“Sumpah!
Sampai mati pun, aku tagih!” Busyet dah! Pagi-pagi tetangga kamar, berisik
banget. Suara cemprengnya sampai bisa membangunkan seluruh penghuni rumah
kost-kostan ini. Terlalu. Padahal jam di dinding masih menunjukkan pukul enam
pagi. Dia nggak tahu apa, aku baru menyelesaikan tugas kampus pukul empat dini
hari tadi? Artinya, tidurku masih belum nyenyak betul.
“Heiii…Jangan
ngeles lagi ya. Pokoknya aku nggak mau tahu, bayar sekarang juga. Kalau nggak,
sampai kamu mati pun nggak bakal aku lepasin…” teriaknya lagi. Beeuuhh! Mau
nggak mau, aku bangun juga lantas buru-buru mandi.
Keributan
kecil pagi ini, ternyata belum juga berakhir. Sampai aku menyeduh kopi di
dapur, ceracauan Linda teman kostku yang terkenal jutek itu masih terdengar.
Nina yang baru saja muncul di dapur, malah senyum-senyum saja ketika melihat
wajahku mirip kepiting rebus. Antara kesal dan masih ngantuk…
“Pusing
ya, Ta? Biasalah tetangga kamar… Linda memang nggak beri ampun, kalau sudah
menyangkut duit. “
“Memang
siapa lagi yang pinjam uang sama dia? Sudah tahu, dianya galak minta ampun.
Kata-katanya suka nyakitin telinga, juga hati,” tanyaku, sembari menyeruput
kopi hangat hasil seduhan sendiri. Nina menarik sebuah kursi, lantas duduk di
depanku.
“Safira
yang tinggal di lantai bawah… Kasihan juga. Kudengar, dia juga pinjam uang
karena terpaksa. Ayahnya masuk rumah sakit, sehingga dia musti kirim uang buat
bantuin biaya pengobatan.”
Pahit.
Bukan karena kopiku kurang gula, tapi aku jadi inget keluargaku di rumah. Dulu
aku pernah menganggap enteng mereka, sampai-sampai kuliahku pun berantakan.
Kupikir, kapan pun aku butuh uang tinggal sms atau telpon. Hingga akhirnya,
usaha papa bangkrut. Mama musti ikutan banting tulang, membiayai aku putri
tunggalnya. Kuliahku pun sempat terhenti… Untung, salah satu teman bisnis papa
yang membuka cabang perusahaan di Yogyakarta, memberiku pekerjaan. Hingga
sambil kuliah, aku bisa mencari uang buat menghidupi diriku sendiri di kota
ini.
“Hei…kok
malah ngelamun… Sedih ya?” Lamunanku buyar seketika. Nina menyodorkan piring
berisi setangkup roti bakar.
“Wah,
makasih banget Nin! Pagi-pagi dapat rejeki… “
“Makanya
jangan ngelamun…Ntar rejeki kabur…”
“Nggak,
aku hanya inget orang rumah… Kebayang gimana bingungnya Safira. Tega ya, Linda
ngatain sampai segitunya. Kalau ada duit, pasti kan dibayar…”
“Ya
gitulah Ta! Aku juga pernah ingetin. Takutnya omongan dia kena tulah. Ntar dia
kuwalat…Kan suka tuh, nyumpahin orang seenaknya…”
Bener
juga. Linda memang anak kost “termakmur” di rumah ini. Selain orangtuanya
pengusaha kaya, dia juga mempunyai bisnis kecil-kecilan. Jualan baju dan
asesoris lewat jaringan internet. Pantas, banyak yang “terpaksa” minta
pertolongannya. Misalnya: kiriman transfer dari rumah terlambat. Asal ingat
saja, cewek berambut cepak itu tidak suka jika kita terlambat mengembalikannya.
“Bener
juga, Nin. Aku suka ngeri, denger dia nyumpahin orang. Kata orangtua dulu,
omongan kita itu bisa beneran kejadian lho, andai diamini sama yang kuasa…”
“Atau
mungkin pas setan lewat, iseng ngerjain coba…” Nina terkekeh geli, melihat aku
nyaris tersedak gara-gara omongan konyolnya itu. Dia tahu banget tuh, akunya
penakut…
“Jangan
mancing ah, pagi-pagi gini… Aku balik kamar ya, mau siap-siap ke kampus. Yuk
ah…” kataku, sambil beranjak pergi. Masih terdengar suara Linda sayup-sayup,
entah kali ini dia menyumpahi siapa lagi…
*****
Minggu
pagi, kesempatan buat memanjakan diri. Rencananya hari ini, aku mau ke salon.
Potong rambut. Sekalian membeli bahan pokok, seperti kopi, mie instan, susu
coklat…Maklum, anak kost. Musti bikin stok sendiri, kalau tengah malam lagi
lembur tiba-tiba lapar, nggak
keliyengan, musti keluar rumah lagi buat cari makan.
“Nggak
kemana-mana, Ta?” Suara cempreng itu, mengejutkan. Astaga. Linda yang muncul di
depan kamarku, kelihatan begitu kusut. Matanya cekung, seperti nggak tidur
semalaman…
“Kamu
sakit? Ada yang bisa aku bantuin?”
“Boleh
main ke kamarmu? Aku sendirian, takut… “
Takut?
Mau tidak mau, keningku berkerut. Heran. Tumben, cewek ini mau juga curhat ke
kamarku. Biasanya dia paling cuek… Boro-boro curhat, negur saja kalau
perlu-perlu saja. Cewek ini selain lebih “berada” dibanding anak kost lain, dia
juga sombongnya selangit…
“Memang
anak-anak lain kemana? Pergi semua ya…” tanyaku, tanpa basa-basi. Linda
tertunduk, lesu. Belum sempat kuminta dia duduk, dia sudah langsung masuk
kamarku dan duduk di kursi, depan tempat tidur…
“Pergi
semua, kelihatannya. Sepi. Kulihat hanya kamu yang ada, makanya aku ke sini…Perasaanku
nggak enak, butuh temen…”
Gila.
Giliran butuh teman saja dia main ke kamarku. Giliran aku lagi bermasalah,
mungkin nggak dia juga sempet mikirin. Nyamperin, minimal? Tapi ya sudahlah,
kulihat dari wajahnya dia seperti orang yang bener-bener lagi banyak masalah.
Nolongin orang, nggak ada salahnya…
“Dua
hari ini, aku nggak bisa tidur Ta… Mimpi buruk terus. Rasanya ada yang
mengejar-ngejar aku. Nggak jelas, siapa…”
“Ah, sudah tahu mimpi itu bunga tidur. Ngapain
dipikirin, Linda…Biasanya kamu yang berpikir paling rasional di sini…”
“Ya
sih, tapi rasanya mimpi itu nyata banget. Ada seseorang mencari-cari aku…tapi
waktu aku temui, dia mendadak wajahnya berubah sangat menakutkan…Nggak jelas,
kok bisa dimimpiin gitu…”
Kasihan.
Kulihat Linda nggak main-main dengan ceritanya. Dia takut beneran. Kuhibur
dengan sebisaku, selanjutnya ya kembali ke dia sendiri. Nggak mungkin aku
menemani dia seharian di rumah.
“Aku
ikut kamu ya…Kamu mau ke mall kan? Nggak mau sendirian di rumah…Takut…”
Ya
ampun… Apes deh. Niat menghibur diri sendiri, batal. Entah kenapa, Linda begitu
stress sampai-sampai aku pergi pun, dia mau ikutan. Jelas-jelas selera kami
beda. Andai ke salon pun, dia pasti memilih salon mahal. Beda denganku yang
berprinsip, asal potongannya rapi dan nyaman.
Baru
kutahu, Linda benar-benar lagi stress mikirin mimpi-mimpinya. Dia juga ngerasa,
dua harian ini pintu kamarnya sering diketuk orang. Tapi ketika dibuka, nggak
ada siapa-siapa. Lorong kost, sepi. Tidur pun, dia merasa dikejar-kejar seseorang
yang tidak jelas bentuk wajahnya. Seperti ada yang mau diomongin, katanya.
“Jangan-jangan
ada yang main guna-guna ya? Dia nggak suka, lantas santet aku?” tanya Linda
tiba-tiba. Aku tersedak. Permen yang tengah kukulum, nyaris tertelan. Gila nih
cewek, masih saja berpikiran negatif sama orang lain…
“Ah,
sudahlah Linda…Jangan negative thinking. Nggak baik…Banyak baca doa saja,
sebelum tidur. Nggak ada apa-apa kok….Pikiran kamu saja yang lagi kalut, banyak
tugas kali. Sampai-sampai kebawa alam bawah sadar kamu…”
Obrolan
kami pun terhenti sampai disitu. Aku bahkan nyaris melupakan, kami pernah
ngomongin hal ini. Namun entah malam ke berapa, tiba-tiba satu kost gaduh… Aku
yang tengah menyelesaikan tugas kampus, mau tak mau ikutan keluar dari kamar…
“Linda,
Ta! Linda….” Kulihat Nina tergopoh-gopoh muncul di depan kamarku masih
menenteng boneka teddy bear kesayangannya.
“Linda
seperti orang kerasukan…Dia teriak-teriak ketakutan di kamarnya…Anak-anak yang
terpaksa mendobrak pintu kamar, ngelihat dia seperti orang nggak waras…” Aku
tertegun. Kenapa lagi cewek satu itu? Untung kegaduhan, berakhir. Ketika Pak Haji yang biasa memberi siraman rohani di
kompleks rumah kami datang dan membacakan doa untuknya…
****
Kisah
Linda yang kesurupan, langsung menjadi omongan seisi rumah esok harinya. Lewat
pengakuannya kepada Pak Haji, terbongkar sudah masalahnya selama ini. Cewek
bermata bulat dan hidung mancung dengan kulit sawo matang itu, memang dihantui
Risty yang baru saja meninggal dunia, ketika mudik ke rumah orangtuanya.
Gara-gara sumpah serapahnya Linda, Risty tidak tenang di alamnya. Dia
mencari-cari Linda dengan maksud, “membayar” hutang-hutangnya. Masalahnya,
siapa yang berani ditemui arwah orang mati?
Pelajaran
berharga buat cewek itu… Nggak sembarangan menyumpahin orang. Karena tanpa
sadar, apa yang kita ucapkan bisa berarti doa buat orang-orang itu. Baik atau
buruk.(Ft:berbagai sumber)
1 komentar:
weh! ini keren.. aku pikir, linda yang metong terus kejarkejar yang dia utangin hehe..
sayaaang..
pendek banget ceritanya wkwk..
tapi aku suka!
Posting Komentar