Rabu, 28 September 2011

sarjana


            Selamat hari Sarjana. Pesan singkat di twitt pagi ini. What? Taunya ada juga ya hari sarjana. Jujur, miris juga inget status dengan embel-embel toga. Gara-gara ijasah gw blm keluar waktu itu, pengalaman as a freelance writer selama 8 tahun dikalahin oleh temen deket gw yang baru belajar menulis. Hanya karena, dia wisuda duluan. Beda beberapa bulan…OMG. Nyesekkk. Padahal test saja blm, baru seleksi berkas-berkasnya. Gimana mereka tau, I’m not good enough buat posisi itu?
            Bener juga, what my mom said…gimana mau kerja, kalau gelar sarjana aja nggak punya. Apalagi sekarang, S1 udah seperti kacang goreng. Banyakkk. Kalau bisa, selagi masih punya kemampuan, ambil S2 atau setinggi-tingginya…Ilmu memang nggak ada habisnya, perlu. Bener. Gw akuin, beberapa poin yang biasa gw terima di kampus ternyata dipakai di lapangan. Beda ketika gw ngadepin, mereka yang tidak punya background sama.
But … ada tapinya juga nih, giliran gw udah ngantor, ngerasain crowdednya pekerjaan, and akhirnya bersinggungan dengan berbagai orang, terheran-heran juga. Ngakunya sarjana, kok segitu saja panik, bingung, manja, cemen ketika ngadepin satu masalah. Tanpa inisiatif, ga bisa berbuat apa-apa, ga update dengan situasi sekarang, nungguin fasilitas doang, and parahnya no attitude. Weleh,…
            Memang di kampus, ujian, paper, nilai-nilai semesteran, jaminan gw lulus dan layak memakai toga, lantas disebut “sarjana”. But itu nggak jaminan gw, atau siapa pun itu namanya, sepadan dengan gelarnya. Karena “lapangan” juga ikutan nentuin kwalitas seseorang. Mampu nggak orang itu bekerja dengan passion, talent, ber-attitude, ulet, dan berpikir “cerdas”. Cerdas bukan nilai mati, alias satu plus satu sama dengan dua… tapi “cerdas” gimana bersikap, gimana musti ambil tindakan, dalam kondisi apa pun… Setuju? Nggak?? Boleh-boleh aja…merdeka kok hehehhe..Peace!(ft:berbagai sumber)

Life like This

ft: berbagai sumber

Senin, 26 September 2011

EMOSI...

 
            Marah? Yup! Udah nongkrongin laptop dari subuh, soul-nya belum dapat, otak masih berasap, ngebayangin tagihan deadline, modem nggak kompromi, tiba-tiba listrik mati pula. Komplitttt!  
Nggak sekali atau dua kali gw ngerasa kok nggak bersahabat banget sih hari ini… Semua berjalan di luar harapan. Orang-orang di sekitar gw pun ikutan keder, seakan-akan ada label besar di dada, tulisannya “Awas! Senggol, bacok!” Kalau abg bilang, galau level 10. Widihhhh… But satu atau dua jam kemudian, selesai send email, beres tugas, rasanya? Malu!
Konyol juga, ngapain gw se-bete itu. Hanya nyesek di hati, uring-uringan, kerjaan nggak fokus, orang-orang sekitar nggak nyaman…Padahal toh akhirnya, gw selesaiin juga. Beres. Selesai.
Ya, meski gw belum bisa punya kesabaran ekstra, seperti yang diajarin motivator-motivator terkenal di televisi, but sedikit berpikir…marah, panik, bete gw nggak nyelesaiin masalah. Imbasnya malah hasil kerjaan gw jelek, orang di sekitar terusik. Rugi besar. Fffiuuuh, gw hanya bisa tarik nafas, hadapi semua masalah dan selesaikan.
Bikin skala prioritas, mana dulu yang lebih mudah dan cepet segera diberesin. Nggak numpuk persoalan, nggak “ntar besok” lagi jawabannya. Baik buruk hasil akhirnya, it’s okey. Yang penting, I’ll do my best. Usaha gw maksimal, with my passion, dengan sepenuh hati, dan …nggak nyakitin orang lain. Gimana?  (Ups…deadline berikutnya?! Peace!)

Minggu, 25 September 2011

MENYANYI DENGAN HATI



            Please becareful with u’r word, bener juga. Masih soal selera, tayangan konser ultah Kahitna di Metro TV bikin jejaring situs pertemanan, seperti twitter dan facebook rame. Apalagi situs yang bersimbol burung cute itu…tweepos bersahut-sahutan. Salah satu komen yang cukup mengganggu gw pribadi, soal tampilan The Groove. Bintang tamu yang ngebawain lagu Kahitna, dianggap mengecewakan. Alasannya simple, komplainers bilang, “Kenapa nggak Kahitna aja yang bawain? Lebih asyikan aslinya…The Groove nggak bangettt..”
            Watttawww… Nggak banget? Haloooww…Mungkin, mereka nggak tahu siapa The Groove. Where they come from, gimana jam terbang, background semua personel yang ada di belakangnya. Seperti Rejoz yang gawangin perkusi, suka main juga di Maliq d’ecential, atau Yuke si bassist yang pernah ditarik buat memperkuat Dewa.  Group band ini  biasa wara wiri di kafe.  (Inget juga Java Jive dulu besar juga dari kafe).  Vokal duo Reza dan Rieka Roeslan juga berkarakter, punya warna sendiri. Nggak meleper atau bermodal “nekad”.
            But, karakter The Groove yang jazzy memang beda dengan Kahitna (pop, etnik Indonesia). Style-nya nggak sama. Bukan “kualitas” yang musti disalahkan, tapi mereka tetap tidak bisa dibandingkan. Kata Pongky dari The Dance Company, nggak gampang bawain lagu hits seseorang. Seperti mengangkat cerita dari novel best seller ke layar lebar. (wah, bahasanya lebih ribet…hahahaha)
Gw jadi inget, waktu konser sweet17 Gigi. Sempat gw nggak puas ketika lagu hits Gigi dibawain vokalis lain. Soul atau vokalnya nggak “dapet” seperti pas Armand Maulana ngebawain. Padahal secara, mereka vokalis dengan jam terbang dan kualitas bagus. Rohnya tetep beda dengan pemilik aslinya. Seperti style-nya Duta waktu ngebawain Sephia atau JAP, Giring dengan Laskar Pelangi atau Disco Lazy Time-nya… coba tukeran dengan vokalis lain deh, lalu rasain.
             Vokalis yang berkarakter, bener-bener “bisa” nyanyi, dan bernyanyi dengan hati, itu yang bikin sebuah lagu seolah-olah jadi “milik mereka” . Lagu bagus, oke. But gimana sebuah band atau seorang vokalis bisa ngeblend dengan tuh lagu, it’s a must. (ft: berbagai sumber)

My 1st Idol: Fariz RM



            Curang juga, nih stasiun televisi. Giliran jelek, semua kompakan. Sampai-sampai gw musti “berteman” dengan laptop, browsing, cari-cari sesuatu yang menarik semalaman, karena nggak ada acara bagus. Eh, pas bagus…busyet. Last night, misalnya. Seperti perang “acara musik”, nyaris  waktunya bersamaan. Publik musti pilih, konser Ultah ke 25 Kahitna di Metro TV, Harmoni di SCTV atau…Musiklopedia Fariz RM Trans7. Secara ya…. Lagu-lagu Kahitna easy listening, mencabik-cabik hati (meski nggak menye-menye lho!) dan hampir semua lagunya hits. But gw musti memilih, meski sambil curi-curi sesekali ganti channel, Fariz RM di Musiklopedia. Jujur, merinding gw denger openingnya aja. Barcelona. Taunya, gw masih inget detail lagunya, bahkan sampai akhir acara, seperti Sakura, Nada Kasih, wow…
            Ngomongin Fariz Roestam Moenaf, kelahiran 5 Januari  alumni ITB jurusan Seni Rupa yang belajar piano sejak kecil itu, “serasa” deket banget. He’s my fave singer, waktu gw masih SD-SMP. Koleksi kasetnya, hafalin lagu-lagunya, ngikutin fansclubnya, sampai-sampai tulisan gw waktu di majalah sekolah juga seputar pelantun Kurnia dan Pesona itu. Selain vokalnya khas, soal group band, banyak banget kali yang dia bentuk. Mulai Young Gypsi, Giant Step & The Rollies (musisi pengganti),  Transs,  Symphony,  GIF (Gilang Indra Fariz), Wow dan Jakarta Rhythm Section. Ngebela-belain uang saku disisihkan buat beli kasetnya. 
            Soal musik, awam banget. Nggak ngerti bagus atau jeleknya di mana. But  gw suka suara khasnya Faiz. Vidklip belum secanggih sekarang, acara musik di televisi juga baru “dikuasai” tvri. Ya, rajin-rajinlah berharap, nungguin Faiz muncul. Kini,  era musisi bertangan dingin yang pernah duet dengan Marissa Haque dan Neno Warisman itu,  sudah beralih ke anak band. Booming Kahitna, Gigi, Sheila On7, Padi, Nidji, sampai yang masih “belia” usianya, seperti d’Masive, Vierra dan Alexa.
            Jaman sudah berubah, gw perhatiin semalaman di twitter juga generasi gw yang support Faiz, beda dengan temen-temen eks sekantor yang heboh ngomongin Kahitna. It’s your choise…bukan masalah siapa yang terbaik, tapi masalah selera. Setidaknya, meski Fariz RM sudah tidak mencetak belasan hits lagi, vidklipnya nggak heboh di berbagai acara musik, tapi karya dahsyatnya masih bisa dirasain. Sayang aja, mungkin abg sekarang sudah nggak tau, apa itu Sakura, Barcelona…Ya,itulah roda kehidupan. Entertainmen pun juga berputar…bersyukur dan bangga, gw pernah dengerin karya beliau, sekaligus pernah ngidolainnya.(Ft: berbagai sumber)

Sabtu, 24 September 2011

sebuah pilihan



            Welcome to entertainment world. Dua minggu pertama, video Chaiya Chaiya happening di youtube, semua stasiun televisi, nggak pernah sepi dari kabar Briptu Norman. Bahkan nyaris dari pagi, mulai acara musik, memasak, talk show, hingga anak-anak pun…bintang tamunya cowok asal Gorontalo ini. Happy, senang, tersanjung, banjir hadiah, popularitas? Jelas.  Tiba-tiba kini, setiap gw buka televisi, tokohnya sama. Mas Norman… ya, soalnya statemen terakhirnya mengejutkan. Dia mundur dari kesatuannya, melepas statusnya sebagai Briptu and then…siap full di dunia entertainmen…
            Kasihan juga. Awalnya semua acara televisi memuja, kini sebaliknya. Kritik di mana-mana. Sampai soal pendapatan, kontrak barunya sekian m itu dikulik-kulik. Secara manusiawi, wajar saja orang punya pilihan. Capek melaut, seorang nelayan pilih berdagang. Vakum rekaman, seorang selebritis buka resto. Hidup berisi pilihan. Ingin kanan atau kiri, kita sendiri yang ngejalanin dan mempertanggungjawabkannya sama yang memberi talent. Masalahnya saja, “dia” sudah tersentuh media, nyaris seluruh gerak geriknya jadi “milik” publik. Enjoy saja mustinya…karena sebenarnya pilihan itu konsekuensi buat masing-masing pribadi. Bukan buat orang lain, penonton apalagi…Peace! (ft:berbagai sumber)