ya, nasib apes saja kaliii…
            Aku merapatkan kembali jendela kamar. Lantas,  keluar. Ibaratnya, kalau mau hancur, bonyok, sekalian hancur saja deh. Hadapi. Daripada aku ngeringkel di kamar, sembunyi karena ketakutan? Siapa tau, nenek ini memang beneran manusia yang butuh pertolongan?
            Pintu depan, kubuka setelah sebelumnya lampu ruang tamu yang semula kecil, kuganti dengan menyalakan yang besar. Biar terang, jelas… Bbbbrrrr! Dingin. Klekkkk! Kunci kuputar, pintu berhasil dibuka… Nenek yang tadi masih di halaman luar itu, sekarang sudah berdiri tepat di depan pintu  rumahku! Jaraknya kini nggak lebih dari setengah meter di depanku… Astagaaa! Aku sampai terbatuk-batuk, tersedak, saking kagetnya.
            Bau wangi bunga atau rempah-rempah, langsung menusuk indra penciumanku.  Perempuan itu menatapku dalam-dalam. Baru kusadar, dia sebenarnya cantik. Meski sudah keriput, sisa kecantikannya masih jelas terlihat. Wah, waktu mudahnya pasti jadi kembang kampus tuh…
            “Boleh minta minumnya, nak??” Glekkk. Suaranya yang serak dan parau itu, mengejutkan. Dia bicara! Ya iyalah…manusia. Ingin rasanya menertawakan kebodohanku sendiri. Kalau dia bisa bicara, pasti manusia. Lagian, ngapai aku musti percaya cerita di film-film horor…
            “Oh, ada-ada nek… Masuk dulu, duduk? Saya ambilin ya?” tawarku, sambil ngebuka pintu lebar-lebar. Perempuan itu menggeleng. Isyarat matanya mengatakan, dia di situ saja nungguin minum…
            “Nggak dingin nek, berdiri di situ? Nenek duduk saja, masuk. Nggak apa.. Saya ambilin minum dulu ya…” kataku, lantas meninggalkannya dia sendirian di sana. Aku ingat, masih punya beberapa gelas air mineral dalam kemasan. Aku mengambil paper bag di meja, lantas aku masukkan kemasan air mineral itu dalam tas karton itu. Lumayan. Buat bekal nenek itu…
            Aku keluar, berharap wanita tua itu sudah duduk di ruang tamu. Nyatanya, nggak. Dia masih berdiri di depan pintu, sambil tangannya berpegangan dinding. Kayaknya menahan tubuhnya yang sudah kelelahan… Kasihan.
            “Nek, istirahat dulu di dalam… Nenek mau kemana sih, malam-malam gini?” tanyaku, sambil memegang pundaknya. Bbbrrr. Dingin. Aroma rempah pandan yang wangi banget itu lagi-lagi menusuk indra penciumanku.
            Wanita tua itu menggeleng. Dan aku ingat..Bukannya masih ada sisa kue yang sore tadi dikasih Dita, teman sekantorku? Malam ini juga pasti nggak bakal kumakan, karena itu artinya bikin badanku yang sudah nggak ramping lagi ini makin melebar…
            “Sebentar ya, Nek… Tunggu dulu di sini, jangan kemana-mana. Tunggu. Sebentarrr saja…” kataku, lantas buru-buru ke dapur. Pintu lemari es kubuka. Bener. Masih ada seperempat kue tart, pemberian Dita yang siang tadi merayakan ultah di kantor dengan potong kue.
            Kue kuambil, kumasukkan dalam wadah makanan dari plastik. Lantas, aku balik lagi ke depan. Jrengg! Wanita tua itu sudah nggak ada di sana. Bingung. Aku cari-cari di teras depan atau halaman, sama saja hasilnya. Dia sudah nggak ada di sana… Sementara itu, lolongan anjing  kembali terdengar. Bulu kudukku meremang. Buru-buru aku menutup pintu depan, mematikan lampu utama dan balik ke meja kerjaku, buat menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai. Jantungku berdegup kencang. Pasrah saja lah.. Wanita tua itu tadi manusia atau jadi-jadian...asal dia tidak mencelakaiku saja, cukup.
********
            Bau bangkai??!!! Pusing. Selesai mandi, aku mencium bau tak sedap yang sumbernya dari teras depan. Bau bangetttt! Seperti bau bangkai atau sesuatu yang membusuk. Gggrhhh. Jangan-jangan,  sampah di depan rumah diacak-acak kucing, hingga baunya kemana-mana? Malas banget, aku keluar buat mencari sumber aroma tak sedap ini… Pas pintu depan kubuka…
            Astagaaaa! Bangkai tikus itu tergeletak di depan, tepat di depan pintu. Kepalanya sudah hilang! Sebagian badannya tercabik-cabik, sampai isi perutnya terburai. Hampir saja aku muntah, jijik dan mual dengan baunya… Lalat sudah mengerubutinya… Astagaaa! Masa sih kucing sadis banget, sampai mencabik-cabik korbannya seperti ini?
            Bener-bener sial. Pagi-pagi sudah dapat “hadiah” bangkai tikus. Terpaksa aku musti bersihkan bekasnya dengan karbon dan menyiramnya dengan air sebanyak-banyaknya, agar bakteri dan baunya nggak menyebar ke mana-mana. Bangkainya kumasukkan plastik, lalu kumasukkan tempat sampah. Selesai. Aku mandi dan bergegas ke kantor.
            Bayangan tikus mati, darah di mana-mana tadi pagi, nyaris aku lupakan. Balik dari kantor, baru kuingat bola lampu kamar belakang, mati. Aku mampir dulu ke toko kelontong  kecil yang menyatu dengan warung ronde, di ujung gang dekat rumah, buat beli bola lampu.
            Duuuh! Wanita tua itu lagiiii?? Aku mengerjapkan mata, berusaha meyakinkan dengan penglihatanku.. Perempuan yang semalam kutemui di rumah, ternyata ada di warung ronde ini. Dia mondar mandir di balik meja, tapi tidak melakukan apa-apa. Hanya melihat kesibukan seorang perempuan muda yang lagi menghitung-hitung sesuatu. Oooh, mungkin belum ada pembeli. Mereka masih nyantai..
            Entah kenapa, perasaan nggak enak kembali menyergap. Apalagi pas perempuan tua itu tiba-tiba sadar, aku memperhatikannya dari tadi. Dia menatapku, tajam… Aku senyum. Ya, setidaknya dia kan inget aku tetangganya, bahkan dia pernah ke rumah. Wuusss! Tapi dia diam saja… Tanpa ekspresi. Seolah-olah, kami tidak pernah bertemu sebelumnya.
            Bbbbr,…Bulu kudukku kembali meremang. Aneh. Kok bersamaan dengan anjing tetangga yang melolong, menggiriskan suaranya. Wanita tua itu masih memperhatikan aku dengan dahi berkernyit…. Sementara perempuan muda yang bersamanya, ketika melihatku malah senyum, sambil menganggukkan kepala… “Mampir masss…” katanya.
            Aku menggeleng, senyum.
            “Makasih Mbak…Saya buru-buru, masih capek abis pulang kantor,” kataku lagi, sambil menerima uang kembalian dari penjaga toko. Penjaga toko kelontong itu mengerutkan keningnya, seperti terheran-heran melihat aku memperhatikan warung ronde itu…
            “Ngomong sama siapa mas?” tanyanya… Aku senyum sambil menunjuk perempuan muda itu… Penjaga toko itu masih mengeryitkan dahi. Mmm, pasti sebentar lagi aku digosipin deh.  Cowok kecentilan menggoda penjaga warung ronde hahahahaha…
*******
            Dua malam berturut-turut, tidurku nggak pernah bisa nyenyak. Gimana mau lelap, kalau lolongan anjing itu selalu saja terdengar, bersamaan dengan udara dingin di tengkuk. Sampai bulu romaku berdiri. Kalau kuintip, aku sering melihat wanita tua itu tengah jalan sendirian, sambil mengepit tas lusuhnya yang terbuat dari anyaman daun pandan.
            Paling membetekannya lagi, selalu kutemukan ceceran darah di teras. Bangkai tikus yang dicabik-cabik. Astaga. Seperti diteror saja… Tiap pagi musti membersihkan bangkai tikus yang badannya sudah nggak utuh lagi…
            Malam ini, lagi-lagi badanku menggigil. Pas kulihat dari jendela, wanita tua itu jalan terhuyung-huyung sendirian. Astaga tuh nenek. Masa selalu jalan tengah malam gini. Atau jangan-jangan, dia bukan manusia beneran? Alias hantuuuuu??
            Badanku lagi-lagi menggigil, bersamaan dengan ketukan di pintu. Tamu? Aku ke depan dengan ragu.. Salah alamat atau memang tamu iseng, tengah malam begini? Aku membuka pintu… Andaikan dia orang jahat, aku sudah berjaga-jaga. Biar begini kan aku bisa bela diri… Dulu pernah ikut padepokan pencak silat…
            Dugggg! Pintu terbuka. Wanita tua itu sudah berdiri di situ… Aku menggigil, takut sendiri… Inget gimana dia suka jalan malam-malam sendiri… Inget gimana dia tiba-tiba menghilang, ketika aku tengah mengambilkan kue ….
            “Boleh minta air minumnya nak???” Aku tergagap, nggak menjawab. Sampai wanita tua itu memandangku dengan tatapan heran…
            “Nak…”
            “Oohhh… iya…iya Nek, sebentar ya… Saya ambilkan. Nenek duduk saja dulu di dalam…” kataku, sambil buru-buru ke belakang. Aku nggak mau basa basi lama-lama. Perasaanku mengatakan, ada yang nggak bener sama wanita ini…
            Betul kan! Pas aku balik wanita tua itu sudah nggak ada di sana. Hanya baunya yang semerbak pandan itu tercium. Aku menggigil. Pintu ruang tamu masih terbuka lebar. Pas aku mau tutup, seorang perempuan cantik  kulihat berdiri di deket pagar rumah. Ohhh, penjaga warung ronde itu. Berarti tadi dia mencari ibunya kali…
            “Mbak, cariin Ibu yang sama mbak di warung itu ya?” tanyaku, sambil keluar menghampiri tuh cewek. Perempuan ini senyum, mengangguk.
            “Ya, saya cari Ibu.. Bu Ijah, ibu saya..Biasanya lewat sini…” katanya, sambil meremas-remas dompet yang dia pegang. Sepertinya dia gelisah. Kasihan. Aku senyum, lantas kutunjukkan arah itu itu biasa pergi..
            “Tadi mampir ke sini, entah kok tiba-tiba menghilang..Kayaknya ke sana deh,” kataku. Dia senyum, tanpa banyak bicara trus meninggalkanku sendiri. Aku menggeleng-gelengkan kepala, pas anjing tetangga kembali melolong. Lama-lama kutimpuk juga tuh anjing…Bikin jantungan aja!
***********
            Sore ini, sepulang kantor sengaja aku jajan wedang ronde bareng Dito, tetangga samping rumah. Kami memang berteman baik. Kalau nggak jogging pagi bersama, kadang juga nonton bioskop bareng… Tepatnya sejak aku pindah kompleks sini, tiga bulan yang lalu. Mungkin karena dia sebayaku… Jadi kami nyambung.
            Aku senyum, pas melihat perempuan muda itu mondar mandir di dapurnya yang terbuka, jadi kelihatan sama tamu yang beli ronde. Sementara wanita tua yang biasa kulihat malam-malam, nggak henti menatapku. Aneh nih ibu..Perasaanku makin nggak enak… Sementara seorang cowok yang kutebak usianya nggak lebih dari 20 tahunan, sibuk meladeni pembeli.
            “Ngapain lo senyum-senyum?” tanya Dito. Aku tertawa.
            “Perempuan itu cantik juga ya…” Dito mengerutkan kening.
            “Sakit jiwa ya?!! Nenek tua diisengin…”
            Aku melotot. Dito ngaco juga becandanya. Masa aku dibilang naksir yang nenek-nenek itu??? Aku menendang kakinya. Trus kubisikin…takut ada yang denger, kan malu..
            “Cewek itu yang mondar mandir di dapur..” kataku lagi.. “Anak ibu warung kali ya?”
            Dito mendadak pucat. Dia buru-buru menyelesaikan makannya, trus mengajakku pergi dari situ… Pas memang mangkokku sudah kosong.
            “Apaan sih loooo??! Masih enak-enaknya nongkrong di situ, main tarik aja!”
            Dito nafasnya memburu, seperti orang habis dikejar maling.
            “Jadiiii…ja..jadiiiii lo bisa ngeliat juga ya???”
            Aku masih nggak ngerti….
            “Sebagian orang bisa ngelihat memang, suka digangguin ..Amit-amit, jangan sampai aku juga bisa melihatnya….”
            Aku masih nggak ngerti. Kutepiskan tangannya yang mencengkeram kerah kemejaku. Astaga. Baru nyadar, dia kok sepertinya takut banget sih????
            Dito menenggak habis air putih yang kukasih, setelah kami sampai di rumah.
            “Ndra! Warung ronde itu… pemiliknya ibu tua dan anak laki-laki yang ngeladenin kita itu saja… “
            “Trus cewek itu? Pembantunya????”
            Dito menggeleng. “Anak perempuannya yang sering kamu lihat itu, sudah lama meninggal! Dia ditemukan mati, gantung diri di warungnya. Gara-gara sebelum kejadian itu, dia diperkosa sama sejumlah berandalan anak kampung sebelah.. Pelakunya belum tertangkap. Dia mungkin nggak sanggup nanggung malu, trus bunuh diri… Memang beberapa penduduk masih sering diliatin, cewek itu…”
            Duuukkk!!! Mataku berkunang-kunang. Kepalaku pusing…. Jadi nenek yang serem itu ibu kandung perempuan yang justru sudah mati, karena bunuh diri???(Foto: berbagai sumber)

Tidak ada komentar: