Gemes. Bukan karena pagi-pagi denger kabar, Delon eks Indonesian Idol mau married Mei depan. Tapi pesta perkawinannya yang mengundang 100 orang saja dalam sebuah private party itu dijadiin bahan gosip. “Ada apa dibalik pesta Delon?” Ya ampun…Memang pesta kawin musti ngundang ratusan, bahkan ribuan orang? Murah kali ya? Situ yang mau bayarin?
Ampun deh. Kalau
nggak ada yang bisa dijadiin berita, lha mbok ya jangan maksain. Sama seperti
ketika gw nonton kabar Angelina Sondakh, seminggu setelah kepergian Adjie
Massaid. Sebuah infotaimen mengatakan, “Ternyata Angie tidak setegar yang
dibayangkan…” Amit-amit deh! Jelas saja dia masih sedih, bahkan tidak jarang
menangis, tiap ngomongin Adjie.
Gw nggak
mengharamkan infotaimen. Nggak mau munafik, gw nonton. Sering, bahkan. Tapi
buat tahu perkembangan film, musik Indonesia, my fave band, that’s it. Waktu kuliah, gw juga diajarin…salah satu
fungsi media massa ya…menghibur. Hanya yang gw bingung, kode etiknya yang kini
tidak jelas pertanggungjawabannya. Kata-kata yang dipilih, hiperbola. Kadang terlalu
melejit dari fakta.
Infotainmen
kekurangan nara sumber? Nggak juga! Banyak banget tuh seniman Indonesia. Artis
sinetron, film, nyanyi, iklan, olahragawan, bisa diangkat. Mengapa yang muncul itu-itu
lagi? Kurang bisa mengulik atau justru yang punya bernilai secara kualitas,
dianggap tidak cukup komersil untuk iklan? Misalnya saja, nilai berita sineas
yang dapat penghargaan di luar, bikin drama musikal, dianggap “kurang hot”
dibanding mondar mandirnya Jupe dan DP ke Polisi. Bahkan durasi satu jam acara
bisa habis hanya untuk membahas satu topik yang diulang-ulang…Ibaratnya andai
diperas, inti beritanya bisa menjadi dua atau tiga baris ketik.
Gimana teori
& etika jurnalistik yang gw denger di kampus selama bertahun-tahun ya?
Pusing ah. Lebih baik dengerin musik saja dulu, sambil ngopi-ngopi. Monggo… (RIP Bpk Rosihan Anwar, jurnalis senior
Indonesia, 14 April 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar