Jujur. Indra keenamku tidak setajam
alm. Mama Laurent, Alien Sahertian atau paranormal lain yang bisa meramalkan
perjalanan hidup seseorang. Berawal dari iseng, suka membaca karakter tiap
zodiak, lama-lama aku menjadi percaya bila seseorang itu kepribadiannya akan
dipengaruhi bintang yang menaunginya. Gara-gara itu pula, aku suka menebak
teman-temanku sendiri. Kocaknya, mereka pun percaya.
Pernah suatu hari, Sari datang ke
meja kerjaku. Dia curhat, capek sering berdebat dengan cowoknya yang tinggal di
lain kota. Kutebak cowoknya yang berbintang Aries itu, tidak mau terlalu diatur
dan keras. Namun soal kesetiaan, tidak perlu disangsikan. Hanya masalah
posesifnya Sari saja yang perlu dikurangi. Tahu, apa reaksi Sari? Dia
memelukku, sambil berkata, “Kok kamu tahu? Kamu hebat…Terus, bagaimana
kelanjutan hubungan kami?”
Begitu deh, teman-teman suka takjub
mendengar komentarku. Mereka anggap, aku punya indra keenam, alias bisa
meramal! Padahal aku bukan peramal, paranormal, atau apa pun itu julukannya.
Hal-hal berbau mistis saja, aku takut. Apalagi membayangkan aku bisa memiliki
kemampuan melihat dunia lain di depan sana…Aduh! Namun kupikir-pikir, tak ada
salahnya aku bisa menyenangkan orang lain. Minimal, saran-saranku yang mungkin
bisa mereka manfaatkan. Misalkan kutahu Marta, temanku yang berasal dari daerah
itu pemalu dan sangat tertutup, aku akan bilang, dia punya kesempatan
berkembang di kantorku, asal dia mau membuka diri. Karena dia punya talenta
yang tidak perlu disembunyikan. Atau Marsya yang perfeksionis, suka membuat
teman-temanku sakit hati karena kata-kata pedasnya, akan aku bilang dia
memperoleh surprise yang mengubah hidupnya, bila mau lebih sedikit bersabar dan
berempati dengan orang lain.
Tanpa kusadari, aku pun merasakan
kepuasan tersendiri, bila orang yang merasa aku “ramal” itu senang atau
optimis. Tidak hanya teman-teman kantor, teman satu kost dan teman satu profesi
pun akhirnya tahu “kemampuan”ku. Hingga ketika kantorku mengadakan acara
keakraban, liburan bersama keluarga karyawan, aku didaulat membuka stand
ramalan.
“Anggap saja buat have fun,… Kamu
minta properti apa saja, nanti panitia sediakan deh. Please?” bujuk Riska,
salah satu sahabat baikku waktu itu, ketika aku mati-matian menolak tawaran
dari panitia keakraban. Andai membaca karakter teman-temanku, aku masih
sanggup. Karena aku kan secara tidak langsung mengerti karakter mereka dari
kesehariannya juga. Sehingga antara bintang dan kelakuan asli mereka yang
kulihat setiap hari, kugabungkan. Lebih mudah, dibanding keluarga karyawan…wow!
Kenal mereka pun aku belum, bagaimana mau membaca kebiasaan mereka?
“Kalau mereka kecewa, bagaimana Ris?
Aku nggak bisa meramal…” Aku berusaha mengelak.
“Pelit banget sih… Apa karena nggak
ada bonusnya? Sesekali amal dong…”
Bujukan Riska, membuatku tersedak.
Waduh, mereka bisa menduga aku matre. Padahal sama sekali aku tidak pernah
meminta imbalan. Berat, tapi kuterima juga. Biarlah bila tujuannya untuk
menyenangkan orang, minimal bisa memotivasi orang lain bisa lebih baik, bukan
malah menakut-nakuti mereka dengan hal seram-seram.
Siang itu, aku mulai menjalankan
“profesiku” sebagai peramal. Kududuk berdiam diri di dalam sebuah stand yang
tertutup kain. Satu demi satu, “pasien”ku masuk. Lima orang pertama, masih enak
kutanggapi. Dua puluh orang berikutnya, tenggorokanku mulai kering. Air mineral
yang kuteguk pun rasanya tidak sanggup membuat aku tenang. Damn! Aku mulai kehabisan
kata-kata. Namun akhirnya, tugasku pun selesai. Aku mengusap peluh yang
membanjir, ketika Riska mendatangiku dengan membawa sekotak ice-cream
kesukaanku.
“Hebat kamu! Banyak yang kaget, kok
tebakan kamu tepat. Apalagi tuh, ada suami istri yang curhat kalau mereka
menjadi sama-sama terbuka, setelah keluar dari stand kamu. Kamu berguru di mana
sih?” pujinya.
Aku hanya senyum simpul. Mereka
tidak tahu, ketika aku duduk dalam stand, orang-orang yang minta diramal sudah
ribut saat mengantri. Salah satunya ya pasangan suami istri itu yang
kedengarannya memang sama-sama kencang bicaranya. Mereka kelihatan sama-sama
bete, padahal seharusnya have fun di acara keakraban ini. Ya, maaf… Bohong
untuk kebaikan, mungkin masih bisa dimaafkan kan? (dimuat di Majalah FEMINA no. 51)
1 komentar:
seru mba stey i like this story
mau donk diramal, kapan aku bisa married dan mendapatkan pekerjaan yg aku impikan that's ANNOUNCER
xixixixix....
Posting Komentar