Selasa, 03 Januari 2012

namaku CINTA



            Gubrakkkk! Buset dah. Bener-bener ceroboh sih, tukang yang mengerjakan renovasi apartemen ini.. Masa meletakkan alat-alat yang habis digunakan, sembarangan. Nggak dirapiin kembali dalam kotaknya. Giliran ada orang lewat, bisa tersandung jatuh. Kan bahaya banget.  Untung saja di gedung yang sudah cukup lama aku tinggali ini, penghuninya nggak suka kelayapan. Pulang dari bepergian, mereka langsung masuk apartemen masing-masing.
            Kuingat jaman aku masih anak-anak, lagi bandel-bandelnya, suka banget berlarian, kejar-kejaran di lorong yang menghubungkan antar apartemen satu dengan yang lain, bareng anak-anak yang tinggalnya di bangunan ini ini. Kadang, kami main petak umpet.  Paling nekad dan bandel ya, aku… Mereka semua gampang sekali ketahuan, sembunyinya di mana. Giliran aku? Mmm…Pasti susah banget nemuin. Soalnya, aku doyan banget sembunyi di tempat yang mereka takutin. Seperti gudang penyimpanan alat kebersihan atau tukang yang ada di pojok lorong, kadang juga di teras lobi atas.
            Kabarnya nih, gudang di pojokan itu ada penunggunya. Jiaaahhh, hari gini masih percaya begituan. Meski aku masih kecil, nyaliku gede. Soalnya sudah kebiasaan  dihukum papa, dikunciin di kamar atau gudang. Yup. Kecilku memang bandel banget. Maklum, anak perempuan, satu-satunya.
            Meski namaku cewek banget, Cinta, aku terbilang tomboi dan nggak pernah takut apa pun. Kalau sahabat-sahabatku di apartemen, takut gelap,  aku? Nggak tuh. Bahkan listrik mati pun, aku masih nyantai, ngelongok ke luar lorong, nungguin papa atau mama yang belum pulang, hanya dengan bantuan senter atau lampu emergency. Pernah juga, kami bermain di bawah, dekat kolam renang apartemen. Karena keasyikan,  sampai lewat magrib dan langit mendung pula…Kayaknya mau hujan. Teman-temanku langsung teriak, panik dan histeris, waktu denger suara gledek, lantas mereka berlarian pulang. Tapi aku malah melanjutkan main di sana sendiri…Sampai  mama yang panik, mencariku ke mana-mana, menemukan aku di situ.
            Tanpa sengaja, aku pernah denger obrolan mama dan papa tentang aku. Kata papa, beliau bangga dan tidak menyangka, putrinya mewarisi bakat ibunya.. alias eyangku. Tapi aku masih bingung, bakat apaan? Baru kutahu jawabannya, seminggu sebelum papa meninggal, atau tepatnya ketika aku bertemu dengan eyang putri untuk pertamakalinya, katanya indra keenamku tajam. Aku juga memiliki kepekaan lebih dibanding manusia normal lainnya, makanya tidak mudah di”ganggu”.
             Selama ini, hubungan eyang putri dengan kedua orangtuaku buruk. Bahkan mama dan papa menikah, tanpa restu eyang putri. Makanya, sampai aku umur 6 tahunan, aku belum pernah bertemu beliau. Baru ketika papa sakit keras, eyang putri muncul dan nengokin papa, sekaligus mau melihat aku. Cucunya.
            Papa meninggal, seminggu kemudian setelah menceritakan semuanya padaku. Ya, meski aku masih terlalu kecil untuk memahami semua yang beliau ceritakan, setidaknya aku bisa ngerti…ternyata, bandelku ini ada sebabnya. Kuingat waktu kecil, ketika aku lagi main di lorong apartemen, lantai atas bersama anak-anak sebayaku.. Tiba-tiba mereka berteriak, ketakutan, berlarian mau buru-buru turun ke bawah.. Seorang nenek dengan rambut panjang terurai, langkahnya terseok-seok, memandangi kami dari sudut lorong. Heran. Baru ketemuan dengan nenek gitu saja, mereka kok sudah lari ketakutan sih? Aku masih nggak ngeh… Bahkan tuh nenek, aku ajak senyum dan kusapa… “Sendirian nek? Tinggalnya di lantai berapa?” tanyaku, cuek. Tuh nenek hanya senyum, sambil nunjuk ke atas… Aku melambaikan tangan, pamitan. Trus menyusul temanku, pulang…
            Baru sampai di lantai bawah, teman-teman mengerubuti aku. Ada yang pegang jidatku, ada yang nowel-nowel pipi, bahkan ada yang menarik-narik jaketku, seperti girang karena barusan menemukan aku kembali…
            “Kok berani sih, kamu… Kalau diculik, nggak bisa pulang gimana?” tanya Rio yang badannya tambun. Pipi chubinya yang kayak bakpao itu, makin gembung. Dia terheran-heran melihatku cengar cengir doang…
            “Iyaaa….kamu bikin kami jantungan. Diajakin lari, malah nongkrongin di situ. Nggak takut diapa-apain ya??” Irine yang blasteran Sunda Jerman itu, ikutan bicara.
            “Apaan sih ngomongnya? Siapa mau nyulik dan ngapa-ngapain aku? Lagian kalian aneh, main lari dan teriak-teriak panik gitu…:”
            “Ya ampunnn, Cinta! Kamu nggak sadar apa… tuh nenek-nenek kan hantuuu..”
            Aku melotot, kaget. Abis itu tertawa ngakak-lah.. Biar pun masih kecil, aku nggak pernah denger hantu itu beneran..Paling juga setan-setanan yang dibuat di film-film horor.
            “Ngaco ah…. Nenek tadi dibilang hantu. Dia mau balik ke apartemennya tuh, nyasar kali di lorong…” Aku masih nggak percaya.
            “Balik gimanaa??! Nggak lihat ya, kakinya nggak napak… Jalannya kayak terbang gitu, trus bulu kuduk kita berdiri semua…”
            “Ah, ngacoooo… Bohong! Fitnah!” Aku tersedak, kaget.
            “Beneran Cintaaaa… Kalo nggak, ngapain kami segitu takutnya.. Coba pake akal deh. Tuh nenek tadinya nggak ada di situ. Gimana coba, dia bisa tiba-tiba nongol? Kan musti lewat lift dulu.. Pojokan situ kan pas gudang, buntu… Apa kamu pikir, nenek itu masuk-masuk ke gudang???!” Rio kayaknya gemes, melihat aku masih cuek…
            “Ya, Cintaaa… Tuh nenek tiba-tiba aja ngejogrok di situ. Trus kamu lihat, jalannya tuh nggak napakkk.. Kakinya ngegantung gituuuu..”
            Aku masih nggak percaya. Aku geleng-geleng kepala, selanjutnya ngakak abis. Lha iya kan… kok kayak cerita di bioskop. Jalannya terbang-terbang, nggak menapak kakinya. Mana ada sihhh?
            Kejadian hari itu, nyaris aku lupakan. Hingga suatu hari, ketika aku sudah beranjak gede, ya belasan tahun gitu deh…abg… Aku mau masuk ke lift, tiba-tiba  seorang nenek yang rambut putihnya dibiarkan tergerai, sudah berdiri dekat denganku. Entah, kapan dia munculnya. Dia menatapku, sambil senyum…
            “Mau ke lantai berapa, Nek…”
            Perempuan tua itu nggak menjawab. Dia hanya menunjuk ke atas… Kuperhatiin, ohh, kali dia tinggal di lantai atas…
            Binggg! Pintu lift kebuka. 
            “Yuk Nek, sama-sama…” kataku pas masuk, trus balik badan… Duengg! Nenek itu sudah nggak ada.
            “Bentar-bentar, Pak…Tunggu nenek itu dulu…” kataku, sambil clingak clinguk ke lorong kanan dan kiri lift. Tapi sepi, nggak ada siapa-siapa!
            Security apartemen yang bertugas di lift itu terheran-heran, melihat tingkahku.  Dia jadi ikutan ngelongok ke lorong yang menghubungkan antara apartemen satu dengan lainnya…
            “Cari siapa, dik?”
            “Itu nenek yang tadi bersama saya, nungguin depan lift!”
            “Nenek? Nggak ada tuh… Begitu lift terbuka, saya hanya melihat adiknya sendirian. Nggak ada siapa-siapa….” Tuh security langsung meraba tengkuknya. Kelihatannya dia ngerasa nggak enak, begitu dia bicara…
            “Mari dik, buruan masuk.”
            Kami berdua di lift, sama-sama terdiam. Kuperhatiin beberapa kali tuh petugas meraba tengkuknya, kayak orang ketakutan. Aneh. Sampai balik lagi ke lantai atas dan bertemu dengan petugas itu, dia menatapku seperti orang takut-takut.. Ah, bodoh amat. Kupikir, perasaanku saja kaliii…
            Nyatanya, nggak. Baru kudengar cerita Irine teman masa kecilku yang kini pindah di building sebelah. Katanya, dia dengar cerita kalau apartemen kami memang ada penghuninya. Ya, penghuni bukan sembarang penghuni lho… Alias makhluk halus..  Wajar kali, soalnya tempat gelap, lembab, trus suka lama ditinggalin alias nggak dihuni kan merupakan tempat favoritnya mereka.
            “Tau nggak, Cinta… wujudnya bisa apa saja.  Nenek-nenek tuh yang paling sering… Waktu kita masih kecil, suka main petak umpet inget nggak… Ya itu dia yang bikin kita tunggang langgang ketakutan, soalnya ngelihat nenek itu serem. Nggak kayak biasanya orang…”
            “Kita? Kalian kaliii yang lari terbirit-birit..” ledekku, sambil ngikik geli. Irine gemes. Dia menimpukku dengan bantal sofa..
            “Kamuuu ya! Nggak ada takut-takutnya.. Ntar deh, giliran yang nongol serem, baru kebuka matanya…”
**********
            Kata-kata Irine, nggak kumasukin ke hati. Sampai dia pulang sore itu, aku masih nyantai, balik ke kamar di lantai atas sendiri. Pas mau ke lift, tiba-tiba…. Duengg! Seorang nenek yang biasanya aku temui sudah berdiri di sana… Dia senyum, melihatku muncul. Mmm, kalo gini mah bukan hantuuu.. Dasar tuh teman-temanku, rumpi semua…
            “Mau barengan Nek… Yuk…” kataku, begitu lift kebuka…
            Aku masuk, sambil tanganku masih memencet tombol, menahan agar pintunya nggak buru-buru menutup.
            “Mari Nek…” kataku, sambil senyum…”Lantai berapa??”
            Nenek itu menunjuk angka 1…
            “Samaan ya Nek. Saya juga ke bawah… “ kataku lagi, sambil mengecek isi tasku. Perasaan tadi ada yang kelupaan nggak ya? Ohh, lengkap ternyata buku yang kubawa.
            Bing! Pintu lift kebuka, aku keluar, pas balik badan… Duenggg! Tuh nenek nggak ada… Glekkk… Padahal jelas-jelas tadi dia kan bersamaku dalam lift??? Aku masih bengong di depan lift, ketika petugas yang berdiri di situ menghampiri…
            “Kenapa dik? Ada yang ketinggalan? Mau naik lagi?”
            Aku menggeleng…. “Tadi, saya keluar sendiri Pak? Ada orang lain nggak??”
            “Orang laiinn? Nggak ada tuh, dik.. Tadi saya lihat, pintu kebuka adik sendirian. Memangnya tadi sama siapa??”
            Aku nggak menjawab pertanyaannya, karena langsung buru-buru ngacir. Kaburrrr! Nggak, nggak mungkin…. Masa hari gini ada hantu? Penampakan? Tapi ya, kenyataannya aku ngerasain sendiri.
            Gara-gara kejadian itu, aku mulai makin peka sama sekelilingku. Dan makin teliti, makin kusadar, memang banyak banget “penghuni” di apartemen ini, selain kami-kami, manusia… Gudang, pojokan lorong, dekat lift di lantai 8, atau… lorong di dekat apartemenku ..ya, si nenek itulah…
            Seperti yang papa bilang, aku peka tetapi juga punya pegangan dari eyang putri, makanya aku bisa merasakan, tapi juga nggak takut-takut amat. Karena aku lumayan aman, nggak digangguin… Kupikir selama kita nggak “ganggu” mereka, sebenarnya kita semua juga nggak bakal diusik… Mereka toh hanya “sekedar” pengen menampakkan diri …hahahaha…
            Dueerr! Glondangggg… Tuh kan!  Sebuah balok kayu yang disandarkan di dinding,  jatuh, menimpa gerobak yang berisi alat pertukangan. Gerobaknya terbalik, isinya yang berhamburan. Padahal tuh ada boor listrik, tembakan paku, macam-macam. Gila nih, kayak nonton film Final Destination saja.. Gimana coba, kalau tukang itu kepleset trus nimpa semua perkakas itu?
            Aku geleng-geleng kepala.  Kayaknya lebih baik, balik lagi ke apartemenku dah, daripada memperhatikan bagian bangunan yang lagi direnovasi ini… Kulihat belum terlalu larut. Biasanya tukang-tukang itu, kerjanya shift-shift’an. Malam pun mereka masih jalan… Ngejar target, pasti..
            Bener. Beberapa pekerja sudah datang. Mereka langsung ke posisi masing-masing. Kulihat alat yang jatuh berantakan tadi, belum juga dibenahi. Padahal kan itu penting, bahaya…
            “Mas…Itu barang-barangnya, beresin dulu.. Bahaya tuhhh..” kataku, sama seorang cowok yang badannya berotot , tinggi besar. Cowok itu nggak peduli. Bahkan melihat aku yang mengajak dia bicara pun, nggakkk! Dasar. Kulihat cowok satunya yang bodinya lebih kurusan…
            “Mas… Itu lho, barang-barang yang tajam, serem itu dirapiin duluuuu..”
            Eh, si cungkring itu diam. Nggak peduli. Bikin aku sewot…
            “Susah banget sih dikasih saran…Gini nih yang bikin sering kejadian, kecelakaan di tempat kerja…” kataku, duerrrr!!! Belum selesai aku bicara, sebilah kayu yang disandarkan di dinding, terguling  trus menimpa beberapa batang pipa. Semua pipa itu jatuh berhamburan, nimpa kaleng cat atau vernis entahlahlah, tapi yang pasti cairannya langsung tumpah menyiram cowok yang lagi jongkok… byuur!
            Deggg! Jantungku mau copot… Tuh kan! Masih untung, hanya ketumpahan gitu. Kalau ketimpa yang lain?? Aku nggak mau jantungku copot betulan, melihat mereka bekerja. Buru-buru aku balik badan, mau meninggalkan tempat itu… ketika, seorang cowok yang kutebak koordinator mereka, kelihatan sewot. Sama sepertiku tadi..
            “Hati-hatiii! Tuh barang di lantai, beresin dulu…  “
            “Bener mas..tadi juga saya ingetin, mereka cuek…” kataku, pada tuh cowok. Eh, giling… Cowok ini juga nggak peduli. Bahkan bilang terima kasih kek…
            Masa bodoh, ah.. Buru-buru aku menuju lift, mau balik ke kamar… Sambil menunggu, kulihat dua orang tukang mau masuk lift juga bersamaku. Salah satunya kelihatan cemas, sambil bolak balik meraba tengkuknya…
            “Perasaanku nggak enak deh, Win. Sejak kita renovasi apartemen ini…banyak kejadian.. “
            “Huussss! Jangan ngomong gituan! Aku juga merinding nih…” kata cowok yang pake topi hitam, sambil clingak-clinguk kanan kiri. Aku senyum. Nih cowok kok nyalinya ciut. Aku aja cuek… lift kebuka, kami masuk…Bertiga kami di dalam, dua cowok ini makin aneh kelakuannya.
            Si cungkring ngomong lagi, kok perasaannya nggak enak..
            “Udahlah, nggak usah dipikirin. Makin parno kita, “ kata cowok satunya lagi.
            “Ya nih, sejak diceritain ada cewek yang suka mondar mandir di sini, perasaan jadi nggak tenang..”
            “Cewek? Mondar mandir  di mana mas?” tanyaku. Eh dua cowok ini nggak jawab. Bahkan melihatku pun, nggakk!
            “Iya tuh..sejak kecelakaan yang bikin seorang cewek mati di lantai kita bekerja itu, kabarnya memang suka ada penampakan…”
            “Meninggal di mana?? Cewek? Penghuni apartemen lantai berapa?” tanyaku lagi. Eh, dua cowok itu masih nggak peduli. Kurang ajar banget siiih!
            “Iya, cewek itu masih suka nongol. Dia hanya merhatiin orang kerja..gara-gara dia meninggalnya kepalanya bocor, kejatuhan alat pertukangan..”
            Aku mengeryitkan dahi, ketika kurasa kepalaku basah dan dingin. Tanganku meraba rambutku yang terasa lepek, basah. Waktu kulihat lagi, jari-jari yang tadi meraba rambutku, merahhhh… Darah. Kepalaku berdarahhhh??? Kenapa dua cowok itu, masih nggak perduli ya.. Aku masih nggak ngerti, ketika pintu lift kebuka, dua cowok itu keluar tanpa memperdulikanku yang berdarah-darah ini… Pas ada sepasang suami istri mau masuk lift, sebelum aku sempat keluar… Mereka tercengang, sedetik kemudian lari terbirit-birit…
            “Hanttuuuuu!!!!” kata mereka…. Aku bingung. Ngapain mereka ketakutan gitu? Aku menoleh… Nenek tua yang sering kulihat sejak kecil itu senyum.
            “Udahlah..dunia kita sudah beda sama mereka..” katanya… Jadi??!(Ft:berbagai sumber)

2 komentar:

Sundari mengatakan...

aaah!!
aaaaah!!
menyebalkan!

seperti biasa, twisting.. meski kalau sering baca jadi suka ngeraba2 sendiri..
xD.

Bocah Galau mengatakan...

em, follow blog aku dong:)