Gubrakkkk! Buset dah. Bener-bener ceroboh sih, tukang yang mengerjakan
renovasi apartemen ini.. Masa meletakkan alat-alat yang habis digunakan,
sembarangan. Nggak dirapiin kembali dalam kotaknya. Giliran ada orang lewat,
bisa tersandung jatuh. Kan bahaya banget.
Untung saja di gedung yang sudah cukup lama aku tinggali ini,
penghuninya nggak suka kelayapan. Pulang dari bepergian, mereka langsung masuk
apartemen masing-masing.
Kuingat jaman aku masih
anak-anak, lagi bandel-bandelnya, suka banget berlarian, kejar-kejaran di
lorong yang menghubungkan antar apartemen satu dengan yang lain, bareng
anak-anak yang tinggalnya di bangunan ini ini. Kadang, kami main petak
umpet. Paling nekad dan bandel ya, aku…
Mereka semua gampang sekali ketahuan, sembunyinya di mana. Giliran aku?
Mmm…Pasti susah banget nemuin. Soalnya, aku doyan banget sembunyi di tempat
yang mereka takutin. Seperti gudang penyimpanan alat kebersihan atau tukang
yang ada di pojok lorong, kadang juga di teras lobi atas.
Kabarnya nih, gudang di
pojokan itu ada penunggunya. Jiaaahhh, hari gini masih percaya begituan. Meski
aku masih kecil, nyaliku gede. Soalnya sudah kebiasaan dihukum papa, dikunciin di kamar atau gudang.
Yup. Kecilku memang bandel banget. Maklum, anak perempuan, satu-satunya.
Meski namaku cewek
banget, Cinta, aku terbilang tomboi dan nggak pernah takut apa pun. Kalau
sahabat-sahabatku di apartemen, takut gelap,
aku? Nggak tuh. Bahkan listrik mati pun, aku masih nyantai, ngelongok ke
luar lorong, nungguin papa atau mama yang belum pulang, hanya dengan bantuan
senter atau lampu emergency. Pernah juga, kami bermain di bawah, dekat kolam
renang apartemen. Karena keasyikan,
sampai lewat magrib dan langit mendung pula…Kayaknya mau hujan. Teman-temanku
langsung teriak, panik dan histeris, waktu denger suara gledek, lantas mereka
berlarian pulang. Tapi aku malah melanjutkan main di sana sendiri…Sampai mama yang panik, mencariku ke mana-mana,
menemukan aku di situ.
Tanpa sengaja, aku
pernah denger obrolan mama dan papa tentang aku. Kata papa, beliau bangga dan
tidak menyangka, putrinya mewarisi bakat ibunya.. alias eyangku. Tapi aku masih
bingung, bakat apaan? Baru kutahu jawabannya, seminggu sebelum papa meninggal,
atau tepatnya ketika aku bertemu dengan eyang putri untuk pertamakalinya,
katanya indra keenamku tajam. Aku juga memiliki kepekaan lebih dibanding
manusia normal lainnya, makanya tidak mudah di”ganggu”.
Selama ini, hubungan eyang putri dengan kedua
orangtuaku buruk. Bahkan mama dan papa menikah, tanpa restu eyang putri. Makanya,
sampai aku umur 6 tahunan, aku belum pernah bertemu beliau. Baru ketika papa
sakit keras, eyang putri muncul dan nengokin papa, sekaligus mau melihat aku.
Cucunya.
Papa meninggal,
seminggu kemudian setelah menceritakan semuanya padaku. Ya, meski aku masih
terlalu kecil untuk memahami semua yang beliau ceritakan, setidaknya aku bisa
ngerti…ternyata, bandelku ini ada sebabnya. Kuingat waktu kecil, ketika aku
lagi main di lorong apartemen, lantai atas bersama anak-anak sebayaku..
Tiba-tiba mereka berteriak, ketakutan, berlarian mau buru-buru turun ke bawah..
Seorang nenek dengan rambut panjang terurai, langkahnya terseok-seok,
memandangi kami dari sudut lorong. Heran. Baru ketemuan dengan nenek gitu saja,
mereka kok sudah lari ketakutan sih? Aku masih nggak ngeh… Bahkan tuh nenek,
aku ajak senyum dan kusapa… “Sendirian nek? Tinggalnya di lantai berapa?”
tanyaku, cuek. Tuh nenek hanya senyum, sambil nunjuk ke atas… Aku melambaikan
tangan, pamitan. Trus menyusul temanku, pulang…
Baru sampai di lantai
bawah, teman-teman mengerubuti aku. Ada yang pegang jidatku, ada yang
nowel-nowel pipi, bahkan ada yang menarik-narik jaketku, seperti girang karena barusan
menemukan aku kembali…
“Kok berani sih, kamu…
Kalau diculik, nggak bisa pulang gimana?” tanya Rio yang badannya tambun. Pipi
chubinya yang kayak bakpao itu, makin gembung. Dia terheran-heran melihatku
cengar cengir doang…
“Iyaaa….kamu bikin kami
jantungan. Diajakin lari, malah nongkrongin di situ. Nggak takut diapa-apain
ya??” Irine yang blasteran Sunda Jerman itu, ikutan bicara.
“Apaan sih ngomongnya?
Siapa mau nyulik dan ngapa-ngapain aku? Lagian kalian aneh, main lari dan
teriak-teriak panik gitu…:”
“Ya ampunnn, Cinta!
Kamu nggak sadar apa… tuh nenek-nenek kan hantuuu..”
Aku melotot, kaget.
Abis itu tertawa ngakak-lah.. Biar pun masih kecil, aku nggak pernah denger
hantu itu beneran..Paling juga setan-setanan yang dibuat di film-film horor.
“Ngaco ah…. Nenek tadi
dibilang hantu. Dia mau balik ke apartemennya tuh, nyasar kali di lorong…” Aku
masih nggak percaya.
“Balik gimanaa??! Nggak
lihat ya, kakinya nggak napak… Jalannya kayak terbang gitu, trus bulu kuduk
kita berdiri semua…”
“Ah, ngacoooo… Bohong!
Fitnah!” Aku tersedak, kaget.
“Beneran Cintaaaa… Kalo
nggak, ngapain kami segitu takutnya.. Coba pake akal deh. Tuh nenek tadinya
nggak ada di situ. Gimana coba, dia bisa tiba-tiba nongol? Kan musti lewat lift
dulu.. Pojokan situ kan pas gudang, buntu… Apa kamu pikir, nenek itu
masuk-masuk ke gudang???!” Rio kayaknya gemes, melihat aku masih cuek…
“Ya, Cintaaa… Tuh nenek
tiba-tiba aja ngejogrok di situ. Trus kamu lihat, jalannya tuh nggak napakkk..
Kakinya ngegantung gituuuu..”
Aku masih nggak
percaya. Aku geleng-geleng kepala, selanjutnya ngakak abis. Lha iya kan… kok
kayak cerita di bioskop. Jalannya terbang-terbang, nggak menapak kakinya. Mana
ada sihhh?
Kejadian hari itu,
nyaris aku lupakan. Hingga suatu hari, ketika aku sudah beranjak gede, ya
belasan tahun gitu deh…abg… Aku mau masuk ke lift, tiba-tiba seorang nenek yang rambut putihnya dibiarkan
tergerai, sudah berdiri dekat denganku. Entah, kapan dia munculnya. Dia
menatapku, sambil senyum…
“Mau ke lantai berapa,
Nek…”
Perempuan tua itu nggak
menjawab. Dia hanya menunjuk ke atas… Kuperhatiin, ohh, kali dia tinggal di
lantai atas…
Binggg! Pintu lift kebuka.
“Yuk Nek, sama-sama…”
kataku pas masuk, trus balik badan… Duengg! Nenek itu sudah nggak ada.
“Bentar-bentar,
Pak…Tunggu nenek itu dulu…” kataku, sambil clingak clinguk ke lorong kanan dan
kiri lift. Tapi sepi, nggak ada siapa-siapa!
Security apartemen yang
bertugas di lift itu terheran-heran, melihat tingkahku. Dia jadi ikutan ngelongok ke lorong yang
menghubungkan antara apartemen satu dengan lainnya…
“Cari siapa, dik?”
“Itu nenek yang tadi
bersama saya, nungguin depan lift!”
“Nenek? Nggak ada tuh…
Begitu lift terbuka, saya hanya melihat adiknya sendirian. Nggak ada
siapa-siapa….” Tuh security langsung meraba tengkuknya. Kelihatannya dia
ngerasa nggak enak, begitu dia bicara…
“Mari dik, buruan
masuk.”
Kami berdua di lift, sama-sama
terdiam. Kuperhatiin beberapa kali tuh petugas meraba tengkuknya, kayak orang
ketakutan. Aneh. Sampai balik lagi ke lantai atas dan bertemu dengan petugas
itu, dia menatapku seperti orang takut-takut.. Ah, bodoh amat. Kupikir,
perasaanku saja kaliii…
Nyatanya, nggak. Baru
kudengar cerita Irine teman masa kecilku yang kini pindah di building sebelah.
Katanya, dia dengar cerita kalau apartemen kami memang ada penghuninya. Ya,
penghuni bukan sembarang penghuni lho… Alias makhluk halus.. Wajar kali, soalnya tempat gelap, lembab,
trus suka lama ditinggalin alias nggak dihuni kan merupakan tempat favoritnya
mereka.
“Tau nggak, Cinta…
wujudnya bisa apa saja. Nenek-nenek tuh
yang paling sering… Waktu kita masih kecil, suka main petak umpet inget nggak… Ya
itu dia yang bikin kita tunggang langgang ketakutan, soalnya ngelihat nenek itu
serem. Nggak kayak biasanya orang…”
“Kita? Kalian kaliii
yang lari terbirit-birit..” ledekku, sambil ngikik geli. Irine gemes. Dia
menimpukku dengan bantal sofa..
“Kamuuu ya! Nggak ada
takut-takutnya.. Ntar deh, giliran yang nongol serem, baru kebuka matanya…”
**********
Kata-kata Irine, nggak
kumasukin ke hati. Sampai dia pulang sore itu, aku masih nyantai, balik ke
kamar di lantai atas sendiri. Pas mau ke lift, tiba-tiba…. Duengg! Seorang
nenek yang biasanya aku temui sudah berdiri di sana… Dia senyum, melihatku
muncul. Mmm, kalo gini mah bukan hantuuu.. Dasar tuh teman-temanku, rumpi
semua…
“Mau barengan Nek…
Yuk…” kataku, begitu lift kebuka…
Aku masuk, sambil
tanganku masih memencet tombol, menahan agar pintunya nggak buru-buru menutup.
“Mari Nek…” kataku,
sambil senyum…”Lantai berapa??”
Nenek itu menunjuk
angka 1…
“Samaan ya Nek. Saya
juga ke bawah… “ kataku lagi, sambil mengecek isi tasku. Perasaan tadi ada yang
kelupaan nggak ya? Ohh, lengkap ternyata buku yang kubawa.
Bing! Pintu lift
kebuka, aku keluar, pas balik badan… Duenggg! Tuh nenek nggak ada… Glekkk…
Padahal jelas-jelas tadi dia kan bersamaku dalam lift??? Aku masih bengong di
depan lift, ketika petugas yang berdiri di situ menghampiri…
“Kenapa dik? Ada yang
ketinggalan? Mau naik lagi?”
Aku menggeleng…. “Tadi,
saya keluar sendiri Pak? Ada orang lain nggak??”
“Orang laiinn? Nggak
ada tuh, dik.. Tadi saya lihat, pintu kebuka adik sendirian. Memangnya tadi
sama siapa??”
Aku nggak menjawab
pertanyaannya, karena langsung buru-buru ngacir. Kaburrrr! Nggak, nggak
mungkin…. Masa hari gini ada hantu? Penampakan? Tapi ya, kenyataannya aku
ngerasain sendiri.
Gara-gara kejadian itu,
aku mulai makin peka sama sekelilingku. Dan makin teliti, makin kusadar, memang
banyak banget “penghuni” di apartemen ini, selain kami-kami, manusia… Gudang,
pojokan lorong, dekat lift di lantai 8, atau… lorong di dekat apartemenku ..ya,
si nenek itulah…
Seperti yang papa
bilang, aku peka tetapi juga punya pegangan dari eyang putri, makanya aku bisa
merasakan, tapi juga nggak takut-takut amat. Karena aku lumayan aman, nggak
digangguin… Kupikir selama kita nggak “ganggu” mereka, sebenarnya kita semua
juga nggak bakal diusik… Mereka toh hanya “sekedar” pengen menampakkan diri
…hahahaha…
Dueerr! Glondangggg…
Tuh kan! Sebuah balok kayu yang
disandarkan di dinding, jatuh, menimpa
gerobak yang berisi alat pertukangan. Gerobaknya terbalik, isinya yang
berhamburan. Padahal tuh ada boor listrik, tembakan paku, macam-macam. Gila
nih, kayak nonton film Final Destination saja.. Gimana coba, kalau tukang itu
kepleset trus nimpa semua perkakas itu?
Aku geleng-geleng
kepala. Kayaknya lebih baik, balik lagi
ke apartemenku dah, daripada memperhatikan bagian bangunan yang lagi direnovasi
ini… Kulihat belum terlalu larut. Biasanya tukang-tukang itu, kerjanya
shift-shift’an. Malam pun mereka masih jalan… Ngejar target, pasti..
Bener. Beberapa pekerja
sudah datang. Mereka langsung ke posisi masing-masing. Kulihat alat yang jatuh
berantakan tadi, belum juga dibenahi. Padahal kan itu penting, bahaya…
“Mas…Itu
barang-barangnya, beresin dulu.. Bahaya tuhhh..” kataku, sama seorang cowok
yang badannya berotot , tinggi besar. Cowok itu nggak peduli. Bahkan melihat
aku yang mengajak dia bicara pun, nggakkk! Dasar. Kulihat cowok satunya yang
bodinya lebih kurusan…
“Mas… Itu lho,
barang-barang yang tajam, serem itu dirapiin duluuuu..”
Eh, si cungkring itu
diam. Nggak peduli. Bikin aku sewot…
“Susah banget sih
dikasih saran…Gini nih yang bikin sering kejadian, kecelakaan di tempat kerja…”
kataku, duerrrr!!! Belum selesai aku bicara, sebilah kayu yang disandarkan di
dinding, terguling trus menimpa beberapa
batang pipa. Semua pipa itu jatuh berhamburan, nimpa kaleng cat atau vernis
entahlahlah, tapi yang pasti cairannya langsung tumpah menyiram cowok yang lagi
jongkok… byuur!
Deggg! Jantungku mau
copot… Tuh kan! Masih untung, hanya ketumpahan gitu. Kalau ketimpa yang lain??
Aku nggak mau jantungku copot betulan, melihat mereka bekerja. Buru-buru aku
balik badan, mau meninggalkan tempat itu… ketika, seorang cowok yang kutebak
koordinator mereka, kelihatan sewot. Sama sepertiku tadi..
“Hati-hatiii! Tuh
barang di lantai, beresin dulu… “
“Bener mas..tadi juga
saya ingetin, mereka cuek…” kataku, pada tuh cowok. Eh, giling… Cowok ini juga
nggak peduli. Bahkan bilang terima kasih kek…
Masa bodoh, ah..
Buru-buru aku menuju lift, mau balik ke kamar… Sambil menunggu, kulihat dua
orang tukang mau masuk lift juga bersamaku. Salah satunya kelihatan cemas,
sambil bolak balik meraba tengkuknya…
“Perasaanku nggak enak
deh, Win. Sejak kita renovasi apartemen ini…banyak kejadian.. “
“Huussss! Jangan
ngomong gituan! Aku juga merinding nih…” kata cowok yang pake topi hitam,
sambil clingak-clinguk kanan kiri. Aku senyum. Nih cowok kok nyalinya ciut. Aku
aja cuek… lift kebuka, kami masuk…Bertiga kami di dalam, dua cowok ini makin
aneh kelakuannya.
Si cungkring ngomong
lagi, kok perasaannya nggak enak..
“Udahlah, nggak usah
dipikirin. Makin parno kita, “ kata cowok satunya lagi.
“Ya nih, sejak
diceritain ada cewek yang suka mondar mandir di sini, perasaan jadi nggak
tenang..”
“Cewek? Mondar
mandir di mana mas?” tanyaku. Eh dua
cowok ini nggak jawab. Bahkan melihatku pun, nggakk!
“Iya tuh..sejak
kecelakaan yang bikin seorang cewek mati di lantai kita bekerja itu, kabarnya
memang suka ada penampakan…”
“Meninggal di mana??
Cewek? Penghuni apartemen lantai berapa?” tanyaku lagi. Eh, dua cowok itu masih
nggak peduli. Kurang ajar banget siiih!
“Iya, cewek itu masih
suka nongol. Dia hanya merhatiin orang kerja..gara-gara dia meninggalnya
kepalanya bocor, kejatuhan alat pertukangan..”
Aku mengeryitkan dahi,
ketika kurasa kepalaku basah dan dingin. Tanganku meraba rambutku yang terasa
lepek, basah. Waktu kulihat lagi, jari-jari yang tadi meraba rambutku,
merahhhh… Darah. Kepalaku berdarahhhh??? Kenapa dua cowok itu, masih nggak
perduli ya.. Aku masih nggak ngerti, ketika pintu lift kebuka, dua cowok itu keluar
tanpa memperdulikanku yang berdarah-darah ini… Pas ada sepasang suami istri mau
masuk lift, sebelum aku sempat keluar… Mereka tercengang, sedetik kemudian lari
terbirit-birit…
“Hanttuuuuu!!!!” kata
mereka…. Aku bingung. Ngapain mereka ketakutan gitu? Aku menoleh… Nenek tua
yang sering kulihat sejak kecil itu senyum.
“Udahlah..dunia kita sudah beda sama mereka..” katanya…
Jadi??!(Ft:berbagai sumber)
2 komentar:
aaah!!
aaaaah!!
menyebalkan!
seperti biasa, twisting.. meski kalau sering baca jadi suka ngeraba2 sendiri..
xD.
em, follow blog aku dong:)
Posting Komentar