Kamis, 11 November 2010

MITOS TELAGA WARNA


MITOS DIBALIK DATARAN TINGGI DIENG
RITUAL POTONG RAMBUT SAMPAI CINCIN BERTUAH

            Kawasan dataran tinggi di Jawa Tengah yang menarik wisatawan asing ini, ternyata tidak hanya memiliki peninggalan bersejarah dan alam indah saja. Banyak mitos yang hingga kini, masih dipercaya kebenarannya. Ikuti cerita Danar buat penulis berikut ini…

            Bbbr…Udara dingin bercampur aroma belera, menusuk penciumanku. Luar biasa, pemandangan di dataran tinggi yang ada di wilayah Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Wonosobo, tepatnya di sebelah barat kompleks Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing ini. Kawah-kawah kepundan kulihat ada di dataran dengan ketinggian sekitar 2.000 m di atas permukaan laut. Kabarnya, daerah ini termasuk wilayah vulkanik aktif. Wow! Seperti berada di atas gunung api raksasa.
            Sesuai namanya, Dieng yang sekitar tahun 600 Masehi berada dalam wilayah Kerajaan Galuh, berasal dari bahasa Sunda Kuno, yaitu: pegunungan tempat dewa dan dewi bersemayam. Aktivitas vulkanik di bawah permukaannya, masih aktif. Pantas, beberapa kawah mengeluarkan gas serta material vulkanik lainnya. Danau-danau vulkanik yang ada di wilayah ini juga berisi air bercampur belerang, hingga membuat warnanya kuning kehijauan.
            Kurapatkan jaket yang kukenakan. Dingin makin terasa mengigit…Benar juga kata Edo, sahabatku yang pernah traveling ke tempat ini. Suhu di sini bisa mencapai 10 derajat celcius, apalagi saat malam mulai larut….Buat yang tidak terbiasa udara dingin, butuh jaket dan selimut super tebal! Mmm…sepertinya boleh juga bila aku mencoba berendam dalam air belerang. Ya, selain bisa melihat keunikan alamnya, kita bisa menghilangkan penat dengan berendam di tempat permandian yang airnya hangat, bercampur belerang. Buat yang suka pegal-pegal, rematik, serta memiliki penyakit kulit, bagus tuh mencoba mandi di sini.  
            Meski membekukan, langkahku tidak berhenti. Kulihat beberapa daerah yang diberi rambu-rambu pengaman. Bila melintasi daerah ini, memang kita butuh pemandu jalan. Kawah-kawah yang ada memang kelihatan indah, namun karena masih aktif, cukup berbahaya.
Tahun 1979 misalnya, Kawah Sinila pernah memakan banyak korban, karena mengeluarkan gas beracun. Penduduk yang berlarian keluar rumah, karena saat itu ada gempa bumi mati lemas, keracunan.
Kawah Sibanteng yang posisinya di Dieng Kulon terpaksa ditutup selama beberapa hari, ketika meletus bulan Januari 2009. Letusan lumpurnya terdengar sampai 2 km!  Sebelumnya, Sileri meletus beberapa kali, yaitu tahun 1944, 1964, 1984 dan tahun 2003.
Belum puas ketakjubanku menikmati panorama alam yang ada, kulihat beberapa candi ada di wilayah seluas 1,8 X 0,8 km2 di dataran tinggi itu. Mungkin ini yang disebut kompleks candi-candi Hindu beraliran Syiwa yang diduga dibangun abad ke delapan. Beberapa candi yang dipercaya sebagai tempat arwah para leluhur, masih terlihat kokoh dan indah, ada Candi Gatotkaca, Setyaki, Gangsiran Aswatama, Dwarawati, Arjuna, Semar, Srikandi, Bima, dan Candi Sembadra.
Kulihat beberapa arca juga masih ada, seperti: arca Dewa Siwa, Wisnu, Agastya, dan Ganesha.  Arsitektur di sini juga berbeda dengan candi-candi yang ada di Pulau Jawa. Paduan arsitektur India Utara dan India Selatan, terlihat dominan. Sedangkan tulisan di prasastinya, berupa huruf Jawa kuno.  
Bila ingat cerita tentang ditemukannya arca di Selat Bali, maka kompleks candi ini juga pernah terendam genangan air telaga. Van Kinsbergen, tahun 1956 memimpin pengeringan wilayah candi itu, lantas disempurnakan tahun 1864 oleh pemerintah Hindia Belanda.

MITOS RAMBUT
            Sambil menyenandungkan lagu-lagunya Bob Marley, kulihat beberapa bocah bermain, berkejar-kejaran hingga jatuh bergulingan, tidak jauh dari tempatku berdiri. Astaga! Rambut mereka gimbal, seperti tidak pernah disisir bertahun-tahun. Edo memang pernah bilang, beberapa anak di sini berambut gembel atau gimbal yang dalam bahasa Jawa artinya bergumpal. Bila mereka ingin rambut gimbalnya hilang, mereka harus potong rambut. Sebelumnya, masyarakat  mengadakan upacara ruwatan lengkap dengan benda-benda sesaji di tempat yang dinilai suci. Pemilihan hari dan tanggalnya disesuaikan dengan hari kelahiran bocah itu.
            Kelengkapan upacara, seperti: tumpeng, ayam, gunting, mangkok, beras, dua buah uang, payung, dan air, harus ada, termasuk permintaan sang anak yang akan dipotong rambutnya. Konon bila permintaan anak ini tidak dipenuhi, rambutnya kembali gembel, celakanya lagi dia bisa gila atau sakit-sakitan.  Permintaan anak ini bisa bermacam-macam, misalnya: baju, mainan, bahkan uang. Bila orangtuanya belum mampu memenuhi, lebih baik dia meminta bantuan orang lain, atau menunda upacara.
            Usai acara, potongan rambut harus dilarung di sungai yang mengalir sampai ke laut Selatan. Menurut kepercayaan setempat, tujuannya agar perjalanan hidup anak itu lancar, serta ada hubungan batin dengan penguasa Laut Kidul. Goa Semar atau Goa Sumur yang ada tidak jauh dari kompleks Telaga Warna, digunakan sebagai tempat upacara.

TELAGA WARNA DIENG
Luar biasa. Banyak pemandangan indah dan peninggalan bersejarah di tempat yang baru kukunjungi ini. Selain mitos tentang anak-anak berambut gimbal, daerah wisata yang banyak dikunjungi turis asing ini juga memiliki telaga yang populer dengan sebutan Telaga Warna. Kisahnya dulu ada cincin milik seorang bangsawan yang memiliki tuah, terjatuh ke dasar telaga, sehingga warna telaga terlihat suka berubah-ubah. Merah, putih, biru, kehijauan…
Secara ilmiah bisa dijelaskan bila air telaga yang banyak mengandung belerang akan membiaskan beragam warna, ketika tertimpa sinar matahari. Pantas saja, sekilas air di sini berubah-ubah warnanya, padahal aslinya agak hijau kekuningan.
Ssst…suara mendesis itu seperti terdengar  begitu dekat di telingaku. Ular? Aku menggeleng-gelengkan kepala. Tidak mungkin! Ya…menurut kepercayaan masyarakat setempat, daerah ini tidak ada ular. Namun bila kita tiba-tiba menemukan ular, waspada. Artinya tutur kata dan perilaku musti dijaga, bila tidak ingin celaka.
            Kepercayaan tentang ular itu juga didukung dengan adanya Telaga Pengilon yang tidak jauh lokasinya dengan Telaga Warna. Bentuknya kecil, airnya jernih sehingga seolah kita bisa berkaca. Pengilon dalam bahasa Jawa, artinya: cermin. Konon, bila kita bercermin di sini, kelihatan cantik atau tampan, berarti hati kita baik.
            Mmm, banyak cerita tersembunyi di balik keindahan yang ada di kawasan Dieng ini ternyata..tapi bila tidak salah, Dimas juga pernah mengajakku ke Talaga Warna, tapi lokasinya di Bogor. Mengapa namanya memiliki kesamaan arti?

TALAGA WARNA BOGOR
            Lokasi obyek wisata yang dikitari hutan rimbun ini, ada di kompleks Megamendung, perbatasan Bogor dan Cianjur, tepatnya di Desa Tugu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Air yang terlihat berkilauan bila tertimpa sinar matahari di telaga ini, sering berubah warna. Kabarnya, ada tujuh warna!
            Menurut kepercayaan masyarakat setempat, dulu Talaga Warna ini bekas wilayah Kerajaan Kutatanggeuhan yang pusatnya di lereng Gunung Lemo, Kompleks Gunung Megamendung. Prabu Suarnalaya dan permaisuri Purbamanah yang memimpin kerajaan, sudah lama tidak dikaruniai anak.
Karena tekadnya, Sang Prabu bertapa di Gunung Megamendung, buat memohon kepada Sang Pencipta agar dikaruniai anak. Beberapa kali bertapa, beliau akhirnya dikaruniai seorang putri yang diberi nama Nyi Ajeng Gilang Rinukmi atau Putri Ayu Kencana Ungu. Pesta tujuh hari tujuh malam sebagai wujud syukur pun digelar sangat meriah.
Sesuai namanya, Putri Ayu tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat cantik. Raja dan permaisuri pun sangat menyayanginya. Ketika ulang tahun ke 17, istana mengadakan pesta besar-besaran. Raja pun menghadiahkan sebuah kalung bertahtakan batu-batuan permata sangat mahal. Namun apa yang terjadi? Sang Putri melemparkan kalung itu ke wajah permaisuri, hingga hancur berantakan. Permaisuri yang sangat sedih, menangis hingga air matanya membanjir, akhirnya seluruh wilayah itu terendam air…
Masyarakat masih ada yang mempercayai kesakralan telaga ini, dengan berdoa buat meminta berkah di tempat ini. Airnya pun bisa digunakan buat pengobatan berbagai macam penyakit, bagi yang percaya. Selain itu ada dua jenis ikan yang dipercaya ada di dalam telaga, namanya si Tihul buat ikan yang berwarna hitam, sedangkan ikan yang berwarna kuning si Layung. Bila kita bisa melihat dua ikan ini, konon semua harapan kita akan terkabul. (steph)

Tidak ada komentar: