Bukkk! Ular bersisik
hijau keemasan itu masih menggelepar sebentar, matanya yang tajam itu seperti
berusaha mengenali kami semua yang ada di situ. Dia mengeliat sebentar, sebelum
akhirnya diam tidak bergerak sama sekali. Ular itu benar-benar mati.
Aldi
tertawa, puas. Tangannya masih menggenggam linggis yang berlepotan darah.
Sadis. Sungguh aku ngeri dan jijik melihat pemandangan di depan kami… Seekor
ular dengan diameter sebesar lengan manusia itu, tubuhnya berlumuran darah.
Nggak jauh dari tempat ular itu mati, seekor kelinci setengah tercabik, hingga
isi perutnya nyaris terburai keluar.
Ribut-ribut
subuh tadi, bikin aku terbangun. Kupikir ada pencuri yang tertangkap atau orang
tawuran di halaman belakang. Tahunya, Aldi. Sepupuku itu memergoki kelinci
peliharaannya, hampir dimangsa ular. Belum sempat dimakan sih…tapi kelincinya
sudah mati, lukanya digigit ular menganga. Dia kehabisan darah. Aldi emosi,
sekaligus panik mungkin…Refleks dia mengambil linggis yang selalu ada di deket
halaman, lantas dihajarnya ular itu tanpa ampun.
“Udah,
Om.. Jangan diusik ularnya, biarin balik ke asalnya. Kasihan,” teriak Keisha,
putriku semata mayang. Keisha memang orangnya nggak tegaan. Aku mau nimpuk
kucing liar yang sudah mencuri ikan gorengku saja, dia belain sampai segitunya…
“Biarin
sayang, Om matiin. Ntar kalau dia masih hidup, trus gigit Keisha gimana..” kata
Aldi, pas melihat mata Keisha berkaca-kaca. Keisha mendekati bangkai ular ini,
memandangnya lama-lama, seperti memandang peliharaan kesayangannya mati… Melihat kejadian ini, aku yang baru keluar
dari kamar hanya bisa bengong…
“Keshia,
udah yuk…kamu mandi aja. Ntar kesiangan ke sekolah lho,” kataku mencoba
mengalihkan perhatiannya. Untung Keshia mau mendengarkan kata-kataku. Kulihat
sekilas, Aldi tengah memindahkan bangkai ular dan kelinci itu ke dalam kardus..
Wajar
mungkin, ada ular nyelonong masuk andai rumah kami berada di daerah laut, deket
tambak atau sekelilingnya masih alami banget. Lha, kini kami tinggal di
kompleks perumahan. Masa ada ular segitu gedenya bisa masuk rumah? Kejadian hari itu, sebenarnya tidak ingin
kuingat. Apalagi memikirkannya, kalau saja imbasnya tidak mengenai Keisha.
*******
“Maafin
kami ya Om…maafin kami… Jangan ganggu keluarga Keisha. Tolong Om..Tolong,”
Keisha mengigau malamnya. Keringatnya membanjir, hingga bajunya basah. Tapi
kuraba keningnya, nggak panas.
“Maaf ya Om…Om
jangan marah…” katanya lagi, masih mengigau. Padahal aku sudah berusaha
membangunkannya. Berulangkali aku goyang-goyang badannya. Untung, akhirnya
Keisha bangun juga.. Dia langsung memelukku dan menangis.
“Mama, Om marah…
Anaknya disakitin,” katanya sambil terisak-isak.
“Om siapa? Om Aldi?
Kamu mimpi buruk ya..”
“Om ular yang pagi
tadi dibunuh Om Aldi… Papanya marah. Mau balas dendam sama kita..”
Glek. Ular?
Ingatanku langsung ke kejadian pagi tadi. Apa hubungannya dengan mimpi Keisha.
Kasihan. Pasti dia kepikiran, sampai kebawa mimpi..
“Udah sayang, kamu
itu terlalu mikirin ular tadi. Makanya sampai mimpi buruk..Nggak ada ular lagi
kok di rumah. Udah dibersihin sama Om Aldi. “
“Tapi ma…papa ular
itu, marah..”
Aku senyum. Bocah
yang baru duduk di bangku kelas 1 sekolah dasar ini, memang sejak dulu sensitif
banget perasaannya. Mirip aku, kata Mas Arsha, suamiku yang kini tengah dinas
keluar kota.
“Udah sayang, nggak
ada apa-apa. Nggak ada yang marah..Kamu kan masih ada mama dan Om Aldi di
rumah. Kita semua jagain kamu, jagain seisi rumah ini…Okey? Tidur lagi ya..”
Keisha mengangguk,
lemas. Setelah kuusap-usap kepalanya, baru dia bisa pulas lagi… Aku berniat
kembali tidur, ketika kudengar suara aneh di luar sana.. Kelihatannya ada yang
barusan lewat depan kamar, langkahnya diseret, berat. Mmm, paling juga Aldi,
cari camilan di dapur.
Sepupuku yang
tinggal menyelesaikan tugas akhir di kampusnya itu, memang baru sebulan ini
tinggal bersama keluarga kecilku. Mas Arsha juga yang mengusulkan. Lumayan,
buat menjaga rumah. Soalnya suamiku mulai sering memperoleh dinas ke luar
kota.Artinya aku dan Keisha sendirian saja di rumah. Kata Mas Arsha, kalau
butuh apa-apa, atau andai ada orang asing masuk, kan repot.
Aldi tadinya kost,
keluarganya tinggal di Bandung. Kini, kuliahnya sudah tidak sepadat dulu.
Makanya sayang juga, kalau kost. Biaya kost di Jakarta kan mahal. Belum lagi
makannya… Kalau bareng aku, setidaknya meski seadanya, Aldi bisa makan bareng
di rumah. Nggak perlu sering-sering jajan.
“Di..Lagi cari
camilan ya? Tadi mbak beli mangga tuh di lemari es. Bagus-bagus. Kelihatannya
manis,” kataku, sambil menyusul ke dapur. Lho, kok… Aldi nggak ada. Padahal
jelas tadi kudengar suara-suara di dapur, seperti orang tengah mengambil atau
memindahkan sesuatu.
Astagaaaa..Aku
terkesiap, kaget. Kulihat, Aldi sudah tergeletak di lantai dapur. Wajahnya
pucat, tapi matanya terbelalak ketakutan. Seperti habis melihat sesuatu..
Kugoncang-goncang badannya, untung dia nggak pingsan. Andai pingsan, pasti aku
bingung gimana cara mengangkat atau menolongnya…
Aldi masih sadar,
dia hanya bengong, seperti habis menyaksikan sesuatu yang begitu dahsyat.
Kutepuk-tepuk pipinya, dia tak bereaksi. Kuambil segelas air, kucoba memaksanya
minum, agar tenang dulu…Cowok itu akhirnya bisa duduk, dia kelihatan begitu
lelah. Nafasnya sampai terdengar, memburu.
“Kamu sakit, Di? Ke
kamar aja.. tidur. Kubikinin minuman panas, mau?” Aldi menggeleng, lemas.
“Nggak usah, thanks
ya… Gue istirahat saja di kamar…” Aldi langsung masuk ke kamar dengan langkah
terhuyung-huyung. Wajahnya masih kelihatan sangat pucat. Syukur, kalau dia
nggak kenapa-napa. Malam itu kupikir,
Aldi hanya masuk angin atau pusing saja makanya sampai jatuh di dapur. Kenyataannya …
*******
Senin pagi, jalanan
biasa macet. Tapi tumben, Aldi yang
biasanya paling pagi sudah muncul di meja makan, belum nongol juga sampai
Keisha, sudah menyelesaikan sarapannya…
“Di, udah bangun
belum? Kesiangan ya… Mbak jalan dulu ya, sarapan sudah ada di meja…” kataku,
waktu lewat depan kamar Aldi… Aldi hanya melenguh, malas. Ya sudahlah, mungkin
semalam dia benar-benar nggak enak badan, hingga tidurnya nggak nyenyak…
Bukkk! Nyaris aku
melompat kaget, ketika tengah asyik memasak di dapur. Kupikir, aku tinggal di
rumah sendiri. Aldi pasti sudah berangkat tadi, waktu aku nganterin Keisha,
tapi kenapa ada suara berisik di kamar Aldi…
“Di, kamu di
rumah?” tegurku dari balik pintunya…
“Ya mbak..Aku masih
di rumah…” Oh, astagaaa… Lega aku dengernya. Bayangan pencuri yang tengah
menyelinap masuk, langsung hilang.
“Kamu nggak ke
kampus? Lagi ngerjain tugas ya.. Sarapan dulu gih, ntar masuk angin lho.”
Aldi nggak
menjawab. Ya sudahlah, mungkin dia masuk ke kamar mandi. Karena kamarnya memang
nyatu dengan kamar mandi..
Seharian, Aldi
membuatku was-was. Soalnya tidak biasanya cowok itu mengurung diri di kamar,
tanpa keluar sama sekali. Meskipun ada kamar mandi, tapi dia biasanya suka
menyeduh kopi atau susu coklat, kadang malah mencari-cari snack yang biasa
kusimpan di dapur. Tapi kok, hari ini, dia nggak menampakkan batang hidungnya
sama sekali…
Kesibukanku
memasak, menjemput Keisha pulang sekolah, dan beberes rumah, membuatku sejenak
melupakan Aldi. Apalagi Bik Imah pembantu kami nggak masuk pula hari
ini…Lengkap! Super mom, ledek Mas Arsha waktu aku bbm-an dengannya.
Malam ini, belum
sempat tidur pulas, kembali aku dikagetkan Keisha yang mengigau.. Dia berulangkali
memanggil-manggil seseorang, Om… Tapi Om siapa, nggak jelas…Sampai aku musti
menenangkannya. Keisha masih menganggap mimpinya itu benar-benar nyata. Dia
bilang Om itu marah, anaknya dibunuh…
Capek. Pegal
seharian, baru terasa malam ini. Ingin buru-buru pulas, nggak bisa. Sejak tadi
aku hanya bolak balik badan di kasur. Apalagi kurasakan malam ini, nggak
seperti biasanya. Lebih dingin… Sampai-sampai tengkukku rasanya merinding…
Buuukk! Astaga.
Apalagi itu…suaranya berasal dari arah dapur, seperti orang jatuh.
Jangan…jangan… Buru-buru aku ke arah suara itu berasal. Bener. Aldi sudah
tergeletak di lantai. Wajahnya pucat, bibirnya membiru dan matanya nyalang,
seperti orang ketakutan…
“Di, kamu kenapa?
Pusing ya…Sampai jatuh?” tanyaku panik. Kugenggam tangannya, begitu dingin.
Bibirnya kelihatan gemetar, giginya gemeretuk seperti menahan sesuatu…
Tatapannya nanar ke satu arah…
“Ampun, saya minta
maaf. Ampunnn…” Buggg! Aldi pingsan. Panik. Aku nggak pernah membayangkan
seorang diri, musti mengurus cowok segede Aldi yang nggak sadarkan diri.
Kutarik dia sebisanya, kuberi bantalan sofa di kepalanya. Lantas buru-buru
kutelpon tetangga yang kebetulan dokter.
Entah, berapa kali
aku musti bilang maaf sama itu dokter. Tengah malam kubangunin, minta ke rumah.
Untung beliau baik, bahkan ditemani istrinya kami akhirnya membawa Aldi ke
rumah sakit, karena membutuhkan bantuan alat medis yang lebih lengkap.
Bingung. Aku musti
memikirkan Keisha, juga Aldi. Untung, Bik Imah yang rumahnya di kampung
belakang kompleks rumahku, bisa kutelpon dan kuminta datang, buat menemani
Keisha. Aku nungguin Aldi di rumah sakit, sampai dia sadar.
Dokter belum bisa
mendiagnosa sakitnya apa. Hanya tekanan darahnya tinggi sekali. Katanya bahaya,
bisa stroke. Aku bingung, benar-benar panik malam itu… Sepanjang malam, dokter
dan perawat jaga juga melaporkan, Aldi tidurnya gelisah. Seperti mengingau dan
menyebut-nyebut seseorang, tapi tidak jelas siapa…
Keluarga Aldi langsung datang dari Bandung,
termasuk Pakde Marzuki, paman Aldi yang kukenal beliau memiliki padepokan dan
biasa membantu penyembuhan. Niat kami semua, mungkin dengan didoakan, Aldi bisa
cepat pulih.
Bener. Kondisi Aldi
makin stabil. Meski awalnya dia sempat mengamuk, meracau nggak jelas, sampai
bikin perawat kebingungan dan stress. Lega rasanya, melihat cowok itu balik ke
rumah dalam keadaan bugar. Nggak kelihatan sedikit pun kalau dia pernah kolaps.
Hanya herannya, dia minta pindah ke kostnya kembali. Entah, apa alasannya,
begitu dia keluar dari rumah sakit, Aldi langsung mengemasi barang-barangnya,
lantas dibantuin keluarganya pindahan ke kost lama.
*******
Malam
Minggu, semustinya aku bahagia melihat Mas Asha pulang dari luar kota. Bertiga
dengan Keisha, kami makan malam di kafe tempat pertama kalinya, aku ditembak
mantan pacarku itu… Tapi perasaan bersalah dan nggak enak masih mengganggu
pikiranku. Kepindahan Aldi, pasti karena dia tidak suka dengan sikapku atau
rumah kami tidak cukup nyaman? Jangan-jangan juga karena menu yang kupilih,
membosankan…
Mas Arsha
yang dengar ceritaku, hanya tertawa.
“Lha,
orang sedih, malah diketawain…” protesku, kesal…
“Ya
iyalah…kamu tuh sensitif orangnya. Aldi pindah, bukan karena kamu atau rumah
kita. Nggak ada masalah di rumah..”
“Trussss….
Kenapa dia pindahan gitu? Nggak kasih waktu pula, langsung dari rumah sakit
angkut-angkut barang…Kayak kita musuh bebuyutan…”
Mas Arsha
terdiam, kali ini tatapan matanya kelihatan menyembunyikan sesuatu. Wah,
jangan-jangan bener. Aldi selama ini sebel banget sama aku?
“Masalahnya
bukan sama kamu.. “
“Trus..kenapa
dong…” Aku mulai hilang kesabaran… Untung Keisha lagi main permainan anak-anak
yang ada di halaman depan kafe, tidak memperhatikan aku.
“Aldi
pernah salah. Bunuh ular yang nungguin halaman belakang rumah kita. Bukan ular
sembarang ular.. Dia ketulah, selalu dikejar bayangan kerabat ular itu..Untung Pakde kan tahu begituan,
kemarin pas nengokin langsung diberesin. Aldi trauma tinggal di tempat kita,
selain itu juga untuk menghindari masalah ke depannya, dia pindah..”
Glek. Tanganku mendadak terasa begitu
dingin. Berarti, Keisha kemarin nggak murni mengigau? (Ft:berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar