Percaya atau tidak,
setiap orang memiliki indra keenam. Jangan sesekali meremehkan saran orang
lain. Mitos yang mengatakan, kamar kosong terlalu lama biasanya disukai makhluk
halus bisa jadi ada benarnya.
Road
show lagi? Asyikkk! Artinya aku bisa jalan lagi bersama teman satu kantor,
sambil berburu kuliner baru. Sebagai orang yang bekerja di sebuah production house, memang banyak kegiatan
off air seperti jumpa fans di radio, show ke daerah dan jadwal shooting di
berbagai tempat. Salah satu kegiatan yang kusukai ya…road show ke daerah. Ya, hitung-hitung traveling-lah…mencari udara
segar, daripada setiap hari dihajar kemacetan dan polusi di Jakarta.
Sempurna.
Seperti rencana semula, siang itu kami sudah tiba di Tasikmalaya. Lumayan,
setelah sempat mabuk di perjalanan. Bayangkan saja, jalanan berkelok-kelok.
Banyak tikungan tajam. Boro-boro bisa tidur di mobil. Mabuk laut, iya! Wajar,
begitu masuk ke kamar hotel, rasanya surga banget. Sampai-sampai aku hanya
sempat meletakkan traveling bag di sudut kamar, lantas terduduk lemas di kursi
sambil menyelonjorkan kaki. Pegal banget…
“Hooiii… kamar siapa ini?” tiba-tiba dua wajah
polos, seperti tanpa dosa muncul dari balik pintu yang sengaja masih kubiarkan
terbuka. Arga dan Armand… Dua cowok yang terbilang anggota “pasukan” termuda
kami itu pun nyelonong masuk, seperti biasa…Mereka memang layaknya anggota
keluarga besar kami…
“Mau
absen ya? Bawa apa ke sini?” tanyaku becandain mereka yang sudah menggelesot,
duduk di lantai.
“Mbak
sekamar sama siapa?” tanya Arga, si cungkring berambut kriwil itu sembari
membuka-buka brosur menu hotel. “Aku sama Armand, sekamar lagi. Heran ya,
kemana-mana dapatnya sama dia lagi…” cerocos Arga, tanpa memberi kesempatan aku
bicara.
“Trus,
kenapa? Rugi gitu sama aku? Ntar biar kuusulkan, kamu sekamar dengan Pak Darko
yang hobinya ngomel dan komplain, rasain
lho!” Armand ikutan komen.
Aku
menggeleng-gelengkan kepala. Denyut di kepala, mendadak makin menjadi. Huh!
Mereka nggak nyadar ya…aku masih tepar begini?
“Udah
sono, balik ke kamar. Ntar sore terlambat bangun, ditinggal deh…” kataku,
sambil beranjak bangun. Kalau nggak digituin, mereka nggak bakalan buru-buru
bubar. Tapi mendadak, Arga pandangannya tertuju ke arah kamar mandi. Seperti
ada yang dia pikirkan…
“Mmm….sebentar,
mbak…”
“Apalagi?
Udahlah, balik sono. Mbak sendirian di sini, sementara nungguin Irma dan Netha
yang besok nyusul. Waktunya istirahat…”
“Nggak,
aku mau ngomong serius mbak..Sebentar saja..” protes Arga, ketika aku membuka
pintu kamar lebar-lebar, tanda minta mereka segera keluar.
“Ya,
Ga? Ntar sore, kita bahas lagi…”
“Bukan
soal kerjaan…Ini soal keamanan mbak.. Mbak sebaiknya berhati-hati…”
“Hah???”
Aku terkikik geli. Ada-ada saja, bocah satu ini. Masa cewek tomboy seperti aku,
dia pesan supaya berhati-hati di kamar sendiri. Lagipula, kamar sebelah kan teman
satu rombongan juga…
“Serius
mbak!” Arga menatapku, tajam. Waduh, kayaknya bocah ini memang nggak main-main.
“Arga
ngerasa ada yang tinggal di kamar ini, sebelum mbak masuk. Dia tidak mau
pergi…”
“Tinggal?
Siapa? Kamar ini dibooking orang?” Aku makin nggak ngerti maksud omongan Arga.
“Maksud
Arga, kamar ini ada penunggunya mbak… Tapi dia tidak akan mengganggu mbak
sementara waktu, asal mbak berjaga-jaga.” Deg! Jantungku seperti mau lepas dari
tempatnya. Armand yang sejak tadi asyik menguyah snack, juga langsung tersedak.
Kaget.
“Tenang,
mbak… Tolong semua lampu di kamar dan kamar mandi jangan dimatiin. Biarkan
terang. Mbak juga kalau tidur, baca doa dulu. Apa saja yang mbak ingat dan
biasa baca…Dia nggak akan kemana-mana…Posisinya saat ini di kamar mandi…”
“Aduh!
Lha, kalau aku mau ke toilet, bagaimana Ga? Jangan nakut-nakutin dong…”
Arga
terdiam. Tatapannya seakan ingin memeriksa seluruh sudut ruangan. Dia nyaris
tak berkedip, sebelum akhirnya menghembuskan nafas panjang. Serem juga aku
melihat ekspresinya. Bocah yang pernah berguru di sebuah padepokan ini, memang
soal makhluk halus tidak bisa dianggap bercanda. Soalnya pernah seorang kru
kerasukan, dia juga yang membantu menyadarkan korban.
“Santai,
mbak… Nggak apa-apa, mandi atau ke toilet. Asal jangan dimatiin lampunya. Kalau
mbak sendirian di kamar, lebih baik lagi pintu kamar mandi tetap terbuka…”
Selera
tidur siangku, langsung hilang. Begitu Armand dan Arga balik ke kamar mereka,
aku terbengong-bengong sendiri di kamar. Televisi sengaja kunyalakan, meski
konsentrasiku tidak pada tayangan yang ada. Ya ampun, nggak lagi deh terjebak
dalam situasi menegangkan begini. Sudah tahu akunya penakut banget, malah dapat
cerita menakutkan…Ingin rasanya aku tidak percaya dengan cerita Arga, tapi hati
kecilku juga takut, andai benar-benar aku digangguin gara-gara melanggar pesan
cowok itu.
Benar-benar
tersiksa. Sore itu aku kelihatan kusut masai, ketika semua anggota rombongan
ngumpul buat makan malam. Armand yang melihatku duduk di sudut resto hotel,
langsung mendatangiku.
“Kok
kusut banget mbak? Nggak istirahat tadi?”
“Gimana
mau tidur….Dengar cerita Arga, stress…”
“Sudahlah
mbak, santai saja seperti pesan dia. Kan mbak nggak digangguin. Asal semua
lampu dinyalakan dan mbak baca doa…”
Hingga
acara malam itu berakhir, pikiranku lari kemana-mana. Nggak fokus.
Sampai-sampai Pak Darko, ketua rombongan menegurku. Mmm, malu! Tapi takutku
belum juga hilang…Rencanaku mengajak salah satu teman buat pindah ke kamarku
juga sia-sia. Masing-masing malas harus pindahin barang-barangnya lagi ke
kamarku.
Nasib!
Semalaman musti tidur dengan bersembunyi di bawah selimut, sambil membaca doa
dengan nafas memburu dan gemetar. Keringat membanjir. Padahal ac di kamar
begitu dingin… Mata pun akhirnya baru bisa benar-benar terpejam, ketika hari
hampir pagi…
******
Thanks
God! Pagi yang sangat aku harapkan… Biasanya aku selalu malas buru-buru mandi
dan keluar kamar hotel, buat sarapan. Tapi kali ini, aku langsung mandi dan
turun ke lantai dasar buat makan pagi…
“Waaahhh…pagi
bener, mbak! Semalam, nggak terjadi apa-apa kan?” tegur Arga, nggak lama
setelah aku duduk dan menyantap sebagian sarapan pagiku. Cowok itu menarik
kursi di depanku, lantas duduk tanpa kuminta…
“Nggak
ada apa-apa. Tapi semalaman nggak bisa tidur nih, gara-gara gosip kamu…Lihat
saja, mata masih cekung dan hitam gini…” cerocosku, setengah kesal. Arga
tersenyum, lantas tertawa lebar. Waduh! Jangan-jangan nih bocah hanya mau
ngerjain aku saja kemarin…
“Nggak
lucu ah, becandaan kamu… Awas ya, ntar kita jalan lagi kuberi kamu teman
sekamar yang nggak seru…”
Arga
mengangkat kedua tangannya, lantas menyilangkannya di dada…
“Beneran
mbak…Aku nggak bercanda. Syukur, mbak baik-baik saja…” katanya, sambil
buru-buru kabur, ketika melihat aku sudah siap menceramahi dia lagi…
Masalah
Arga, nyaris kulupakan. Balik dari sarapan, langsung kuharus pindah ke kamar
sebelah, karena kamarku akan digunakan Irma dan Netha yang baru saja tiba dari
Jakarta. Kasihan banget, mereka pasti sama mabuknya seperti aku kemarin.
Lantas, hampir seharian aku langsung berada di lokasi tempat acara akan
berlangsung. Hingga akhirnya, aku baru sempat ngumpul bareng sebagian tim di
tempat makan siang…
“Ssst,
mbak… udah sempat ngobrol lagi nggak dengan Mbak Netha? Rencananya selesai
acara, dia langsung pulang duluan. Ngambek…” lapor Armand, begitu melihatku
duduk satu meja dengannya.
“Hah?
Kenapa? Masa pakai ngambek segala? Apa hubungannya sama mbak?”
“Gini
mbak…Jangan kaget ya! Ternyata Mbak Netha kan begitu check in ke kamar bekas
mbak, dia langsung tidur. Mbak Irma malah jalan ke luar cari camilan. Katanya
nih, Mbak Netha ngerasa kasurnya bergoyang-goyang, seperti bergelombang…”
Aku
melotot, nyaris tersedak. Suapanku terhenti…Kuperhatikan, Armand kelihatan
tidak berbohong. Wajahnya serius. Sangat serius, malah!
“Mbak
Netha pikir, dia masih mabuk dalam perjalanan jauh. Dia cuek. Tahunya dia
ngerasa, ada langkah-langkah berat, seperti orang berjalan di atas kasur,
melewati tubuhnya. Seremnya lagi, sosoknya seperti laki-laki, raksasa, tinggi
sekali, berambut gimbal dan panjang….Untung, dia bisa kabur…Meski sempat sesak
nafas, seperti lagi dicekik orang…”
Glek.
Astaga! Andaikan itu terjadi padaku…Jangan-jangan Arga benar. Pengganggunya itu
tidak lain adalah penunggu kamar tempat kami menginap. Tapi mengapa dia
mengganggu Netha, sedangkan aku aman-aman saja? Belakangan baru kutahu, ternyata begitu masuk kamar pagi itu, Netha
menutup semua korden kamar, mematikan lampu, karena ingin istirahat. Saat
itulah, dia diganggu. Sedangkan aku yang “berjaga-jaga” dengan menyalakan semua
lampu dan membaca doa, masih bisa selamat.
Percaya
atau tidak, ternyata sejak kejadian itu aku merasa lebih “aman” bila selalu
menyalakan semua penerangan dan membaca doa lebih dahulu, sebelum tidur di
tempat yang sering lama tidak ditinggali, seperti kamar hotel yang tidak setiap
hari selalu ada penghuninya.(Ft: berbagai sumber / Thanks to IB & AW yang sudah "menyelamatkan" saya dari makhluk halus di hotel!)
1 komentar:
dem!
ini serem! asli... mana aku sering liputan keluar kota nginep sendirian di hotel lagi -___-*
serem!
keren...
Posting Komentar