BENTENG-BENTENG TUA
Manusia memang punya
banyak akal, kreatif dalam keadaan terdesak sekalipun. Salah satu bukti karya
manusia, benteng pertahanan. Semula “arsitek”nya membangun benteng-benteng ini
di Indonesia, untuk bertahan dari serangan musuh. Namun kini sisa-sisa bangunan
yang masih berdiri dijadikan tempat wisata bersejarah, bahkan ada yang masuk
rekor dunia.
Benteng Victoria-Ambon
Sentral Perdagangan
Sungguh
menyedihkan, bila mengingat cerita dibalik berdirinya benteng yang dibangun
oleh Portugis tahun 1775, tapi tidak lama kemudian diambil alih oleh Belanda.
Lokasinya sangat strategis. Penjajah waktu itu bisa mengumpulkan rempah-rempah
dari rakyat Maluku, lalu
mendistribusikan ke beberapa negara Eropa melalui jalur laut. Ya, jelas saja
menguntungkan…Benteng ini ada di depan pelabuhan.
Samping bangunan
yang juga digunakan buat benteng pertahanan melawan serangan masyarakat Maluku,
ada pasar tempat pedagang pribumi menjual hasil panennya. Ketika pertempuran
sengit masih berlangsung, pahlawan Pattimura tertangkap dan akhirnya digantung
di depan benteng ini, tepat 6 Desember 1817.
Benteng yang
kini dibuka buat wisatawan ini, masih menyimpan beberapa meriam berukuran
raksasa, patung-patung dari kayu pilihan, lukisan koleksi petinggi Belanda
waktu tinggal di Maluku dan peta perkembangan Ambon dari abad 9 hingga abad 17.
Serunya lagi, bila kita berdiri di sisi depan benteng yang memiliki julukan
Boulevard Victoria itu, kita bisa melihat Pantai Honipopu. Teluk Ambon yang
sangat indah ketika matahari tenggelam pun bisa terlihat dari tempat ini.
Benteng Pendem-Cilacap
Tertimbun Pasir
Sesuai
namanya, pendem atau terpendam, benteng peninggalan Hindia Belanda yang
dibangun bertahap dari tahun 1861 sampai 1879
ini pernah terpendam tanah pesisir pantai Teluk Penyu, Cilacap Jawa
Tengah. Bangunan yang ada di area seluas
6,5 hektar, tepatnya 0,5 km arah Selatan Teluk Penyu itu awalnya digunakan sebagai markas
pertahanan tentara Hindia Belanda dari serangan yang datang dari arah laut.
Tim arsitek dari
Belanda yang mendesainnya memang berhati-hati, sampai menghabiskan waktu 18
tahun buat menyelesaikan pembangunannya! Pondasinya sangat kokoh. Benteng juga
dikelilingi pagar dan parit sedalam 1-3 meter. Sayang, Jepang berhasil merebut
benteng ini tahun 1941. Ketika Nagasaki dan Hiroshima dibom sekutu, Jepang
meninggalkan Indonesia. Benteng diambil alih TNI dan mereka menggunakannya
sebagai tempat latihan perang bagi pejuang kemerdekaan.
Saat perang
berakhir, kondisi benteng yang ditinggalkan sempat memprihatinkan. Hingga
nyaris “menghilang” karena terpendam pasir pantai. Namun tahun 1986, pemerintah
daerah menggalinya kembali. Hebatnya, beberapa ruang yang ada, masih utuh dan
bagus kondisinya. Benteng Pendem memang kelihatan sederhana, namun isinya
lengkap, seperti: 60 kamar barak,
benteng pertahanan, benteng pengintai, gudang mesiu, ruang penjara, dapur dan
klinik. Konon, ada terowongan dalam bangunan ini yang bisa tembus ke benteng
lain dan bahkan sampai ke Pulau Nusakambangan. Wow!
Benteng Vastenberg-Solo
Pusat Garnisun
Lokasinya
ada di kawasan Gladak, Surakarta. Kabarnya Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff
tang memerintahkan pembangunan benteng Vastenberg tahun 1745. Awalnya bangunan
itu digunakan buat pusat garnisun dan kantor pemerintah Belanda yang ingin
mengawasi penguasa Surakarta.
Bentuk
bangunannya, berupa bujur sangkar yang sekelilingnya ada parit buat
perlindungan dengan jembatan di pintu depan dan belakang. Benteng ini terdiri
dari beberapa barak, lantas di halaman tengah ada ruang terbuka buat persiapan
pasukan atau apel bendera. Berseberangan dengan gedung ini ada kediaman
gubernur Belanda, tapi kini menjadi kantor Balaikota Surakarta.
Benteng Du Bus-Papua
Benteng Pertahanan
Pasukan
Hindia Belanda memang tidak menyisakan sedikit pun kesempatan untuk meraih
keuntungan di negeri jajahannya, seperti Indonesia. Mereka pun membangun benteng pertahanan di
Papua, 24 Agustus 1828 yang namanya diambil dari nama Gubernur Jenderal Hindia
Belanda saat itu, L.P.J. Burggraaf du Bus de Gisignies. Mereka menganggap Papua
sebagai wilayah jajahannya, namun mereka baru berhasil menguasai tanah di Papua
sepenuhnya akhir abad 19.
Fort
Du Bus, sebutan lain benteng ini menjadi saksi bagaimana hubungan Belanda dan
penduduk pribumi kala itu. Banyak surat perjanjian ditandatangani oleh di sana,
seperti pengangkatan Raja Namatote, Raja Lokajihia (Kasa), Lutu (orang kaya di
Loba, Mewaea dan Sendawan) sebagai kepala daerah.
Benteng Malborough-Bengkulu
Warisan Inggris
Pemerintahan
Hindia Belanda memang banyak meninggalkan benteng di Indonesia, namun Inggris
juga pernah membangun benteng di Bengkulu tahun 1713-1719 di bawah pimpinan gubernur
Joseph Callet. Tujuannya sebagai benteng pertahanan. Benar juga, benteng ini
ternyata benteng terkuat Inggris di wilayah Timur, selain benteng St. George di
Madras India. Lokasinya ada di atas bukit buatan, menghadap kota Bengkulu.
Campur
tangan arsitektur Inggris abad 20-an membuat bangunan ini kelihatan megah.
Detail pondasinya yang bergaya Eropa, seakan ingin menggambarkan kejayaan
Inggris saat itu. Penampang keseluruhan bangunan bentuknya mirip tubuh
kura-kura. Besar dan kokoh.
Masyarakat
Bengkulu yang marah, pernah membakar bangunan itu, sampai penghuninya mengungsi
ke Madras. Mereka kembali tahun 1724. Namun tahun 1793, benteng kembali
diserang. Robert Hamilton, opsir Inggris tewas, menyusul tahun 1807 residen
Thomas Parr juga meninggal. Buat memperingati jasa mereka, pemerintah Inggris
membangun beberapa monumen di Bengkulu.
Benteng De Kock-Bukittinggi
Nama Lain Bukittinggi
Bangunan
peninggalan Belanda ini dibangun tahun 1825-1826 oleh Kapt. Bauer, saat perang
paderi berlangsung. Lokasi benteng yang awalnya bernama Strrenschans ini ada di
atas Bukit Jirek, sekitar 300 meter sebelah utara Pasar Bukittinggi.
Pemerintahan saat itu, mengubah namanya
menjadi Fort de Kock yang diambil dari nama Komandan Militer dan Wagub Jendral
Hindia Belanda, Baron Hendrik Markus de Kock. Sejak berdirinya bangunan ini,
pemerintah Hindia Belanda menyebut kawasan ini Fort de Kock, sementara warga
asli Minangkau tetap mengakui namanya Bukittinggi.
KARYA NEGERI SENDIRI
Bukan hanya
benteng-benteng pertahanan yang dibuat pemerintahan Hindia Belanda, Portugis
dan Jepang saja yang tercatat sebagai benteng tua di Indonesia, peninggalan
orang Indonesia sendiri pun ada, seperti:
Benteng Rotterdam-Makassar
Filosofi Penyu
Bila
beberapa benteng tua yang kita kenal merupakan peninggalan Belanda dan Inggris,
ternyata masyarakat asli Indonesia pun bisa membangun benteng, seperti yang
dilakukan Kerajaan Gowa Tallo. Mereka di bawah kepemimpinan Raja Gowa ke 9,
bernama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa’risi’kallona tahun 1545,
membangun benteng berasitektur era 1600-an dengan dinding kokoh setinggi 5
meter yang berbahan dasar tembok batu dengan campuran tanah liat yang dibakar
sampai kering di dekat pantai Losari, sebelah barat kota Makassar.
Saat
Raja Gowa ke 14, Sultan Alauddin memerintah, beliau mengubah konstruksi benteng
menjadi batu padas yang berwarna hitam dan keras, diambil dari Pegunungan Karst
di daerah Maros. Bentuk di dalamnya, rumah panggung khas Gowa. Uniknya, bangunan ini menyerupai seekor penyu yang
merangkak turun ke lautan. Filosofinya, penyu dapat bertahan di darat dan laut.
Hal itu juga berlaku bagi Kerajaan Gowa yang menguasai laut dan daratan saat itu.
Ketika
Belanda mendarat di Makassar, mereka menginginkan bisa menguasai perdagangan di
Gowa, maka pasukan Belanda dibawah pimpinan Speelman tahun 1666 menggempur
benteng, hingga setahun kemudian isi benteng hancur. Kekalahan raja Gowa
membuat mereka harus menandatangani perjanjian Bongaya, 18 November 1667.
Penjajah yang menetap di sana, mengubah bangunan ini dengan gaya Belanda.
Bentuknya seperti persegi panjang. Mereka memberi nama Fort Rotterdam atau
Benteng Rotterdam, nama tempat kelahiran gubernur Belanda saat itu, Cornelis
Speelman.
Bila
kita masuk benteng yang kini menjadi museum cagar budaya ini, kita akan melihat
nuansa etnik, kental sekali dengan pintu kayu dan gerendel kuno. Pemerintah
kini menggunakannya sebagai pusat kebudayaan Makassar. Selain melihat
arsitekturnya yang masih asli, kita juga bisa melihat bekas ruang tahanan
Pangeran Diponegoro yang dibuang Belanda tahun 1830 ke Menado, lalu tahun 1834
dipindahkan di sini. Biliknya sangat sempit dengan dinding melengkung, sangat
kokoh.
Benteng Keraton-Buton
Rekor Dunia
Jalan-jalan
ke Buton, tidak lengkap bila tidak melihat benteng yang tahun 2006 lalu masuk
rekor sebagai benteng terluas di dunia. Bangunan yang berada di Bau-bau,
Sulawesi Tenggara ini awalnya dibangun tahun 1597 pada masa pemerintahan La
Sangaji. Beliau adalah Sultan Buton III yang bergelar Sultan Kaimuddin atau
Sangia Makengkuna. Sederhana saja. Hanya tumpukan batu yang disusun
mengelilingi kompleks istana. Tujuannya membuat pembatas antara kompleks istana
dengan perkampungan di sekitarnya.
Ketika
La Elangi atau Sultan Dayanu Ikhsanuddin memerintah sebagai Sultan Buton IV,
bangunan ini disempurnakan menjadi bangunan permanen. Bukan itu saja, obyek
wisata bersejarah itu pun menjadi benteng pertahanan dari serangan musuh.
Ternyata fungsinya bagus juga lho…Terbukti selama beberapa puluh tahun, benteng
Keraton mampu melindungi pemerintahan Buton dari serangan musuh.
Uniknya
dalam kawasan benteng, terdapat situs peninggalan sejarah yang masih dirawat
oleh penduduk setempat. Tepat di tengah benteng, ada sebuah mesjid tua dan
tiang bendera yang dibangun ketika pemerintahan Sultan Buton III. (steph)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar