Lagu Jingle Bells samar-samar kudengar. Senang. Meski
aku tidak merayakannya, tapi mendengar lagu-lagu yang diputar Natalie
belakangan ini, membuat perasaan ikutan ceria. Nggak terasa, sebentar lagi
sudah Natal dan Tahun Baru…Astagaaa… Baru kuingat, masih banyak catatan yang
belum berhasil aku selesaikan tahun ini. Musti harus lebih baik tahun
depan…Lagipula, umur makin nambah, artinya tanggungjawab makin besar. Dan sisa
waktu kita pun di dunia ini makin terbatas.
Biasa,
tinggal di kost-kostan, kita merayakan berbagai hari raya bersama. Jelang
Ramadhan misalnya. Genk si Putri yang suka bikin kue, sering ngumpul di rumah.
Rame-rame nyiapin parcel buat dijual. Beberapa kali pengajian dan acara buka
bersama, diadakan di kost. Lantas pas Lebaran, sepiiii… semua mudik. Bahkan
yang non muslim pun ikutan pulang…Biasa, tinggal aku yang tersisa. Maklum
pekerjaanku di sebuah rumah sakit swasta membuatku nggak bisa cuti lama. Ntar
gimana dong, kalau ada orang sakit mau berobat?
Giliran
perayaan Nyepi, kami di rumah pun menahan diri. Nggak bikin keributan, seperti
biasanya. Bagi yang suka putar CD kenceng, kali ini stop dulu. Buat menghormati
Gangga dan Wastu, sesama penghuni kost yang beragama Hindu. Ntar giliran mau
Natal, seperti sekarang ini…kami ikutan rame, bantuin Natalie menyiapkan parcel
buat anak-anak panti asuhan yang sering dia bantu. Atau, nemenin dia cari
pernak-pernik di mall…
Lonceng
berdentang, lagu-lagu yang ceria, hiasan dari kertas, balon, pita yang dominan
warna hijau, merah dan putih, belakangan sudah menghiasi tiap mall. Biasa.
Jelang Natal dan Tahun Baru… jadi hiburan tersendiri bagi kami. Maklum, tiap
hari di rumah, di depan televisi saja kan bosan…
“Sy,
ntar temenin aku pesan kue ya..buat oleh-oleh aku pulang nanti..” pinta
Natalie, ketika aku tengah membereskan tumpukan majalah di ruang tengah.
Anak-anak kost memang suka slebor. Kalau sudah membaca, lupa dah ngembaliin ke
tempat semula.
“Kapan
kamu pulang, Nat? Wah, kesepian lagi nih akunya… Kan anak-anak juga pada pulang
semua. Kebetulan rame-rame dapat cuti
tahunan dari kantor masing-masing. Aku aja jadi penjaga rumah…”
Natalie
ketawa, melihat wajah senduku. Dia mencubit pipi chubyku, lantas
menggoyang-goyangkan badanku kayak lagi mainin bonekanya saja. Salah satu
kebiasaan Natalie, suka menganggapku adik kecil, sekaligus boneka
kesayangannya…
“Tenang
aja, ntar kan ada aku nemenin kamu…. Aku nggak akan biarin kamu sendiri,
apalagi sampe kesepian…Jagain terus dehhhh….”
“Gampang
deh, ngomongnya. Ntar liburan Natal kan kamu mudik juga…So??? Gimana mau
nemenin dan jagaiiinnnn…”
Natalie
terkekeh, melihat aku menghentakkan kaki, seperti anak kecil kalau lagi
ngambek. Yah, hanya sama dia saja aku suka kelewat kolokan. Padahal aku sudah
bekerja… Udah gede.
“Ya,
abis aku pulang ke rumah, aku kan balik ke sini lagi….”
“Artinyaaa….
Selama kamu pulang, aku sendiriiiiii!!!!”
Natalie
menepuk-nepuk kepalanya sendiri. “Ya, gitu deh.. Maksudnya begitu… Sama juga
boong ya? Hahahahaha….” Dia ngakak, lantas mengacak rambutku. Asal.
“Ah
hanya seminggu ini juga…Nggak ngaruh! Lagian giliran kamu sibuk kerja, aku juga
suka dikacangin. Dilupain….Akunya nyantai tuh, ngeliat kamu wara wiri sibuk
sendiri..”
Bener
juga. Aku senyum sendiri. Giliran jadwal tugasku lagi padat-padatnya, aku mirip
manusia yang tinggal di dunianya sendiri. Nggak ngeliat ada orang lain. Kalau
nggak di kamar seharian, di ruang tengah, tapi masih dengan buku catatan yang
numpuk.
Entah
kenapa, kepulangan Natalie kali ini terasa berat sekali bagiku. Selain aku lagi
banyak masalah di kantor, butuh teman curhat, aku juga mulai merasa ada ikatan
batin antara kita berdua. Dia sudah seperti kakakku sendiri. Sahabat, saudara….
Lengkap.
Nggak
ada penghuni kost yang seloyal dia… Ketika aku sakit, seharian ngurusin.
Giliran aku stress, dia pendengar dan penasehat yang baik. Pas aku lagi
bingung, musti ambil keputusan, dia yang maju duluan. Bantuin…
“Jangan
lama-lama ya baliknya…” kataku, sambil memilih-milih kue yang mau dibeli
Natalie buat oleh-oleh. Dia geleng-geleng.
“Bawel
ya… Janji! Sumpah! Gue pasti balik lagi nemenin kamu…” katanya lagi, sambil memasukkan beberapa
kotak kue dalam tas belanjaannya. Perhatiannya kini tertuju pada deretan boneka
yang ukurannya serba mini. Boneka Santa Claus, Piet Hitam, sampai boneka salju
yang putih itu lengkap dengan topi merah panjangnya dan tongkat. Lucu-lucu…
“Lucu
ya…Bisa buat oleh-oleh keponakan!” katanya, sambil memilih beberapa boneka.
Lantas dia ambil boneka Piet Hitam.
“Tau
nggak, waktu kecil aku suka takut sama Piet Hitam. Soalnya kata mama, dia biasa
menangkap anak-anak nakal yang malas belajar, suka bandel, hahahaha….” Aku
geleng-geleng kepala, ngeliat dia memainkan boneka itu bersamaan dengan boneka
Santa Claus…
“Trus
aku juga percaya kalau kita pengen sesuatu, taruh catatan di sepatu trus kasih
rumput. Ntar Santa Claus yang beliin… Bener, permintaanku sering dikabulkan.
Kalau pagi bangun pas Christmass, selalu ada barang lucu untukku di sepatu…
Baru aku tahu, pas udah gede, semua hadiah itu kan papa dan mamaku juga yang
beliin. Kocak ya….”
“Kamu
sekarang, masih suka lakuin ritual itu?”
“Ya…keponakanku
yang masih kecil-kecil banyak. Aku suka melihat binar bahagia di mata mereka,
ketika menemukan hadiah di sepatu mereka.”
“Seru
juga ya… Ntar kapan-kapan aku juga ah, taroh rumput trus minta mobil sama Santa
Claus…” Doengg! Natalie menjitakku, sambil tertawa terbahak-bahak.
“Mintanya
jangan yang mahal-mahal donggg. Kasihan Santanya, nggak cukup uang dia….”
Kami
berangkulan berdua, timpuk-timpukan boneka, kayak anak kecil, sampai akhirnya
disamperin sama yang punya toko.
“Jadi
mau beli yang mana bonekanya mbak??” Natalie menatapku, aku juga angkat bahu.
Kita ketawa bareng….Dasar.
**************
Siang
ini, aku baru membereskan isi lemari pakaian. Lumayan. Libur seharian, bisa
kugunakan buat bebenah. Lagipula, kost sepi. Anak-anak masih jalan ke mall.
Kayaknya hari ini juga Natalie janji pulang. Senin besok, dia kan balik kerja. Ingat itu, buru-buru aku mengeluarkan
perlengkapanku membuat kue. Cewek itu suka banget brownies bikinanku. Katanya
beda sama yang di toko…
Ah,
kumasakin sebentar. Masih ada waktu. Sambil bikin kue, aku putar CD lagu
miliknya yang dia pinjemin ke aku, sebelum dia mudik. Pilihannya oke juga…
lagu-lagu Indonesia jadul. Tapi liriknya bagus-bagus, kayak lagunya KLa Project
yang didaur ulang ini…
Beres!
Browniesku sudah kupotong-potong. Sebagian kusajikan buat anak kost, sebagian
lagi sengaja aku simpan buat Natalie. Jam di dinding berdentang, sudah lewat
pukul tujuh malam. Anak-anak kost masih belum pada pulang, ketika tiba-tiba
kurasa tengkukku dingin… Ampun! Aku lupa menutup korden kamar. Pantas saja,
angin yang bertiup kencang bikin tengkuk ini terasa dingin…
“Ngelamun…
Jangan di kamar mlulu dong!” Suara itu? Aku mendongakkan kepala, melihat siapa
yang muncul di pintu. Natalie.
“Ehhhh
sudah balikkkk…. Kok sore amat… Biasanya kamu suka balik kost, siang-siang.
Trus sorenya udah molorrr…”
Natalie
menghempaskan dirinya di tempat tidurku. Matanya pucat, sayu. Kantung matanya
tebal. Kayaknya dia habis menangis. Nggak ceria seperti biasa…
“Kamu
kenapa? Sakit? Ada yang dipikirin…”
Aku
menggenggam tangannya, dingin. Tatapannya membuatku iba. Kenapa nih anak..
Masih homesick pasti. Abis mudik lama, biasanya masih berat ninggalin mama
papanya di rumah..
“Masih
kangen banget sama mama dan papa…” Dia bengong. Matanya berkaca-kaca…” Kenapa
ya, aku selalu nggak punya pilihan. Aku
nggak bisa memilih tinggal di sini, selama liburan nemenin kamu… Aku juga nggak
bisa memilih, tinggal di rumah selamanya nemenin mama dan papa yang makin tua…”
“Oh
kamu kepikiran mereka? Ya, sabar Nat. Tiap orang punya tugas
masing-masing. Ntar juga kalau kamu
sudah sibuk lagi, kamu pasti bisa senyum lagi..”
“Masih
ada waktu? Masih bisa aku bikin orang yang aku sayang bahagia?” tanyanya sambil
menunduk. Kupegang bahunya. Kugenggam tangannya yang dingin..
“Udah
jangan pikir macem-macem… Masih ada waktu pasti…” kataku. Dia berdiri,
meninggalkan aku sendiri tanpa bicara apa-apa. Aku pun nggak berusaha mengejarnya.
Mungkin dia masih capek. Biar dia ganti pakaian dulu, ntar juga balik nyamperin
seperti biasa.
Tebakanku
salah. Hingga waktunya tidur, Natalie tidak muncul ke kamarku. Mungkin dia
kecapekan. Kamarnya terkunci. Padahal biasanya, dia nggak pernah mengunci
kamar, sehingga aku bisa langsung masuk.
Pagi-pagi
aku sudah dijemput Sasha , sahabatku waktu SMP yang ngajak reunian, sepedaan
bareng temen-temen di bundaran HI. Sampai siang, baru aku pulang kelelahan.
Ketika kulihat, Raisha yang kukenal sebagai sepupu Natalie yang kuliah di
Jakarta juga, tengah membereskan barang-barang Natalie di kamar. Lho, Natalie
kemana? Kok kayak mau pindahan kost aja…
“Sha,
kok beres-beres? Natalie mau pindah ke mana? Semalam dia nggak cerita apa-apa?”
Raisya
tertegun menatapku. Kantung matanya tebal dan hitam, sama dengan Natalie.
Seperti kelamaan menangis dan kurang tidur. Dia memelukku, lantas menangis.
Bingung aku.. Nih anak, kenapa lagi…
“Kamu
dimarahin Natalie? Kamu disuruh-suruh beresin ini? Kenapa sih? Cerita dong…”
“Natalie
sudah pergi, Sy… Waktu mudik kemarin, kendaraannya tabrakan di tol. Dia
meninggal di tempat… Kami semua sibuk di rumahnya, sampai semua urusan
pemakaman berakhir. Nggak sempat kabarin kost, karena kami juga tau kost kan
kosong. Waktu kami telpon, pas nggak ada yang angkat. Hari ini saya dimintain
tolong keluarganya, ambil semua barang Natalie yang masih tersisa. Mereka belum
bisa datang sendiri kemari, karena masih berduka…”
Aku
terhenyak, jatuh terjajar di kursi yang biasa digunakan Natalie kalau lagi
dandan. Semalam aku bicara sama siapa???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar