Irfan Bachdim, pemain sepakbola bernomor punggung 17 itu, ngedadak ngejebol twitter, facebook, hingga infotainmen. Bukan gara-gara Timnas Indonesia mengalahkan Malaysia, Laos dan Thailand dengan angka spektakuler di piala AFF Suzuki, but karena ganteng…(kata puluhan ribu followernya). Nggak beda jauh dengan nama Jack Hanafie peserta Indonesia Mencari Bakat2 di Trans TV yang tiba-tiba diomongin di twitter. Meski sebenarnya permainan gitar dan vokalnya memang layak diperhitungnya, followernya lebih dahulu “jatuh hati” karena he’s so cute. Mmm…dua cowok ini mengingatkan saya, pentingnya “packaging” atau kemasan. Everything looks good di luar, meski we don’t know…seperti apa isinya.
My ex
boss, sekaligus guru saya pernah mengajarkan, bagaimana menarik our reader,
serta membuat mereka menghargai karya kita. Beliau mengibaratkan, buah kesemek
yang disusun sedemikian rupa dalam mangkuk kristal, dibanding buah kesemek yang
berada dalam mangkuk biasa. Nilai buah menjadi “plus”, berkelas. Meski intinya,
sama-sama kesemek. That’s it...Ide kita bisa luar biasa brilyan, karya kita
spektakuler, namun ketika kita tidak mampu mengemasnya dengan sempurna, nggak
akan ada yang memberi nilai lebih. Boro-boro, ngelirik…
Soal
karya, bolehlah…Memang kita tidak bisa asal, mengerjakan apa pun. Musti detail,
jelas, serta tuntas. Menurunkan sebuah tulisan di media cetak yang pernah
membesarkan nama saya misalnya, saya musti detail, lengkap, hingga lay out
akhirnya pun ikut mengawal. Bukan sok mencampuri departemen lain (produksi),
namun kita juga musti bertanggungjawab dengan kemasan yang kita buat. Tulisan
sebagus apa pun, percuma. Bila tampilan lay out di majalah, asal. Atau…foto
tidak mendukung, huruf banyak yang salah cetak…Namun, bagaimana soal
relationship? Soal profesionalisme kerja? Hubungan antar manusia? Mustikah kita
melihat dari sisi packaging dahulu?
Nggak fair? Yup!
Saya sering bersinggungan dengan mereka yang punya kacamata sempit. Seorang
manager group band yang lagi naik daun (kala itu), menganggap saya main-main.
Bahkan dengan pongahnya, dia minta KTP saya…Namun saat dia membaca status saya
mahasiswa…mmm, dia langsung berubah sikap. (**** mungkin dia beranggapan, saya
tidak sekolah? Atau…hanya pemburu artis yang suka minta foto bareng dan
ngerecokin?)
Suatu siang, ketika makan di sebuah foodcourt
langganan saya…tiba-tiba waitress yang “biasanya” cuek, bahkan saya perlu
berulangkali order, begitu ramah menyapa. Mereka dengan semangat bolak balik ke
meja saya, menawarkan menu baru atau bantuan yang lain. Mengapa mereka sangat
berbeda hari ini? Pikir saya… Ouch! Gara-gara, kemarin profil saya muncul di
edisi minggu sebuah harian di kota kelahiran saya itu. Dasar!
Panas. Ketika
teman saya diterima bekerja di sebuah majalah remaja (long time ago), sementara
lamaran saya tidak diterima. Jam terbang saya dan dia, jauh. Saya sudah
bertahun-tahun menulis di beberapa media cetak. Usia kami sama…status
kesarjanaan kami, sama. So what? Kemasan lagi? Ops…saya langsung berpikir
negatif saat itu…Ya, iyalah…dia memang proporsional badannya dibanding saya
yang “nggak jelas”.
Yup…itu masa
lalu. Saya beri dua ibu jari saya, buat orang yang mau menerima saya bukan dari
kemasan yang kelihatan pertama kali, tapi dari isi yang saya bawa. But,
packaging memang penting. Lepas dari fair atau unfair…Justru dengan tantangan
soal kemasan ini pula yang bikin saya makin though, makin kebal…hehehehe…
It’s up to you,
gals…Mau menilai seseorang dari packagingnya duluan, atau isinya…(special thanks to everyone yang menerima
gw seperti apa adanya gw…)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar