Jumat, 30 September 2011
Rabu, 28 September 2011
sarjana
Selamat
hari Sarjana. Pesan singkat di twitt pagi ini. What? Taunya ada juga ya hari
sarjana. Jujur, miris juga inget status dengan embel-embel toga. Gara-gara
ijasah gw blm keluar waktu itu, pengalaman as a freelance writer selama 8 tahun
dikalahin oleh temen deket gw yang baru belajar menulis. Hanya karena, dia
wisuda duluan. Beda beberapa bulan…OMG. Nyesekkk. Padahal test saja blm, baru
seleksi berkas-berkasnya. Gimana mereka tau, I’m not good enough buat posisi
itu?
Bener
juga, what my mom said…gimana mau kerja, kalau gelar sarjana aja nggak punya. Apalagi
sekarang, S1 udah seperti kacang goreng. Banyakkk. Kalau bisa, selagi masih
punya kemampuan, ambil S2 atau setinggi-tingginya…Ilmu memang nggak ada
habisnya, perlu. Bener. Gw akuin, beberapa poin yang biasa gw terima di kampus
ternyata dipakai di lapangan. Beda ketika gw ngadepin, mereka yang tidak punya
background sama.
But … ada tapinya
juga nih, giliran gw udah ngantor, ngerasain crowdednya pekerjaan, and akhirnya
bersinggungan dengan berbagai orang, terheran-heran juga. Ngakunya sarjana, kok
segitu saja panik, bingung, manja, cemen ketika ngadepin satu masalah. Tanpa
inisiatif, ga bisa berbuat apa-apa, ga update dengan situasi sekarang, nungguin
fasilitas doang, and parahnya no attitude. Weleh,…
Memang di
kampus, ujian, paper, nilai-nilai semesteran, jaminan gw lulus dan layak
memakai toga, lantas disebut “sarjana”. But itu nggak jaminan gw, atau siapa
pun itu namanya, sepadan dengan gelarnya. Karena “lapangan” juga ikutan nentuin
kwalitas seseorang. Mampu nggak orang itu bekerja dengan passion, talent,
ber-attitude, ulet, dan berpikir “cerdas”. Cerdas bukan nilai mati, alias satu
plus satu sama dengan dua… tapi “cerdas” gimana bersikap, gimana musti ambil
tindakan, dalam kondisi apa pun… Setuju? Nggak?? Boleh-boleh aja…merdeka kok
hehehhe..Peace!(ft:berbagai sumber)
Senin, 26 September 2011
EMOSI...
Marah?
Yup! Udah nongkrongin laptop dari subuh, soul-nya belum dapat, otak masih
berasap, ngebayangin tagihan deadline, modem nggak kompromi, tiba-tiba listrik
mati pula. Komplitttt!
Nggak sekali atau
dua kali gw ngerasa kok nggak bersahabat banget sih hari ini… Semua berjalan di
luar harapan. Orang-orang di sekitar gw pun ikutan keder, seakan-akan ada label
besar di dada, tulisannya “Awas! Senggol, bacok!” Kalau abg bilang, galau level
10. Widihhhh… But satu atau dua jam kemudian, selesai send email, beres tugas,
rasanya? Malu!
Konyol juga,
ngapain gw se-bete itu. Hanya nyesek di hati, uring-uringan, kerjaan nggak
fokus, orang-orang sekitar nggak nyaman…Padahal toh akhirnya, gw selesaiin
juga. Beres. Selesai.
Ya, meski gw belum
bisa punya kesabaran ekstra, seperti yang diajarin motivator-motivator terkenal
di televisi, but sedikit berpikir…marah, panik, bete gw nggak nyelesaiin
masalah. Imbasnya malah hasil kerjaan gw jelek, orang di sekitar terusik. Rugi
besar. Fffiuuuh, gw hanya bisa tarik nafas, hadapi semua masalah dan
selesaikan.
Bikin
skala prioritas, mana dulu yang lebih mudah dan cepet segera diberesin. Nggak
numpuk persoalan, nggak “ntar besok” lagi jawabannya. Baik buruk hasil
akhirnya, it’s okey. Yang penting, I’ll do my best. Usaha gw maksimal, with my
passion, dengan sepenuh hati, dan …nggak nyakitin orang lain. Gimana? (Ups…deadline berikutnya?! Peace!)
Minggu, 25 September 2011
MENYANYI DENGAN HATI
Please becareful with u’r word, bener juga. Masih soal
selera, tayangan konser ultah Kahitna di Metro TV bikin jejaring situs
pertemanan, seperti twitter dan facebook rame. Apalagi situs yang bersimbol
burung cute itu…tweepos bersahut-sahutan. Salah satu komen yang cukup
mengganggu gw pribadi, soal tampilan The Groove. Bintang tamu yang ngebawain
lagu Kahitna, dianggap mengecewakan. Alasannya simple, komplainers bilang,
“Kenapa nggak Kahitna aja yang bawain? Lebih asyikan aslinya…The Groove nggak
bangettt..”
Watttawww…
Nggak banget? Haloooww…Mungkin, mereka nggak tahu siapa The Groove. Where they
come from, gimana jam terbang, background semua personel yang ada di
belakangnya. Seperti Rejoz yang gawangin perkusi, suka main juga di Maliq
d’ecential, atau Yuke si bassist yang pernah ditarik buat memperkuat Dewa. Group band ini biasa wara wiri di kafe. (Inget juga Java Jive dulu besar juga dari
kafe). Vokal duo Reza dan Rieka Roeslan
juga berkarakter, punya warna sendiri. Nggak meleper atau bermodal “nekad”.
But,
karakter The Groove yang jazzy memang beda dengan Kahitna (pop, etnik
Indonesia). Style-nya nggak sama. Bukan “kualitas” yang musti disalahkan, tapi
mereka tetap tidak bisa dibandingkan. Kata Pongky dari The Dance Company, nggak
gampang bawain lagu hits seseorang. Seperti mengangkat cerita dari novel best
seller ke layar lebar. (wah, bahasanya lebih ribet…hahahaha)
Gw jadi inget,
waktu konser sweet17 Gigi. Sempat gw nggak puas ketika lagu hits Gigi dibawain
vokalis lain. Soul atau vokalnya nggak “dapet” seperti pas Armand Maulana
ngebawain. Padahal secara, mereka vokalis dengan jam terbang dan kualitas
bagus. Rohnya tetep beda dengan pemilik aslinya. Seperti style-nya Duta waktu
ngebawain Sephia atau JAP, Giring dengan Laskar Pelangi atau Disco Lazy
Time-nya… coba tukeran dengan vokalis lain deh, lalu rasain.
Vokalis
yang berkarakter, bener-bener “bisa” nyanyi, dan bernyanyi dengan hati, itu
yang bikin sebuah lagu seolah-olah jadi “milik mereka” . Lagu bagus, oke. But
gimana sebuah band atau seorang vokalis bisa ngeblend dengan tuh lagu, it’s a
must. (ft: berbagai sumber)
My 1st Idol: Fariz RM
Curang
juga, nih stasiun televisi. Giliran jelek, semua kompakan. Sampai-sampai gw
musti “berteman” dengan laptop, browsing, cari-cari sesuatu yang menarik
semalaman, karena nggak ada acara bagus. Eh, pas bagus…busyet. Last night,
misalnya. Seperti perang “acara musik”, nyaris
waktunya bersamaan. Publik musti pilih, konser Ultah ke 25 Kahitna di
Metro TV, Harmoni di SCTV atau…Musiklopedia Fariz RM Trans7. Secara ya….
Lagu-lagu Kahitna easy listening, mencabik-cabik hati (meski nggak menye-menye
lho!) dan hampir semua lagunya hits. But gw musti memilih, meski sambil
curi-curi sesekali ganti channel, Fariz RM di Musiklopedia. Jujur, merinding gw
denger openingnya aja. Barcelona. Taunya, gw masih inget detail lagunya, bahkan
sampai akhir acara, seperti Sakura, Nada Kasih, wow…
Ngomongin
Fariz Roestam Moenaf, kelahiran 5 Januari
alumni ITB jurusan Seni Rupa yang belajar piano sejak kecil itu,
“serasa” deket banget. He’s my fave singer, waktu gw masih SD-SMP. Koleksi
kasetnya, hafalin lagu-lagunya, ngikutin fansclubnya, sampai-sampai tulisan gw
waktu di majalah sekolah juga seputar pelantun Kurnia dan Pesona itu. Selain
vokalnya khas, soal group band, banyak banget kali yang dia bentuk. Mulai Young
Gypsi, Giant Step & The Rollies (musisi pengganti), Transs,
Symphony, GIF (Gilang Indra
Fariz), Wow dan Jakarta Rhythm Section. Ngebela-belain uang saku disisihkan
buat beli kasetnya.
Soal
musik, awam banget. Nggak ngerti bagus atau jeleknya di mana. But gw suka suara khasnya Faiz. Vidklip belum
secanggih sekarang, acara musik di televisi juga baru “dikuasai” tvri. Ya,
rajin-rajinlah berharap, nungguin Faiz muncul. Kini, era musisi bertangan dingin yang pernah duet
dengan Marissa Haque dan Neno Warisman itu,
sudah beralih ke anak band. Booming Kahitna, Gigi, Sheila On7, Padi,
Nidji, sampai yang masih “belia” usianya, seperti d’Masive, Vierra dan Alexa.
Jaman
sudah berubah, gw perhatiin semalaman di twitter juga generasi gw yang support
Faiz, beda dengan temen-temen eks sekantor yang heboh ngomongin Kahitna. It’s
your choise…bukan masalah siapa yang terbaik, tapi masalah selera. Setidaknya,
meski Fariz RM sudah tidak mencetak belasan hits lagi, vidklipnya nggak heboh
di berbagai acara musik, tapi karya dahsyatnya masih bisa dirasain. Sayang aja,
mungkin abg sekarang sudah nggak tau, apa itu Sakura, Barcelona…Ya,itulah roda
kehidupan. Entertainmen pun juga berputar…bersyukur dan bangga, gw pernah
dengerin karya beliau, sekaligus pernah ngidolainnya.(Ft: berbagai sumber)
Sabtu, 24 September 2011
sebuah pilihan
Welcome
to entertainment world. Dua minggu pertama, video Chaiya Chaiya happening di
youtube, semua stasiun televisi, nggak pernah sepi dari kabar Briptu Norman.
Bahkan nyaris dari pagi, mulai acara musik, memasak, talk show, hingga
anak-anak pun…bintang tamunya cowok asal Gorontalo ini. Happy, senang,
tersanjung, banjir hadiah, popularitas? Jelas.
Tiba-tiba kini, setiap gw buka televisi, tokohnya sama. Mas Norman… ya,
soalnya statemen terakhirnya mengejutkan. Dia mundur dari kesatuannya, melepas
statusnya sebagai Briptu and then…siap full di dunia entertainmen…
Kasihan
juga. Awalnya semua acara televisi memuja, kini sebaliknya. Kritik di
mana-mana. Sampai soal pendapatan, kontrak barunya sekian m itu dikulik-kulik.
Secara manusiawi, wajar saja orang punya pilihan. Capek melaut, seorang nelayan
pilih berdagang. Vakum rekaman, seorang selebritis buka resto. Hidup berisi
pilihan. Ingin kanan atau kiri, kita sendiri yang ngejalanin dan
mempertanggungjawabkannya sama yang memberi talent. Masalahnya saja, “dia”
sudah tersentuh media, nyaris seluruh gerak geriknya jadi “milik” publik. Enjoy
saja mustinya…karena sebenarnya pilihan itu konsekuensi buat masing-masing
pribadi. Bukan buat orang lain, penonton apalagi…Peace! (ft:berbagai sumber)
Langganan:
Postingan (Atom)