Kucing hitam itu lagi? Bulu kudukku meremang. Dingin,
tengkuk ini. Lamat-lamat, suara langkah
kaki yang diseret, kembali terdengar, bertepatan dengan bayangan kucing hitam
yang terlihat di balik korden jendela. Kalau tidak salah, sumber suaranya
berasal dari kamar sebelah. Ruang kosong yang baru kusiapkan, untuk dijadikan
ruang kerja dan perpustakaan pribadi.
Tak…tok…tak…tok…Lagi-lagi
suara ketukan itu, jelas terdengar. Nada-nadanya ada orang sengaja,
mengetuk-ngetuk pintu. Belum sempat kubangkit dari duduk, bretttt…prangggg!
Ampun, apalagi tuh? Buru-buru, aku ke ruang sebelah. Jangan-jangan, pencuri?
Dugaanku salah. Begitu pintu dibuka, tak ada siapa-siapa di sana. Hanya bingkai
foto yang baru dipasang di dinding siang tadi, hancur. Pecah berantakan di lantai.
Seluruh ruangan, masih seperti kemarin. Kosong. Hanya ada tumpukan kardus,
berisi buku-buku koleksiku yang belum ditata di rak-nya.
Bbbbrrrr!
Entah kenapa, lagi-lagi bulu romaku berdiri. Dingin begitu menggigit, padahal
ruangan ini jelas-jelas pengab, tanpa ac dan semua jendela terkunci rapat.
Aroma cendana, terasa begitu menyengat tiba-tiba, bersamaan dengan pintu kamar
yang seperti dibanting, menutup sendiri! Belum sadar, apa yang tengah terjadi,
kurasa ada sesuatu yang menahan kakiku begitu kuat. Astaga, tangan…tangan itu….? Brukkk! Detik
berikutnya, aku pingsan!
Pagi
ini, badan seperti terbelah dua. Sakit semua. Persendian, tulang-tulang, seakan
copot. Linu. Gimana nggak sakit, semalaman tertidur di lantai. Yup!
Bangun-bangun aku masih meringkuk di lantai, ruang sebelah kamar tidurku.
Entah, apa yang terjadi semalam. Terakhir yang kuingat hanya, ada seseorang
yang memegang kakiku begitu kuat. Hingga aku terjerembab ke lantai… Setelah
itu, kesadaranku hilang.
Waduh,
jangan-jangan pencuri? Tapi nggak tuh…Selesai mandi dan menghabiskan sarapanku,
kupastikan di setiap sudut rumah, tak ada tanda-tanda orang memaksa masuk
semalam. Barang-barang berharga, seperti DVD, laptop, LCD TV, semuanya…utuh di
tempatnya. Lantas, siapa orang yang iseng, menggangguku?
******
Banyak
orang bilang, I don’t like Monday.
Ya, iyalah…secara, baru saja beristirahat di akhir pekan, musti buru-buru
ngantor lagi pagi-pagi. Belum lagi, jalanan macet di mana-mana. Nyaris, aku
terlambat sampai ke kantor. Untung saja, hari ini nggak ada jadwal meeting atau
jalan ke tempat klien. Kalau nggak, bisa-bisa tewas di jalan. Ngantuk nggak
bisa ditahan, hingga kopi yang di mejaku ini sudah merupakan gelas yang kedua…
“Lembur
ya semalam? Kucel banget!” Andes, cowok berambut kriting yang mengingatkanku
pada vokalis Nidji itu, sudah duduk di depan mejaku, tanpa kusadari kapan
datangnya. Bener-bener nih, lagi nggak fokus…
“Nggak
lembur, tidur cepet kok…”
“Kok mata kamu cekung banget ghitu…Nggak seger!” celetuk cowok itu lagi, sambil nyodorin dua map, berisi berkas-berkas yang musti aku periksa. “Jangan kebanyakan kopi, nggak baik…”
“Kok mata kamu cekung banget ghitu…Nggak seger!” celetuk cowok itu lagi, sambil nyodorin dua map, berisi berkas-berkas yang musti aku periksa. “Jangan kebanyakan kopi, nggak baik…”
Begitulah,
Andes. Kelihatannya paling cuek dan slengean di kantor. Tapi ngomongin soal
perhatian sama teman, dia nomer satu. Padahal kami baru dekat, setahun belakangan
ini, setelah sebelumnya dia bertugas di kantor cabang yang ada di Yogyakarta.
“Heiiii…Jane!
Kamu sakit? Jangan dipaksain kerja…” tegur Andes, mengejutkan.
“Soriiii…..memang
badan sakit semua, tidurnya nggak bener.”
“Nggak
bener? Kamu jumpalitan ya…atau kebanyakan mimpi?” Pemilik mata kecoklatan yang
berdarah blasteran Belanda Jawa itu tergelak.
“Ngaco!
Ketiduran di lantai, tahu! Makanya, bangun-bangun, badan sakit semua…”
“Lha,
lagian kok sampai segitunya tidur di lantai? Keasyikan baca?”
“Nggak… Nggak
banget! Aku ngerasa ada yang aneh di ruang sebelah. Pas dicek, tiba-tiba aku
hilang kesadaran. Bangun-bangun udah pagi dan aku benar-benar tertidur di
lantai.”
Andes yang semula becandain aku, mendadak
terdiam, sepertinya dia ngerasa bersalah.
“Maaf, Jane. Tahunya serius, masalah kamu. Jangan-jangan,
memang ada orang asing di rumah kamu? Lagian kan sudah kupesan wanti-wanti,
jangan nekad pindah kontrakan duluan sendiri. Tunggu, adik kamu Juna balik dari
studinya di Surabaya.
“Udah
kuperiksa, semua pintu dan jendela terkunci. Nggak ada orang lain di rumah
selain aku. Barang-barang juga utuh kok…”
“Lantas,
siapa dong? Masa hantu? Wah, kamu perlu selametan dulu tuh…Butuh kupanggilin
Pak Ustad, kenalan baik keluargaku? Istilahnya, tiap masuk rumah yang baru akan
didiami, musti diselametin dulu…”
Aku
tergelak. Dasar, kejawen banget cowok ini. Wajahnya saja yang kebule-bulean,
tapi adat istiadat Jawa dari mamanya, masih dia pegang banget.
“Husss!
Malah ngetawain. Ya, okelah kamu nggak pernah mau percaya begituan…Gini aja,
kamu ijin setengah hari? Istirahat. Lagian hari ini, kita nggak ada meeting.
Bilang saja sama Pak Ferry. Pasti dia ngertiin kok….”
“It’s okey…Thank you banget perhatiannya
ya… Cuma pegal biasa. Masuk angin kali. Ntar juga baikan. Kalau ijin tengah
hari, numpuk kerjaan besok. Lebih males lagi…”
Andes
menggeleng-gelengkan kepala. Dia tahu, aku paling keras kepala kalau soal ijin
kantor. Nggak suka kabur-kaburan, kalau nggak benar-benar tepar.
Untung,
kerjaan hari ini masih bisa kuselesaikan tepat waktu. Yah, meski sesekali
disamperin Andes. Soalnya ada beberapa point yang butuh dikoreksi. Kulirik jam
di dinding, kelihatannya lima belas menit lagi bisa pulang nih…
“Udah,
pulang saja….Lagian, Pak Ferry udah nggak ditempat kok…” ledek Andes yang
muncul tiba-tiba di samping meja kerjaku. Sambil mengerling nakal, dia sodorkan
semangkok ronde.
“Kutahu,
kamu nggak enak badan. Masuk angin…Ronde, bagus lho buat menghangatkan badan.
Tadi beli di jalan, sepulang dari kantor klien,” jelas cowok bermata bulat
dengan hidung bangir dan sebuah tahi lalat kecil di atas bibir itu.
“Ampunnnn…baik
bener sih? Sogokan ya?”
Dia
tertawa, ngakak.
“Benerrrr….Sogokan,
biar kamu bisa diajak becandaan lagi. Nggak diam, lemes, diam seharian, seperti
hari ini…” Mmm, andai ada cermin, pasti bisa kulihat kedua pipiku memerah,
karena tersipu malu dapat perhatian seperti ini.
**********
Kreeeetttttt….kreeetttttttt….
Suara itu? Baru saja terlelap, aku
seperti mendengar suara kuku yang beradu dengan dinding kayu. Suaranya begitu
berisik dan menggiriskan hati, sampai-sampai membuatku terbangun. Mimpi? Nggak
juga…Nyata kok, kedengarannya.
Lamat-lamat,
suara langkah seperti diseret itu terdengar. Begitu jelas dan dekat…Aduh!
Bukankah asalnya dari depan pintu kamarku? Sepertinya, “dia” lewat di depan
kamar??? Bulu kudukku tiba-tiba meremang. Tangan dan tengkukku terasa dingin,
tapi keringat di kening tak bisa kubendung. Bersamaan dengan suara gaduh di
ruang sebelah, seperti ada orang membongkar sesuatu, kubisa mencium aroma
cendana itu lagi….
Nggak,
nggak boleh takut! Meski gemetaran, kupaksakan diri bangun dari tempat tidur.
Sebelum keluar kamar, kuambil raket tennis. Buat jaga-jaga. Andaikan dia
maling, setidaknya aku bisa menghajarnya.
Satu…dua….tiga….Aku
melangkah mengendap-endap ke ruang sebelah, setelah kupastikan di ruang tengah
kosong. Gila! Makin dekat, suaranya makin jelas. Berisik, gaduh. Jangan-jangan,
perampok yang kecewa karena tidak menemukan benda berharga? Tapi…. Blassss!
Pintu terbuka dan kosong! Tak ada siapa-siapa. Kardus-kardusku yang berisi
buku, jungkir balik nggak keruan. Sebagian buku yang sudah kutumpuk di atas
meja juga, jatuh berserakan di lantai. Kerjaan siapa sih?
Entah
kenapa, bulu kudukku merinding. Dingin itu kembali terasa ditengkuk, bersamaan
dengan aroma cendana menyengat. Sampai baunya membuatku mual dan
terbatuk-batuk.
Kuperiksa
kembali jendela kamar, masih sama! Terkunci rapat. Lamat-lamat, terdengar suara
kucing mengeong. Lirih. Hah, malam-malam gini ada kucing? Jangan-jangan kucing
hitam yang sering kulihat bayangannya, melintas di samping kamar tidur?
Perasaanku jadi gamang. Mau nggak mau, aku inget cerita eyang putriku dulu. Ibu
dari mama yang mengatakan, kucing hitam pertanda buruk.
Bau
itu…Huueeekkk! Nyaris, aku muntah. Cendananya lebih kuat dari aroma parfum yang
kukenal. Sangat memabukkan dan bikin mual! Aku terhuyung-huyung, pusing.
Migrainku mendadak kambuh. Soal bau-bauan aku memang paling anti, apalagi yang
begitu menyengat.
Belum
juga kesadaranku pulih, tiba-tiba kurasakan seperti ada seseorang yang
menggeram, melenguh berat. Nadanya mirip orang menahan marah, lantas…Bukkk!
Kakiku…Entah darimana datangnya, kaki ini seperti ada yang mencengkeram.
Dingin, sangat dingin dan kuat, sampai-sampai badanku limbung dan nggak sempat
lagi melihat siapa pelakunya…. Gelap! Aku pingsan!
**********
Capek.
Kesal. Marah. Tetapi juga takut, bercampur aduk menjadi satu. Belum genap dua minggu tinggal di kontrakan
baru, badanku sudah sakit semua. Kalau nggak ketiduran di lantai ruang sebelah,
sampai pagi, pasti aku ditemukan Bik Surti pembantu rumah yang datang pagi,
tengah tergeletak di depan kamar dalam posisi seperti orang tertidur lelap.
Padahal seingatku, aku bukan tipe orang yang bisa mimpi, sambil berjalan,
lantas tidur di sembarang tempat.
Ketakutanku
juga makin menjadi, karena jelas-jelas kulihat bekas telapak tangan di dinding
ruang kerjaku. Seperti tapak orang, entah laki-laki atau perempuan…tapi kuingat
banget, tanda itu tak pernah ada sebelumnya. Belum lagi, kejadian aneh yang
selalu menghantui… Seperti kemunculan kucing hitam, suara-suara berisik di
tengah malam, bahkan barang-barangku yang diberantakin.
“Gangguan
tidur lagi? Ada yang bisa kubantu?” Andes, lagi-lagi cowok itu paling bisa
ngebaca pikiranku. Segelas kopi dia sodorkan di meja, tepat di depanku.
“Pusing
saja, selalu terganggu kalau tidur. Padahal kuyakin, nggak ada siapa-siapa di
rumah…Tapi masa sih, hari gini masih percaya yang aneh-aneh dan nggak masuk
logika?”
Andes
mengerutkan dahi, serius. Lantas dia menarik kursinya, hingga duduk begitu
dekat denganku.
“Bener
ya…Ada masalah di rumah baru kamu? Kubantuin ya… Sabtu besok, kuajak ustad
kenalanku buat ke rumah kamu. Boleh? Ya, minimal buat didoakan, biar kamu lebih
tenang….”
Aku
mengangguk lemah. Ya, pikir-pikir tidak ada salahnya cowok itu mengajak seorang
ustad ke rumah. Sudah lama juga, aku tidak menerima siraman rohani. Kebanyakan
mikirin kerjaan dan pindahan rumah.
*********
Sabtu
Malam Minggu, entah mengapa perasaanku lebih adem. Mungkin juga karena siang
tadi, kusudah menerima siraman rohani dari ustad yang diajak Andes ke rumah.
Nggak hanya itu saja, beliau juga ikut mendoakan keselamatanku di rumah baru
ini….
Tok…tok..tok….Suara
orang mengetuk pintu? Aku menggeleng-gelengkan kepala. Mungkinkah halusinasi?
Jam segini, masih saja ada orang bertamu? Tapi ketukannya itu tak berhenti
juga, hingga kuputuskan untuk membukanya. Kupastikan, dia bukan orang jahat,
lewat jendela kulihat seorang laki-laki tua renta, berpakaian lusuh dengan
kepala plontos.
“Malam…cari
siapa, Pak?” tanyaku, begitu pintu kubuka. Laki-laki tua itu tidak berkata
apa-apa, hanya menatapku dengan tatapan dingin dan sedih. Tangannya yang
keriput dan tinggal tulang itu, memegang tanganku….ggggrrhhh, dingin!
“Maaf,
bapak mencari siapa? Ada yang bisa saya bantu?” tanyaku lagi….
Laki-laki
tua itu menggeleng, lantas tertunduk. Air mata mengalir deras dari kedua
matanya….Duh, kenapa nih bapak? Jangan-jangan dia korban perampokan atau
kelaparan karena tidak punya tempat tinggal?
Bulu
kudukku entah kenapa, tiba-tiba meremang. Dingin di tengkuk, terasa begitu
jelas. Belum lagi, aroma cendana….Dan, astaga…Kucing hitam! Seekor kucing
hitam, duduk tak jauh dari tempat kami berdiri. Matanya yang kehijauan berkilau
tertimpa cahaya lampu, seperti menatapku dalam-dalam….
Duh,
kenapa perasaanku jadi nggak enak gini ya? Bukannya tadi, sudah tenang karena
didoain? Kucoba membaca doa sebisanya dalam hati, meski sebenarnya jantungku
serasa mau copot….
Bapak
tua itu kembali menggenggam tanganku, erat. Lantas di luar dugaan, dia mencium
tanganku…. Ampun, nggak semustinya orang setua itu mencium tanganku. Belum
hilang kagetku, dia sudah berbalik pergi dan menghilang di kegelapan malam.
Laki-laki tua yang aneh!
**********
I Like Monday! Boleh dikatakan, begitu
sekarang….Tidurku jauh lebih nyenyak dari biasanya, hingga ke kantor pun
semangat. Sengaja, kubawakan sekotak brownies bikinan sendiri buat Andes. Tanda
terima kasih….Mungkin juga, karena didoakan, aku jadi lebih tenang….
“Udah
baikan, Jane? Nggak ada masalah lagi kan?” tanya Andes, begitu melihat aku
muncul di depan meja kerjanya.
“Nggak…Aku
bisa tidur lelap, gangguan apa pun nggak muncul. Kecuali semalam, bapak tua
datang ke rumah. Tapi nggak ganggu sih…”
“Trus???”
Andes menghentikan suapan browniesnya…
“Dia
hanya mencium tanganku, trus pergi…”
“Syukurlah….Tandanya,
dia minta maaf dan pamit. “
“Pamit?? Beliau siapa? Kenal aku ghitu?” tanyaku nggak ngerti.
“Pamit?? Beliau siapa? Kenal aku ghitu?” tanyaku nggak ngerti.
“Gangguan
yang kamu alami itu, asalnya memang dari pemilik rumah lama. Seorang kakek
meninggal di kamar sebelah kamar tidurmu. Entah siapa yang mencelakainya, tapi
dia meninggal dengan dendam kesumat. Dia nggak mau pergi dari situ, apalagi
tempatnya diusik orang asing…..”
Deg!
Jantungku serasa berhenti, tiba-tiba. Jadi, kakek tua semalam?
“Ya,
mungkin saja kakek itu mau pamitan, minta maaf sama kamu yang
digangguin….Kudengar ceritanya ini juga dari sahabatku yang tinggal di kompleks
itu. Tetangga di sekitarmu, suka gosipin macam-macam. Tadinya dipikir
main-main. Makanya aku kaget, kamu pindah ke situ. Apalagi dengar digangguin….”
Fiiiuhhh! Kuseka keringat yang
tiba-tiba menitik di kening. Ya, semoga saja benar kesimpulan Andes. Kakek itu
tidak muncul dan menggangguku lagi…(ft: berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar