MITOS DIBALIK DATARAN TINGGI DIENG
RITUAL POTONG RAMBUT SAMPAI CINCIN BERTUAH
Kawasan dataran tinggi
di Jawa Tengah yang menarik wisatawan asing ini, ternyata tidak hanya memiliki
peninggalan bersejarah dan alam indah saja. Banyak mitos yang hingga kini,
masih dipercaya kebenarannya. Ikuti cerita Danar buat penulis berikut ini…
Bbbr…Udara
dingin bercampur aroma belera, menusuk penciumanku. Luar biasa, pemandangan di dataran
tinggi yang ada di wilayah Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten
Wonosobo, tepatnya di sebelah barat kompleks Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing
ini. Kawah-kawah kepundan kulihat ada di dataran dengan ketinggian sekitar
2.000 m di atas permukaan laut. Kabarnya, daerah ini termasuk wilayah vulkanik
aktif. Wow! Seperti berada di atas gunung api raksasa.
Sesuai
namanya, Dieng yang sekitar tahun 600 Masehi berada dalam wilayah Kerajaan
Galuh, berasal dari bahasa Sunda Kuno, yaitu: pegunungan tempat dewa dan dewi
bersemayam. Aktivitas vulkanik di bawah permukaannya, masih aktif. Pantas,
beberapa kawah mengeluarkan gas serta material vulkanik lainnya. Danau-danau vulkanik
yang ada di wilayah ini juga berisi air bercampur belerang, hingga membuat
warnanya kuning kehijauan.
Kurapatkan
jaket yang kukenakan. Dingin makin terasa mengigit…Benar juga kata Edo, sahabatku
yang pernah traveling ke tempat ini. Suhu di sini bisa mencapai 10 derajat
celcius, apalagi saat malam mulai larut….Buat yang tidak terbiasa udara dingin,
butuh jaket dan selimut super tebal! Mmm…sepertinya boleh juga bila aku mencoba
berendam dalam air belerang. Ya, selain bisa melihat keunikan alamnya, kita
bisa menghilangkan penat dengan berendam di tempat permandian yang airnya
hangat, bercampur belerang. Buat yang suka pegal-pegal, rematik, serta memiliki
penyakit kulit, bagus tuh mencoba mandi di sini.
Meski
membekukan, langkahku tidak berhenti. Kulihat beberapa daerah yang diberi
rambu-rambu pengaman. Bila melintasi daerah ini, memang kita butuh pemandu
jalan. Kawah-kawah yang ada memang kelihatan indah, namun karena masih aktif, cukup
berbahaya.
Tahun 1979
misalnya, Kawah Sinila pernah memakan banyak korban, karena mengeluarkan gas
beracun. Penduduk yang berlarian keluar rumah, karena saat itu ada gempa bumi mati
lemas, keracunan.
Kawah Sibanteng
yang posisinya di Dieng Kulon terpaksa ditutup selama beberapa hari, ketika
meletus bulan Januari 2009. Letusan lumpurnya terdengar sampai 2 km! Sebelumnya, Sileri meletus beberapa kali,
yaitu tahun 1944, 1964, 1984 dan tahun 2003.
Belum puas
ketakjubanku menikmati panorama alam yang ada, kulihat beberapa candi ada di
wilayah seluas 1,8 X 0,8 km2 di dataran tinggi itu. Mungkin ini yang disebut
kompleks candi-candi Hindu beraliran Syiwa yang diduga dibangun abad ke delapan.
Beberapa candi yang dipercaya sebagai tempat arwah para leluhur, masih terlihat
kokoh dan indah, ada Candi Gatotkaca, Setyaki, Gangsiran Aswatama, Dwarawati,
Arjuna, Semar, Srikandi, Bima, dan Candi Sembadra.
Kulihat beberapa
arca juga masih ada, seperti: arca Dewa Siwa, Wisnu, Agastya, dan Ganesha. Arsitektur di sini juga berbeda dengan
candi-candi yang ada di Pulau Jawa. Paduan arsitektur India Utara dan India
Selatan, terlihat dominan. Sedangkan tulisan di prasastinya, berupa huruf Jawa
kuno.
Bila ingat
cerita tentang ditemukannya arca di Selat Bali, maka kompleks candi ini juga
pernah terendam genangan air telaga. Van Kinsbergen, tahun 1956 memimpin
pengeringan wilayah candi itu, lantas disempurnakan tahun 1864 oleh pemerintah
Hindia Belanda.
MITOS RAMBUT
Sambil
menyenandungkan lagu-lagunya Bob Marley, kulihat beberapa bocah bermain,
berkejar-kejaran hingga jatuh bergulingan, tidak jauh dari tempatku berdiri.
Astaga! Rambut mereka gimbal, seperti tidak pernah disisir bertahun-tahun. Edo
memang pernah bilang, beberapa anak di sini berambut gembel atau gimbal yang
dalam bahasa Jawa artinya bergumpal. Bila mereka ingin rambut gimbalnya hilang,
mereka harus potong rambut. Sebelumnya, masyarakat mengadakan upacara ruwatan lengkap dengan
benda-benda sesaji di tempat yang dinilai suci. Pemilihan hari dan tanggalnya
disesuaikan dengan hari kelahiran bocah itu.
Kelengkapan
upacara, seperti: tumpeng, ayam, gunting, mangkok, beras, dua buah uang,
payung, dan air, harus ada, termasuk permintaan sang anak yang akan dipotong
rambutnya. Konon bila permintaan anak ini tidak dipenuhi, rambutnya kembali
gembel, celakanya lagi dia bisa gila atau sakit-sakitan. Permintaan anak ini bisa bermacam-macam,
misalnya: baju, mainan, bahkan uang. Bila orangtuanya belum mampu memenuhi,
lebih baik dia meminta bantuan orang lain, atau menunda upacara.
Usai
acara, potongan rambut harus dilarung di sungai yang mengalir sampai ke laut
Selatan. Menurut kepercayaan setempat, tujuannya agar perjalanan hidup anak itu
lancar, serta ada hubungan batin dengan penguasa Laut Kidul. Goa Semar atau Goa
Sumur yang ada tidak jauh dari kompleks Telaga Warna, digunakan sebagai tempat
upacara.
TELAGA WARNA DIENG
Luar biasa.
Banyak pemandangan indah dan peninggalan bersejarah di tempat yang baru
kukunjungi ini. Selain mitos tentang anak-anak berambut gimbal, daerah wisata
yang banyak dikunjungi turis asing ini juga memiliki telaga yang populer dengan
sebutan Telaga Warna. Kisahnya dulu ada cincin milik seorang bangsawan yang
memiliki tuah, terjatuh ke dasar telaga, sehingga warna telaga terlihat suka
berubah-ubah. Merah, putih, biru, kehijauan…
Secara ilmiah
bisa dijelaskan bila air telaga yang banyak mengandung belerang akan membiaskan
beragam warna, ketika tertimpa sinar matahari. Pantas saja, sekilas air di sini
berubah-ubah warnanya, padahal aslinya agak hijau kekuningan.
Ssst…suara
mendesis itu seperti terdengar begitu
dekat di telingaku. Ular? Aku menggeleng-gelengkan kepala. Tidak mungkin! Ya…menurut
kepercayaan masyarakat setempat, daerah ini tidak ada ular. Namun bila kita
tiba-tiba menemukan ular, waspada. Artinya tutur kata dan perilaku musti dijaga,
bila tidak ingin celaka.
Kepercayaan
tentang ular itu juga didukung dengan adanya Telaga Pengilon yang tidak jauh
lokasinya dengan Telaga Warna. Bentuknya kecil, airnya jernih sehingga seolah
kita bisa berkaca. Pengilon dalam bahasa Jawa, artinya: cermin. Konon, bila
kita bercermin di sini, kelihatan cantik atau tampan, berarti hati kita baik.
Mmm,
banyak cerita tersembunyi di balik keindahan yang ada di kawasan Dieng ini
ternyata..tapi bila tidak salah, Dimas juga pernah mengajakku ke Talaga Warna,
tapi lokasinya di Bogor. Mengapa namanya memiliki kesamaan arti?
TALAGA WARNA BOGOR
Lokasi obyek wisata yang dikitari hutan rimbun ini, ada di kompleks
Megamendung, perbatasan Bogor dan Cianjur, tepatnya di Desa Tugu, Kecamatan
Cisarua, Kabupaten Bogor. Air yang terlihat berkilauan bila tertimpa sinar
matahari di telaga ini, sering berubah warna. Kabarnya, ada tujuh warna!
Menurut
kepercayaan masyarakat setempat, dulu Talaga Warna ini bekas wilayah Kerajaan
Kutatanggeuhan yang pusatnya di lereng Gunung Lemo, Kompleks Gunung
Megamendung. Prabu Suarnalaya dan permaisuri Purbamanah yang memimpin kerajaan,
sudah lama tidak dikaruniai anak.
Karena tekadnya,
Sang Prabu bertapa di Gunung Megamendung, buat memohon kepada Sang Pencipta
agar dikaruniai anak. Beberapa kali bertapa, beliau akhirnya dikaruniai seorang
putri yang diberi nama Nyi Ajeng Gilang Rinukmi atau Putri Ayu Kencana Ungu.
Pesta tujuh hari tujuh malam sebagai wujud syukur pun digelar sangat meriah.
Sesuai namanya,
Putri Ayu tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat cantik. Raja dan permaisuri
pun sangat menyayanginya. Ketika ulang tahun ke 17, istana mengadakan pesta
besar-besaran. Raja pun menghadiahkan sebuah kalung bertahtakan batu-batuan
permata sangat mahal. Namun apa yang terjadi? Sang Putri melemparkan kalung itu
ke wajah permaisuri, hingga hancur berantakan. Permaisuri yang sangat sedih,
menangis hingga air matanya membanjir, akhirnya seluruh wilayah itu terendam
air…
Masyarakat masih
ada yang mempercayai kesakralan telaga ini, dengan berdoa buat meminta berkah
di tempat ini. Airnya pun bisa digunakan buat pengobatan berbagai macam
penyakit, bagi yang percaya. Selain itu ada dua jenis ikan yang dipercaya ada
di dalam telaga, namanya si Tihul buat ikan yang berwarna hitam, sedangkan ikan
yang berwarna kuning si Layung. Bila kita bisa melihat dua ikan ini, konon
semua harapan kita akan terkabul. (steph)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar